“Alea?” Grizelle mengerutkan dahinya.
Alea melepaskan pergelangan tangan Grizelle dari genggamannya. Suasana yang keruh itu mengusik para siswa lain, sehingga banyak dari mereka berhamburan meninggalkan kantin dengan rasa kecewa dan kesal. Bella, Oliv, dan Rissa menghampiri Alea.“Alea Chysara, senang ketemu Lo lagi! Gue dengar Lo amnesia. Sayang, kalau Lo lupain gue gitu aja” ucap Grizelle sembari menyunggingkan senyuman sinisnya.
Alea hanya memasang raut datar. Lalu ia menggereyotkan bibir hingga tampak gigi taringnya. Matanya yang tajam menatap Grizelle seolah mencela akan keangkuhannya.Emosi Grizelle bertambah. Ia mencengkram kerah seragam Alea dan membisikkan sesuatu di telinganya. Bella, Oliv dan Rissa hanya bisa menyaksikan dari belakang. Anehnya, tatapan Grizelle mengarah pada mereka bertiga selama mulutnya masih berkomat-kamit di dekat telinga Alea. Perkataannya kali ini bukanlah hal yang sepele melainkan suatu hal yang harus di waspadai. Terlihat bagaimana reaksi mimik wajah Alea yang seketika berubah.
Sesaat ia tercengang. Ekspresi penuh amarah kini beralih menjadi penuh rasa kekhawatiran. Tampak masygul dan memelas. Diana memperhatikan wajah Alea yang perlahan berubah, seakan ia adalah saksi bisu. Lagi-lagi Grizelle menyunggingkan senyuman sosok antagonis dalam jiwanya. Tapi kali ini, senyuman itu tak bertahan lama, tiba-tiba kepalan tangan Alea mengarah pada wajah cantiknya.
Kayla dan Silva buru-buru berjalan mendekati Grizelle, mengecek kondisinya yang nyaris hampir terpental ke lantai. Suara tawa terkekeh Grizelle mengurangi keheningan sejenak. Ia menghadap ke Alea sembari memegang pipinya yang terasa kebas dan melepas gandangen dari kedua temannya, Kayla dan Silva. Ia tak malu untuk menunjukkan wajahnya yang sudah memar dan ujung bibirnya berdarah. Amarah Grizelle memuncak. Kapanpun bisa menerkam, membalas perlakuan yang sama pada Alea.
Grizelle bergerak maju dan mengepal tangannya. Melangkah dengan cepat sembari melayangkan pukulan.
“Hei, sedang apa kalian?” teriakkan itu sontak membuat Grizelle membeku.
Semua pandangan tertuju pada asal suara itu. Ternyata Pak Andre, kepala kesiswaan.
Grizelle menurunkan tangannya ke pundak Alea. Lalu menyeka seragamnya.
“Secarik kertas coretan bertuliskan bukankah emosional membuatmu lebih buruk? Jangan biarkan emosional menguasai jiwamu. Kata-kata itu nyaris hampir sama muncul lewat pesan, chat maupun media sosial!” bisik Grizelle.
“Alea, bukan sekedar peringatan, tapi suatu rahasia bisa saja di dalamnya berupa duka yang mendalam ataupun dapat menghancurkan hidup seseorang” lanjut Grizelle yang tiba-tiba menjadi sangat serius.
Alea mencermati perkataan Grizelle secara mendalam.
“Nggak dengar bel masuk! Sudah telat lima menit!” ketus Pak Andre yang berjalan semakin mendekat. Perhatiannya kemudian tertuju pada Grizelle.
“Grizelle, kau lagi yang buat onar! Ikut dengan bapak ke ruang kesiswaan! Yang lain segera masuk ke kelas masing-masing!” titah Pak Andre dengan suara yang begitu lantang.
Oliv menarik tangan Alea yang hanya berdiri termenung, mengajaknya kembali ke kelas.
Di lantai dua, Alea berjalan dengan tatapan kosong. Merenung tak ada ujungnya. Kata-kata dari Grizelle terus membekas dalam benak dan memori. Bagaikan bara api yang menyala menyambar kesetiap denyut nadi. Hati tak mampu bergeming. Perasaan Alea mulai tak karuan. Hati tak berpikir layaknya logika. Pikiran berada dalam situasi kegelisahan yang tak bisa di redupkan.
“Wah, Alea! Gue gak nyangka Lo bakal mukul Griz. Kalian berdua ibarat peninju hebat yang sedang bertanding. Baru pertama kali gue lihat Lo emosi dan menggunakan kekerasan pada orang lain, tapi kalau itu Grizelle gak masalah. Dia bukan lawan sembarangan. Melihat wajah yang dia banggakan jadi memar, bukankah itu hal menarik?” ujar Bella sembari melirik Rissa dan Oliv, seolah meminta pendapat mereka.
“Alea Lo gak apa-apa kan?” tanya Rissa. Alea tak merespon.
“Tindakan Grizelle pada Diana memang salah, tapi bukan berarti harus menggunakan cara kekerasan. Itu ucapan dari Alea yang gue kenal. Tapi, apa ada hal lain yang buat Lo merasa tersinggung atau terusik?” lanjut Rissa.
Langkah Alea menjadi pelan setelah pertanyaan itu terlontarkan. Sampai tiba di kelas, ia bahkan tak mengeluarkan sepatah katapun.
Pulang sekolah, Alea dan Oliv keluar kelas berbarengan. Oliv menggandeng tangan Alea dan bersama-sama menuju halaman sekolah. Sebuah mobil hitam dengan eksterior mewah berhenti di hadapan mereka. Supir mobil itu turun untuk membukakan pintu. Ternyata, jemputan Oliv tiba dengan cepat. Oliv pun berjalan sembari melambaikan tangan pada Alea. Di dalam mobil, Oliv sempat melambaikan tangannya lagi lewat jendela kaca sebelum di naikkan. Alea membalasnya dengan tersenyum ringan. Lalu mobil itu melaju, meninggalkan Alea.“Hei!” panggil Gavin yang tiba-tiba menyodorkan kepalanya tepat di hadapan Alea. Sontak Alea tertegun, menghentikan langkah kecilnya sekaligus membuyarkan lamunannya.
Alea melirik Gavin dengan sinis yang kini berdiri berhadapan dengannya. Senyum manis dengan lesung di pipi kirinya seakan mencoba menggoda Alea. Aura ketampanannya semakin bersinar ketika ia mengibaskan rambut hitamnya. Namun Alea tampak biasa saja.
“Alea gue perhatiin Lo dari tadi ngelamun aja!” timpal Gavin sembari memasukkan tangannya kembali ke dalam saku celana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Messages
Teen FictionMisteri/Thriller, fiksi remaja, sekolah, komedi, romantis #Nancy #Jake #Hyunjin #Somi #Mingyu #Heachan Alea, gadis cantik berumur tujuh belas tahun. Dia bersekolah di salah satu SMA elit yang menyimpan rahasia dan belum terungkap. Alea di nyatakan h...