Cocok. Kamu bilang kita cocok. Kamu bilang kamu bahagia saat bersamaku. Kamu bilang tidak akan pernah meninggalkanku, tapi nyatanya semua itu hanya omong kosong. Sekarang kamu sedang bersamanya di dalam kamar kost yang kamu sewa, tertawa bahagia sedangkan aku di sini menangis ditemani luka hati yang kau torehkan.***
Malam ini Anggi bermaksud memberi kejutan untuk Andre, kekasihnya. Ia pulang lebih cepat dari jadwal yang ditentukan dari luar kota, sebuah kantong keresek penuh makanan kesukaan Andre digenggamnya erat. Anggi tersenyum riang membayangkan Andre akan menyambutnya dengan ekspresi terkejut bercampur bahagia, Anggi tentu saja tidak sabar untuk menyaksikan hal itu. Ia tersenyum lagi. Namun, lebih lebar dari sebelumnya.Kini Anggi telah tiba di depan pintu kamar kost Andre, mempersiapkan senyum termanisnya untuk lelaki yang berada di balik pintu itu.
Tok..tok..tok.
Beberapa kali ketukan pintu dibalas dengan keheningan membuat Anggi mengetuk lebih keras.
Apa Andre sedang keluar? Tidak biasanya... Batinnya dengan kening sedikit berkerut.
Anggi memutar tubuhnya bersiap untuk pulang. Namun telinganya menangkap suara tawa yang terdengar dari dalam. Ya, suara Andre dan seorang perempuan?
Apa ini? Apa yang mereka lakukan malam-malam begini? Andre tidak mengkhianatiku, kan? Anggi menarik napas mencoba menenangkan diri walau kini jantungnya berpacu cepat.
"Andre!" panggilnya, Anggi menunggu sesaat, suara langkah kaki mendekat bersamaan dengan pintu yang terbuka.
"Anggi ... kamu?" Andre begitu terkejut, sepasang matanya melebar, saat itu juga Anggi benar-benar yakin bahwa dugaannya tidak salah lagi.
"Iya ini aku, minggir aku mau masuk."
"Anggi,jangan!" kata Andre sengit menghalangi langkah gadis itu, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa? Kamu takut aku mengganggu kesenangan kalian berdua?" Anggi menerobos pintu dan benar-benar mendapati seorang perempuan yang tak kalah panik, Anggi lemas seketika.
"Anggi ...."
"Jadi ini yang selama ini kamu lakukan di belakangku?" teriak Anggi nyaring, sebutir air matanya menetes, hatinya remuk berantakan tidak percaya Andre mengkhianatinya, cintanya yang tulus dibalas dengan sebuah pengkhianatan.
"Kita putus!" Anggi berlari keluar. Namun berhasil dicegah Andre, pria itu mencengkeram bahu Anggi sangat kuat, Anggi menepisnya.
"Jangan sentuh aku!"
"Anggi tunggu dulu, kamu ini kenapa?"
"Kamu tanya aku kenapa? Apa aku harus diam saja melihatmu berduaan di dalam kamar dengan dia, hah? Apa aku harus ikut senang melihat perselingkuhanmu? Andre, kalau kamu sudah tidak mencintaiku katakan saja, jangan begini! Kenapa kamu begitu tidak berperasaan?" Anggi menghapus air matanya kasar.
"Anggi dengarkan aku, aku bisa menjelaskan sem ...."
"Menjelaskan apa? Bukankah semua sudah jelas sekarang?" Potong Anggi dengan menepis tangan Andre untuk kesekian kali, Langkah gadis itu terhenti sesaat, suaranya parau terdengar lirih. "Di luar dingin, masuk dan pakai bajumu." Anggi berlari menjauh tidak mempedulikan teriakan-teriakan Andre yang memanggil namanya.
Kacau. Semuanya menjadi kacau. Mimpi yang ia bangun sejak lama kini musnah dalam sekejab.
Kenapa ini harus terjadi?
Andai Anggi tidak memergoki mereka, apakah Andre akan selamanya bermain di belakang Anggi? Menutupi segala pengkhianatan itu dengan kata cinta yang terdengar tulus.
Bohong..! Dasar pembohong..!
Anggi aku mencintaimu...
Suatu hari nanti kalau tabunganku sudah cukup, ayo kita menikah...
Aku hanya ingin kamu tidak ada yang lain...
BOHONG...! Anggi luruh menghempas jalan, ia terisak semakin kencang.
Tuhan seperti inikah rasanya dikhianati? Seluruh duniaku seakan lenyap, sungguh tak ada lagi yang tersisa.
Tuhan, adakah obat yang bisa menyembuhkannya? Jika ada, tolong berikan padaku segera, aku sungguh tidak tahan dengan rasa sakit ini.
****
"Ada apa, kenapa?" Seorang laki-laki berlari dari kamar mandi kost Andre begitu mendengar keributan dari luar lalu menghapiri Andre yang sedang memandang ke arah jalan dengan tatapan seperti orang linglung.
"Anggi ... dia ... kita putus." Racau Andre pedih.
"Apa?!" Seno terbelalak, ia ingin mendengar penjelasan lebih, tetapi Andre sudah masuk terlebih dulu. Seno dapat melihat dengan jelas perasaan hancur yang dirasakan sahabatnya itu.
Andre terduduk lemas di kasur, matanya terpejam kemudian terbuka lagi bersamaan dengan jatuhnya buliran air yang menggenang di pelupuk matanya. Ketika seorang laki-laki menangis maka ia benar-benar telah berada pada titik yang membuatnya begitu menderita.
Lalu buat apa semua ini? Cincin ini, kejutan ini kalau kisah kita harus berakhir tragis seperti ini. Anggi kembali lah untukku, kumohon...
Andre memijat pelipisnya, tinggal selangkah lagi hari bahagia itu akan menjadi kenyataan, sebuah pesta kejutan, cincin pernikahan, segalanya tampak sempurna dengan persiapan yang matang.
Seno dan Rini bahkan bersedia meluangkan waktunya untuk membantu, tetapi semua gagal sebelum memulai.
"Jadi sekarang bagaimana?" Tanya Seno prihatin.
"Iya, sepertinya anggi salah paham..." Rini, pacar Seno menimpali. "Dia mungkin mengira kamu dan aku ada sesuatu dan dugaannya semakin kuat saat melihatmu tidak memakai... baju." Lanjutnya.
"Ah, iya... padahal bajumu tadi buat ngelap sirup yang tumpah." Ucap Seno merasa bersalah, beberapa menit sebelum Anggi datang, karena kecerobohannya Seno tidak sengaja menyenggol gelas berisi air sirup dan sialnya Andre tak punya kain Lap sama sekali, akhirnya Andre terpaksa melepas bajunya untuk membersihkan tumpahan air sirup itu, sedangkan Seno bergegas ke kamar mandi membersihkan celananya yang terciprat noda sirup.
"Tidak apa-apa, kalian pulang saja dulu, sudah malam."
"Ndre, jangan begitu, kita hadapi sama-sam, oke?" Seno menepuku pundak lemas Andre, Andre menggeleng, bibirnya tersenyum pedih, genggamannya erat pada kotak cincin di tangannya.
"Sekarang aku butuh sendiri, aku ingin memikirkan langkah ke depannya seperti apa, aku kenal Anggi bukan hanya sehari dua hari, aku tau betul sifatnya, biarkan dulu begini, sekarang kalian pulang lah."
Seno mengangguk meski dengan berat hati, laki-laki berpostur tinggi itu beranjak dari tempat duduknya, Rini mengikuti dari belakang.
Mereka sudah pergi, bahkan Anggi juga, lalu sekarang bagaimana?
Andre menatap nanar kado-kado yang belum terbungkus rapi di lantai, semua itu untuk Anggi sebagai bentuk rasa syukur Andre karena dapat memiliki Anggi, namun tampak sia-sia belaka.
Andre berbaring dan memejamkan mata, ia lelah, namun otaknya terus berpikir akan bagaimana hidupnya tanpa Anggi, dia mungkin tidak akan mampu bertahan.
Bersambung gaees
Selamat membaca
Maaf kalau ada typo
Jangan lupa votmen ya....Guys, karena cerpen ini mau aku ikutin Antologi jadi part duanya akan di-unpublish.
😄😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Kumpulan Cerpen
ContoHanya kumpulan cerpen. Follow sebelum baca. *** peringatan....!! Di dalamnya ada pertumpahan darah juga, bagi yang di bawah umur, tolong bijaklah dalam memilih bacaan. Bacaan ini hanya diperuntukkan bagi pembaca 17+ Terima kasih atas pengertiannya.