25

1 4 0
                                    

Alea tertegun mendengar perkataan Grizelle. Entah mengapa, ia merasa kalut begini.

"Yuk Sil, kita cabut!" titah Grizelle sembari berjalan pergi.

Silva tersenyum sinis pada Alea. Lantas ia memenuhi panggilan dari Grizelle yang di anggap seperti layaknya seorang majikan. Ia berjalan di belakang Grizelle dan meninggalkan Alea yang diam terpaku.

Suasana di kantin kali ini lebih ramai dari biasanya. Bahkan Bibi Ola sampai kewalahan dan tak sengaja menabrak Alea yang sedang celingak-celinguk sambil setengah berlari. Untung saja makanan di atas nampan tidak tumpah.

"Maaf!" ucap Alea dan Bibi Ola hampir bersamaan.

"Alea!" panggil Bella dari kejauhan sembari melambai.

Meja tempat ketiga temannya bersila, sudah terhidang makanan yang hampir tak bersisa dan empat gelas minuman. Bella meletakkan segelas Boba milk tea yang masih utuh di hadapan Alea.

"Kemana aja? Kok lama banget?" tanya Bella.

"Emm" gumam Alea sambil menggeser kursi di sebelah temannya itu.

"Apa ada masalah?" tanya Rissa kemudian.

Alea menggeleng kepala. "Gak kok!" jawabnya. "Ini minuman buat gue kan?"
                     ••••••
Pulang sekolah, Alea berjalan sendirian dengan tatapan kosong ke depan. Namun tiba-tiba ia tak bisa mengalihkan perhatiannya. Tepat di hadapannya, sudah bertengger mobil jazz bewarna hitam dengan pemiliknya yang bersandar di ambang pintu mobil seraya menurunkan sedikit kacamata photokromik-nya, memperlihatkan mata indah yang menatap Alea. Namun, matanya yang hitam legam itu tampak berair seakan menahan tangis.

Kak Nicole, ia kembali terlihat berpakaian formal setelah beberapa hari Alea tak berjumpa dengannya. Proporsi tubuhnya yang ideal nan tinggi sangat cocok dengan long coat yang ia kenakan. Berpenampilan nyaris serba hitam dengan berpadu kemeja bewarna putih yang bersih dan rapi, membuatnya tampak kece dan elegan.

"Kak Nicole!" sapa Alea. "Tumben Kakak yang datang menjemputku. Mama mana?"

Tanpa menjawab pertanyaan itu, kak Nicole merangkul pundak Alea dan membukakan pintu mobil untuknya.

Seolah sangat tergesa-gesa, kak Nicole segera menyalakan mobil lalu memutar balik haluan dan mulai mengemudi. Perlahan dan semakin kencang.

"Kak Nicole belum jawab pertanyaanku!" tukas Alea.

Lampu lalu lintas bewarna merah, menghentikan laju mobil. Langit tampak mulai mendung. Tidak jelas akan turun hujan atau kembali cerah.

"Mama kamu lagi di perjalanan menuju Bandung. Kita juga akan ke sana" jawab Kak Nicole seraya melepaskan kacamatanya dan menatap Alea.

Tatapan sendu itu, entah mengapa membuat Alea berfirasat buruk. Mata Kak Nicole tampak basah. Mungkin suasana hatinya seumpama awan kala itu, yang semakin memadat ketika titik embun semakin bertambah. Riuh gemuruh petir menyambar. Rintik hujan mulai membasahi bumi. Angin bertiup silih berganti.

"Ngapain kita ke sana?" tanya Alea sembari memandang kak Nicole. "Apa Kak Nicole baik-baik aja?" sambungnya.

"Perjalanan kita akan memakan waktu kurang lebih sekitar tiga jam!" sahut kak Nicole sambil menancap gas ketika lampu sudah bewarna hijau.

"Apa kamu ingat, hari ini memasuki hari kelima sejak kamu di temukan dan di bawa ke rumah sakit. Banyak orang menjadi sedikit lega karena hal itu"

Ekspresi Alea datar, ia bahkan sulit untuk tersenyum. Ia tidak tau harus bereaksi seperti apa lantaran perkataan Kak Nicole malah membuatnya semakin bingung.

"Freya" ucap Kak Nicole tiba-tiba. "Mungkin Tante Saras sudah bercerita tentang saudara kembarmu" lanjutnya.

Topik pembicaraan yang cukup berkelok-kelok. Kak Nicole berbincang pada lawan bicaranya seolah-olah menggunakan kata tersirat yang rumit untuk di mengerti.

"Sebenarnya, apa yang mau kakak sampaikan padaku? Jika itu mengenai saudara kembarku, tentu aku ingin mendengarnya dari Kak Nicole. Aku juga belum cukup mengenalnya"

Kak Nicole tersenyum simpul. "Bagi Kak Nicole yang anak tunggal, Alea dan Freya sudah kakak anggap seperti adik kandung. Keduanya memang punya kepribadian yang kontras, tapi juga punya ciri khas tertentu yang nyaris sama. Bahkan orang terdekat, seperti kakak bisa keliru membedakan antara Alea dan Freya"

Selama di perjalanan itu, Kak Nicole tak henti-hentinya bercerita. Sementara Alea mendengarkan dengan serius. Di tengah hujan gerimis yang turun menitik di kaca mobil. Pelan-pelan guyuran semakin deras, bersama angin menghembus dingin. Rajikan abjad yang sangat tertata, cerita dari Kak Nicole membuatnya mengenal lebih dalam tentang dirinya sendiri maupun saudara kembarnya.

Meski mata yang kadang terpejam, ia tetap mencoba membuka matanya lebih lebar. Namun terasa semakin berat dan akhirnya tertidur pulas. Kak Nicole mengakhiri ceritanya ketika melihat gadis itu sudah terlelap.

Mobil berhenti di area memasuki kawasan hutan wisata Bandung. Alea terbangun dari tidurnya dan melihat Kak Nicole sudah tak ada di dalam mobil. Ternyata ia lebih dulu turun sembari membawa payung dan bergegas membuka pintu untuk Alea.

"Tolong ambil bag nama itu!" ujar Kak Nicole sambil menunjuk.

Alea mengambil bag nama milik Kak Nicole yang ia gunakan setiap kali sedang bertugas sebagai detektif.

Payung telah meneduhkan dari rintikan hujan gerimis yang turun lewat celah-celah pepohonan pinus. Memasuki area hutan wisata dengan pemandangan hijau yang alami memang sangat melegakan. Tapi keadaan berubah dan kontras menjadi pemandangan yang cukup menyesakkan.

Banyak mobil yang terparkir di sana. Bunyi sirine ambulans meraung-raung hingga ke telinga. Sorot lampu bewarna merah dari ambulans terus berputar-putar. Bahkan juga bunyi sirine mobil polisi menggerung-gerung memecah kesunyian di sekitar hutan wisata itu di tambah suara jeritan dari seorang wanita paruh baya.

  “Kak Nicole! Kenapa kita ke sini?” tanya Alea. “Apa yang sedang terjadi, kenapa banyak mobil polisi dan ambulans?”

  Suasana gaduh itu membuat gentar. Perasaan duka langsung menyerebak ketika terlihat jenazah yang tertutupi kain putih di sekujur tubuhnya dan hendak di masukkan ke dalam mobil ambulans. Awan berarak menyibak air mata sang wanita paruh baya yang terus berada di dekat jenazah. Kak Nicole bersama Alea menghampiri wanita itu.

  “Mama?” ucap Alea tercengang.

  Air mata terus mengalir di pipi
Mama. Untuk pertama kali, ia terlihat begitu getir dan lara. Rintihan hati yang kini sudah tak begitu terdengar. Tatapannya kembali tertuju ke arah ambulans yang sedang melaju dan menjauh. Tak peduli pakaiannya yang sudah basah kuyup atau dirinya sendiri yang terlihat cukup berantakan dan kucel.

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang