Bermain Arwah (Part 1)

274 6 4
                                    


Matahari telah terbenam. Sayup-sayup terdengar suara adzan maghrib berkumandang. Yuna lekas menutup jendela kamar sebelum keadaan di luar benar-benar gelap gulita. Perempuan itu sejenak memandang kegelapan langit yang menggumpalkan awan hitam. Sekilas cahaya kilat memancarkan sinar terang lalu redup seketika, sepertinya hujan akan segera turun.

Yuna menuju lantai dasar yang melewati kamar adiknya, Citra. Di depan pintu yang tampak terbuka sedikit itu, ia bisa melihat sosok tubuh berbalut mukena sedang melakukan gerakan salat. Yuna pun berlalu. Ia kini beralih pada anak tangga yang membuatnya menyadari sebuah kejanggalan.

"Hai, Kak." Sapaan Citra mendadak memecahkan kesunyian. Gadis berseragam SMA itu terburu-buru menaiki tangga seperti kebiasaannya. Saat berada di puncak tangga, Citra berhenti tepat di hadapan Yuna berdiri.

"Duh, maaf ya, Kak. Aku pulangnya telat. Tiba-tiba di sekolah ada pelajaran tambahan gitu."

Yuna diam sesaat kemudian menganggukkan kepala.

"Iya, nggak pa-pa," jawabnya. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri mengingat kejadian yang baru saja ia alami.

"Kak, are you oke? Apa ada yang aneh hari ini?" tanya Citra, seolah menangkap kegelisahan di wajah Yuna.

Perempuan itu sekali lagi melirik kamar adiknya dengan was-was.

"Nggak pa-pa. Sana ganti baju." Perintah Yuna. Citra mengangguk tak membantah. Gadis itu lalu memasuki kamarnya dan menutup pintu.

***

Yuna meletakkan mangkuk sup yang masih mengepulkan asap. Makan malam sudah tersaji di atas meja. Citra dengan semangat duduk di bangku ditemani masakan beraroma lezat buatan kakaknya.

"Cit, besok Kakak mau ketemu sama Pak Leo. Mungkin Kakak bakal pulang sore."

"Urusan bisnis?"

Yuna menjentikkan jari. "Yah, begitulah." Wajah perempuan itu terlihat berseri, seolah telah melupakan sesuatu yang mengerikan di rumahnya, "Perusahaan Kakak akan menjalin kerja sama dengan perusahaan asing." Sambungnya lagi.

"Ohya! Perusahaannya gede, Kak?" tanya Citra ingin tau. Yuna mengangguk. Citra tampak menerawang.

"Sudah, jangan bengong aja. Ayo makan."

Petir menggelegar.

Derasnya hujan di luar sana membuat hawa dingin dan gelap terasa begitu mencekam. Di tengah santap malam mereka. Tiba-tiba setitik air dari atap rumah jatuh menetesi meja. Yuna menyadari sesuatu. Cairan itu bila diperhatikan dari dekat seperti bukanlah tetesan air hujan. Melainkan lendir. Sebuah lendir yang menjijikkan. Perlahan Yuna menengadahkan wajah ke langit-langit. Seberkas kilat memantulkan cahayanya pada sosok pucat yang merayap bagai cicak.

Sepasang bola mata Yuna membulat dengan tangan yang membekap mulutnya sendiri.

"Kenapa, Kak?" Suara Citra spontan mengalihkan perhatiannya. Yuna menggeleng, kemudian menatap ke bawah berpura-pura fokus pada makanan di piringnya.

Citra mengernyit. Gadis itu menatap ke atas, tapi nihil. Tak ada yang aneh. Semua tampak baik-baik saja.

Ada apa sebenarnya? Citra membatin.

Keesokan harinya,Yuna bersiap memulai aktivitasnya hari ini. Seperti biasa, sebelum dirinya berangkat ke kantor, lebih dulu ia mengantarkan Citra ke sekolah.

"Bye ...." Yuna melambai saat menurunkan Citra di depan gerbang sekolah.

"Bye, Kak. Semoga sukses!" Dua cewek yang baru saja keluar dari mobil masing-masing berjalan menghampiri Citra.

Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang