Hantu Belek

831 15 121
                                    


"Ani, tadinya kukira kau seorang gadis yang lain di kampung ini, tadinya kukira kau sebuah pribadi, tapi rupanya kau tidak lebih dari gambaran seorang gadis kampung yang mudah didapat di sembarangan jalan, kau perempuan yang lemah, kau perempuan yang tidak bisa menentukan sikapnya sendiri, tentunya kau tau bukan? Bahwa apa yang kucapai selama ini adalah demi kau Ani, demi kita berdua, tapi semua kau khianati..! Kau hancurkan..!"

"Tapi Rhoma... semua ini kulakukan karena..."

"Karena kau tidak menyintai aku lagi?"

"Bukan begitu Rhoma."

"Atau memang dengan sengaja kau hendak membuatku menderita?!"

"Tidak Rhoma..."

"Cukup Ani..! Tidak perlu kau mengemukakan seribu satu macam alasan, rupanya di balik kelembutan dan kecantikan wajahmu yang selama ini kukagumi tersimpan sifat tercela, kau tidak setia, pantas saja kau tidak pernah membalas surat-suratku."

Aku baru saja pulang, baju seragamku juga belum kulepas, tapi sudah disuguhkan Film Rhoma Irama lagi oleh mama.
Mama adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang kesehariannya menjadi ibuku, dua tahun terakhir ini, mama selalu memutar film yang sama dari DVD player. Mama pernah mengatakan film Rhoma Irama bagaikan Oase di tengah gurun pasir. Bisa dimaklumi, berada di rumah sepanjang waktu pasti membuatnya jenuh dan bosan.

"Baru pulang, Doni?" Itu suara papa yang kubalas dengan anggukan kepala serta senyum terkerenku yang tidak pernah ketinggalan.

"Ya udah, kamu pergi mandi terus makan."

"Iya Pa," jawabku patuh.

Papa adalah seorang pendiri perusahaan yang merangkap jabatan sebagai suami mama, dalam karirnya yang gemilang itu, sangat disayangkan bahwa papa dulu adalah seorang perokok aktif, tetapi pada suatu pagi yang cerah, papa membaca buku tentang bahaya merokok dan sejak saat itu papa berhenti membaca buku.

Rumah kami sangat luas, saking luasnya ada dua buah pangkalan ojek dan satu mini bus yang disiapkan di depan ruang tamu untuk mengantarku ke mana pun di rumah ini.

Langkahku mantap berjalan, kudapati para karyawan masih membuka jendela. Yeaah, karena rumah kami sangat besar, untuk membuka jendela saja mereka membutuhkan waktu seharian dan juga membutuhkan waktu semalaman untuk menutupnya kembali, begitu seterusnya setiap hari.

Aku melambaikan tangan, berharap lambaian tanganku memberi suntikan semangat baru untuk mereka, kulihat mereka tersenyum dan sedikit membungkuk ke arahku, aku mengangkat satu tangan memberi isyarat agar mereka melanjutkan pekerjaannya, hari sudah semakin sore, tidak lama lagi jendela harus ditutup kembali.

Setelah mandi dan makan, aku meminta ijin untuk keluar sebentar.

Sebuah taman megah nan indah terhampar di depan mataku sekarang, taman ini adalah milik keluarga kami. Wangi bunga dari tanaman anggrek muda begitu memikat hidungku.

"Hmm, wanginya...," kataku dengan wajah ganteng berseri-seri. Namun, tiba-tiba saja pandanganku menemukan sebuah botol berada di antara semak-semak yang dibiarkan meninggi, botol itu tampak biasa saja bahkan terlihat seperti botol sirup Kurni-ah.

"Siapa yang buang sampah sembarangan di sini? Dasar!" aku celingukan mencari, tapi tidak ada siapa pun di sini kecuali aku. Tidak lama kemudian aku menemukan ide yang sangat brilian, aku berjalan mendekat lalu mengambil botol itu dan membuangnya di tempat sampah terdekat. Yeeeiii... selain kaya dan ganteng, ternyata aku juga sangat cerdas.

"Sssttt... ssstt, Tuan..! Tuan..!"

Kalian dengar itu? Sepertinya ada yang memanggil, siapa ya?

"Aku di sini, Tuan."

"Di mana?" tanyaku mulai merinding, bagaimana tidak, aku mendengar suara, tapi tidak melihat wujudnya.

"Di tempat sampah, aku di dalam botol yang Tuan buang tadi."

Tidak kusangka dia menjawab pertanyaanku, aku tertawa, mana mungkin bisa? Pasti ada yang mencoba mengerjaiku, mungkinkah ini yang disebut prank? Kalian semua pasti tau istilah itu, kan? Tapi aku juga sangat penasaran pada isi dalam botol itu.

Aku perlahan mengambilnya kembali lalu membuka tutup botolnya sambil berkata,

"Botol apaan, nih?" Seketika asap putih mengepul keluar bersamaan dengan suara tawa yang menggelegar.

"Hahahahaha, aku adalah Jin dari Timur Leste, hahahahaha!"

Aku jatuh terjengkang, pantatku mendarat keras di atas rumput karena kaget setengah mati. Kupandang sosok yang kini berada di hadapanku, bajunya cukup bersih untuk ukuran hantu pada umumnya, tapi... Iuuuhhh, apa itu? Matanya penuh belek dan itu membuatku takut, apakah dia benar-benar hantu belek yang legendaris itu? Hiiiii....

"Han-hantuuuuu....!!" Teriakku amat keras, hantu itu mengangkat dua tangannya tampak ingin menenangkanku.

"Tenang, Tuan. Tenang, aku Jin yang baik hati dan tidak sombong, tapi tidak rajin menabung, hehehe," ucapnya sambil nyengir, melihat cengirannya itu, aku jadi tidak takut lagi.

"Jadi kamu beneran hantu?"

"Aku bukan hantu, Tuan. Aku Jin." Kulihat wajahnya berkerut, aku mengerti maksudnya, dia tidak ingin disamakan dengan hantu."

"Hallaaaah, sama-sama makhluk halus juga."

"Tapi aku tidak sehalus itu, Tuan."

Aku terbahak, tidak kusangka humor hantu ini tinggi juga.
Tunggu! Bukannya tadi dia mengatakan kalau dia adalah Jin dari Timur Leste? Tapi kenapa bajunya bergaya Timur Tengah? Hmm, ada yang tidak beres di sini, apa dia sengaja memalsukan identitasnya? Atau mungkin dia ini adalah mata-mata dari bangsa hantu untuk memata-matai hantu lainnya? Tapi sedang apa dia di dalam botol itu?

"Tuan," kata hantu itu membuyarkan lamunanku.

"Apa?"

"Terima kasih karena telah membebaskanku, sebagai hadiah, kuberi kau tiga permintaan."

Permintaan? Maksudnya dia akan mengabulkan permintaanku? Tapi untuk sekarang aku tidak punya sesuatu yang ingin kuminta, memangnya apalagi yang kuinginkan di dunia ini? Wajah ganteng ini mutlak milikku, kaya raya itu nasibku, otak cerdas itu jelas punyaku. Benar, bukan?

"Aku tidak punya permintaan," kataku hendak pergi.

"Eeh? Tunggu dulu, Tuan. Kau yakin tidak ingin mengajukan permintaan?"

"Tidak," jawabku yang tidak pernah seyakin ini.

"Walaupun hanya satu? Tolong dipikirkan secara matang dulu."

"Tidak, sudah jelas, kan? Pergi sana."

"Tuan, tolong jangan usir aku, bagaimana kalau aku ikut denganmu siapa tau kedepannya Tuan punya permintaan." Tawar hantu itu lagi sambil berlutut di hadapanku, ini hantu lama-lama ngeselin ya, maksa banget.

Kulihat wajahnya begitu memelas dan aku merasa sangat kasihan.
"Oke, kamu boleh ikut."

"Horeeeee...!!" Dia bersorak dan melompat kegirangan, matanya berkedip-kedip memperlihatkan beleknya yang berkilauan.

"Sudah hentikan, sana cuci muka dulu." Perintahku berwibawa.

"Oce Tuan." Triiing... dia menghilang, sedetik kemudian dia kembali dengan wajah yang terlihat bersih bersinar sanglait.

"Horeeee...!!" Sekarang aku yang bersorak, aku senang, ternyata hantu itu tidak semenyeramkan dugaanku. Lalu apa yang membuat mata hantu itu penuh belek? Aah, mungkin karena dia tertidur cukup lama di dalam botol dan akhirnya mata hantu itu memproduksi timbunan belek yang sangat melimpah.

Kami pulang ketika Adzan Magrib mulai berkumandang, kupandang langit yang berubah jingga, bias cahayanya menerpa wajah kami. Aku tersenyum ganteng, bangga dengan hari yang kulewati hari ini.

Hantu Belek, begitu aku memanggilnya, dia juga ikut tersenyum memandang langit yang sama, sesekali mengarahkan telunjuknya ke arah pengunungan yang indah.

Semoga kehadiran hantu belek ini menjadi pelengkap kesempurnaan dalam hidup yang kujalani hari ini, esok dan seterusnya.



Selamat membaca Gaeees
Jangan lupa votmen ya
Maaf kalau ada typo.










Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang