19

0 3 0
                                    

  “Kamu lagi belajar? Mama ganggu nggak, nih?”

  “Emm, nggak ganggu kok, Ma!” sahut Alea. Seketika pandangannya tertuju ke arah buku dengan sampul tebal bewarna hitam.

  “Itu apa, Ma?”

  “Ini photobook isinya sebagian potret kehidupanmu di masa kecil. Mama pikir dengan kamu melihat foto-foto di dalamnya, mungkin akan sedikit membantu mengembalikan ingatanmu” jawab Mama.

  “Kalau gitu, Mama taruh di sini aja! Saat kamu lagi ada waktu senggang, kamu bisa buka dan lihat isinya” pungkas Mama sembari meletakkan Photobook itu di atas meja dekat kasur.

  Alea hanya mengangguk tanda mengiyakan.

  “Ya udah, Mama keluar, ya!” ucap mama.

  “Oke, Ma!”

  Alea tetap berdiri mematung sampai mama nya benar-benar menutup pintu kamar. Barulah ia pergi mengambil Photobook itu dari atas meja dan duduk di atas tempat tidurnya.

  Entah rapuh, remuk, lekuk, pilu, itulah yang di rasakan ketika membuka buku diary, sama halnya juga saat membuka photobook itu. Perasaan yang bercampur aduk dan tak bisa di bendung. Pada awalnya apatis, kini malah memandang dunia yang kelam. Menerawang pada suatu masa. Di mana setiap lembaran photobook itu menjelaskan arti dari kenangan dan waktu yang telah berlalu.

  Hari ini menjadi hari yang panjang dan tentunya cukup berkesan. Ia menemukan banyak hal, bahkan sesuatu yang janggal. Di awal photobook itu di buka, pada foto pertama memperlihatkan dua balita perempuan dengan paras yang sangat mirip.

  Keduanya pun memakai pakaian yang sama, namun dengan warna yang berbeda. Satunya, yang sebelah kanan mengenakan setelan baju bewarna pink, sementara satunya lagi bewarna biru yang mengingatkan Alea pada foto polaroid yang di temukannya di dalam buku diary tadi.

   Rasa penasaran Alea mencuat, ia bangun dan berjalan ke arah meja belajarnya. Setelah mengambil foto polaroid itu dari dalam buku diary, ia kembali duduk di atas kasur.

Ia mencoba membandingkan kedua foto yang tampaknya menunjukkan balita perempuan yang sama. Setelah di perhatikan, ternyata dugaan Alea benar. Semua ada di luar nalar, ia menjadi bingung dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

  Saat foto polaroid itu di balik, tampak ada tulisan di bagian belakang. “Freya Chysara, 2 September 2004”. Rautnya seketika berubah, ia terlihat tergemap. Tanggal lahir yang sama bahkan nama belakang yang nyaris serupa dengannya.

  “Freya Chysara?” gumamnya di dalam benak. Pertanyaan terus bermunculan dalam pikirannya. Ia semakin kebingungan dan linglung.

Lembar demi lembar ia buka photobook itu. Sampai di tengah halaman, ia menemukan satu-satunya foto yang menunjukkan sebuah keluarga yang lengkap. Tampaknya, foto itu di ambil saat usianya memasuki enam tahun. Dari latarnya yang indoor terlihat jika photo shoot itu di lakukan di sebuah studio.

   Untuk kali pertama semenjak amnesia, ia mengetahui jika ada dua gadis kecil yang memiliki paras yang sangat mirip, dan tentunya, salah satu di antara mereka adalah dirinya sendiri.

Tanpa sadar, ternyata selama ini, ia memiliki saudara kembar. Sama syoknya ketika ia melihat sesosok pria setengah baya yang tak lain adalah Papa-nya. Memang ia tak pernah bertanya mengenai sang Papa sebelumnya kepada Mama. Tapi kini, ia menjadi sangat penasaran. Ia belum pernah bertemu dan melihat sosoknya dalam rumah ini.

  Foto itu menunjukkan kesan yang sangat berarti, dari setiap ekspresi wajah yang memperlihatkan senyum bahagia seolah menggambarkan keluarga yang bahagia.

Namun saat di buka lembaran selanjutnya, seakan kebersamaan itu mulai sirna. Tanpa ada Papa, hanya Mama bersama salah satu putrinya yang sedang berulang tahun. Terlihat ada sebuah cake di hadapan gadis kecil itu dan lilin yang ia tiup menunjukkan angka tujuh. Mungkin gadis itu adalah Alea. Sementara Freya tak ada dalam foto itu.

  Bahkan di Foto-foto selanjutnya hanya memperlihatkan kebersamaan Alea dengan sang Mama. Sampai pada foto terakhir di hari kelulusan Kak Nicole dari SMA-nya.

  Perasaan gundah dan lara bersamaan menutup Photobook itu. Sepanjang malam, ia tak bisa tidur lantaran memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Mungkin ia akan bertanya banyak hal pada sang Mama besok pagi

••••
   Sinar matahari pagi menerobos masuk melewati sela-sela jendela kamar. Sinar itu menyinari wajah Alea hingga ia pun terbangun. Ia membuka mata dengan sangat berat dan melihat ke arah jam beker di atas meja. Lantas, ia terkejut dan segera bangun. Jarum jam hampir menunjuk angka tujuh. Sungguh malang, terlambat di hari Senin pula.

    Ternyata tadi malam, ia kelupaan menyetel alarm. Mama juga tak membangunkannya.

  Alea memegang lehernya yang terasa pegal. Lagi-lagi ia berkeringat dingin dan badannya terasa hangat dan remuk. Tadi malam ia memang kesulitan tidur dan terbangun di pagi hari setelah tertidur hanya tiga jam.

  Tiba-tiba Mama masuk ke dalam kamar sambil membawakan segelas air putih, sepiring roti, dan obat penurun panas di atas nampan.

  “Tidur saja! Hari ini kamu tidak perlu pergi sekolah! Nanti akan Mama kabari pihak sekolah jika kamu lagi sakit” ujar Mama sambil menaruh nampan di atas meja dekat kasur.

  Alea menduga, pasti Mama sudah masuk ke kamarnya beberapa saat yang lalu. Mungkin awalnya hendak membangunkan Alea, tapi mengetahui suhu tubuhnya panas, Mama tak jadi melakukan hal itu.

  “Emm, Ma! Aku baik-baik aja kok! Aku pergi sekolah aja, ya?”

  “Kondisi kamu yang seperti ini, Mama tak izinkan! Lagipun ini udah jam berapa, kamu juga bakal terlambat”

  “Gak papa, Ma! Sesekali terlamat! Kalau gitu aku mau siap-siap dulu!” Alea menyingkirkan selimutnya dan hendak beranjak dari tempat tidur.

   Mama menghela nafas. “Sejak kapan kamu sangat keras kepala! Ya sudah kalau maunya gitu, tapi kamu harus makan roti dan minum obat yang udah Mama bawakan” pungkas Mama.

   “Oke, Ma!” jawab Alea lalu mengambil sepotong roti lapis dari atas piring, ia mengunyah sambil memperhatikan Mamanya yang terus menatapnya dengan khawatir.

“Ma, akan aku habiskan dan minum obatnya! Jadi jangan khawatir, aku bisa di tinggal sendiri kok!”

   Alea pun langsung memasukkan semua sisa roti ke dalam mulutnya saat Mama sudah pergi. Setelah selesai minum obat, Alea buru-buru bergegas ke kamar mandi. Dengan berpakaian rapi, pukul 07.15 Alea sudah siap berangkat sekolah. Hanya butuh waktu beberapa menit karena ia benar-benar melakukan segalanya dengan cepat meski dalam kondisi tubuh yang sedang tidak fit.

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang