Lena mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Masih sama dengan yang dulu. Pohon-pohon, bunga pagar, bahkan Taman kecil di samping sekolah itu masih ada. Lena senang, setidaknya tempat favoritnya semasa SD belum berubah sama sekali. Bangku yang sedang didudukinya pun masih yang dulu. Ada tulisan,'Lena dan Ira sahabat selamanya'
Terukir di bagian bangku itu beserta gambar love yang meliputinya. Lena menghirup udara dalam-dalam kemudian dihembuskannya dengan perasaan damai. Belum sempat merenung untuk mengenang hal-hal yang pernah ia lalui selama 6 tahun di sini, Lena menoleh ke sosok pria yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelahnya. Sosok itu Rendra.
"Kok lo tau gue di sini?" tanya Lena penuh selidik.
"Nggak tau. Gue juga bingung. Mungkin hati gue yang bisikin."
Lena nyengir sambil menonjok lengan Rendra pelan.
"Bisa aja lo." Lena dan Rendra tertawa ringan.
"Sebenarnya gue malah mau nanya ke elo. Ngapain di sini sendirian? Bukannya gabung sama temen-temen lo. Nggak kangen apa?"
"Kangen kok. Lagian tadi gue udah ketemu sama semuanya. Amy, Yunita, Fahmi, Maura, Deden, Anita, Remi. Pokoknya udah ngobrol banyak juga ama mereka. Malah udah bertukar nomor hp dan akun facebook. Lo sendiri bukannya harus manggung?"
Rendra menatap jam tangannya. "Perjanjian gue sama Ira itu, gue bakal nyanyi dua lagu. Lagu yang pertama gue bawain waktu di awal acara, lo pasti nyaksiin juga'kan? Dan lagu kedua gue nyanyi pas lo keluar dari aula, berarti gue free sekarang," Lelaki itu berdiri, "dan karna gue udah nggak ada urusan di sini, jadi gue mau balik aja. Lo mau pulang bareng gue nggak?"
Lena berpikir.
"Boleh juga." Lena berdiri sejajar dengan Rendra ..., " tapi kita makan dulu, ya. Udah lama gue nggak nyicipin makanan pedagang kaki lima.""Beres. Gue yang traktir deh."
"Oke, gue kabarin Ira dulu." Lena mengetik pesan teks di HP-nya dan menekan tombol sand.
"Yuk berangkat." Mereka berdua menuju parkiran sambil ngobrol dan ketawa-ketiwi. Di sana motor vespa yang bisa dikatakan super jadul itu telah menunggu. Rendra harap-harap cemas menunggangi motornya. Biasanya kendaraannya itu sering mogok, tapi tidak tahu kali ini.
Moga-moga bisa nyala. Batin Rendra.
kakinya pun mulai menstater. Di luar dugaan percobaan pertama langsung berhasil. Cihuy!"Ayo naik!" seru Rendra. Tidak lupa menyerahkan sebuah helm mungil berwarna hitam kepada Lena. Tanpa banyak pikir, Lena memakai helm itu dan duduk di belakang Rendra.
"Pegangan yang kuat, ya, gue mau ngebut."
"Emang masih bisa ngebut apa?"
Rendra menggeleng. "Hehehe, gaya doang kok."
Lena memutar bola mata lalu mencibir. Namun tak urung perempuan itu melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Rendra. Yup! Perlakuan Lena tersebut tentu saja membuat jantung Rendra dag dig dug sekaligus bahagia.
"Kenapa nggak jalan? mogok?" tanya Lena heran.
Rendra gelagapan. "Eh, sori-sori." Rendra sampai lupa saking gugup dan senangnya.
Perlahan motor vespa itu berjalan. Lena makin menguatkan pegangan.
Menyangka suasana bakal sedikit romantis, nyatanya Rendra salah besar.
Malah detik inilah kesabarannya akan diuji. Di sepanjang jalan yang mereka lewati, entah angin atau badai apa yang menginspirasi Lena terus bernyanyi tak karuan. Mending kalau nyanyinya bagus, nah ini fals, tapi Rendra memang dasarnya anak baik. Ia senyum-senyum saja walau kadang kupingnya jadi gatal.Gatal atau pengang?
Dua puluh menit berada di atas kendaraan, akhirnya mereka berhenti di tempat beroperasinya para pedagang-pedagang kaki lima.
Lokasinya sangat ramai. Orang-orang asik berseliweran untuk berburu jajanan murah dan enak.
Mata Lena tampak berbinar-binar melihat banyaknya makanan yang berjejer. Keduanya melewati beberapa pedagang kue dan gorengan yang enak-enak. Sayangnya, Lena sedang tidak ingin makan kue atau semacamnya, melainkan makanan yang berkuah.
"Soto betawi," tunjuk Lena girang. untung tidak pakai lompat-lompat kayak anak kecil ketemu mainan. Rendra mengacak rambut Lena lembut, lalu memberi isyarat pada si Abang untuk memesan.
"Bang, aye pesen soto betawi dua, ye, kagak pake lame," ucap Rendra berusaha berlogat betawi. Ceritanya sih biar lebih membaur dengan penjualnya.
Ujung-ujungnya Lena jadi garuk kepala dan bingung karna pedagangnya sendiri menggunakan logat madura.
Mana ngerti dia. Saat duduk, Rendra sempat memergoki Lena sedang murung, tapi ia tak melakukan apa-apa, lebih baik ia diam dan berpura-pura tidak tahu, demi menjaga perasaannya.
Setelah beberapa menit menunggu, dua porsi soto betawi tersaji di depan mata mereka dan siap untuk disantap.
"Lo makan apa kerasukan sih? Liat, kuahnya aja masih panas gitu," kata Rendra yang memerhatikan Lena makan.
"Biarin, gue lapar tau," jawab Lena sekenanya. Rendra meraih tisu dan membersihkan makanan yang menempel di sekitar mulut Lena sambil tersenyum lucu.
"Apaan sih, malu tau diliatin orang."
"Malu?" Rendra melirik para pengunjung di kanan-kirinya, "Gue nggak tuh." Sekali lagi Lena menonjok lengan Rendra sebagai tanda protes.
"Sana lo jauh-jauh, gangguin gue makan aja."
"Gitu aja ngambek." Rendra kemudian meletakkan mangkuk sotonya. Ia mengambil gitar dan berinisiatif memainkan satu lagu.
Katakan aku emang perhatian
Akui bila aku paling romantis
Jangan ragu bilang aku baik
Bila perlu ucapkan i love you
Sekarang...
Soto beserta kuah yang semula berada di dalam mulut Lena mendadak menyembur keluar. Rendra jadi ikutan panik melihat perempuan itu terbatuk-batuk. Namun sukurlah batuk Lena mulai mereda usai meneguk air minumnya hingga habis tak bersisa.
"Udah enakan?" Rendra tampak masih cemas. Lena hanya menjawab dengan anggukan lalu mengatur napas yang sempat terasa sesak.
"Tadi lo keselek karna denger gue nyanyi, ya?" Rendra bertanya lagi, tapi seperti ragu-ragu. Bukannya langsung dibalas dengan kata-kata, Lena malah spontan menjitak kepala Rendra hingga terdengar bunyi 'pletak' yang 99 persen akurasinya dijamin bisa bikin benjol.
"Aduh sakit!" Lena tersenyum puas sambil meniup tangannya seperti gaya koboy yang telah melepaskan tembakan yang tepat sasaran.
"Tau rasa lo, Lagian lo nyanyi apa narsis sih, bikin orang geli aja."
"Sori." Mereka diam sesaat. Rendra mengambil mangkuk sotonya dan menyuap sesendok demi sesendok. Begitu juga Lena yang lanjut memakan sisa makanan di mangkuknya. Di tengah makannya, Rendra tiba-tiba membulatkan mata seakan baru ingat rencana yang menyenangkan.
"Ohya, gimana kalau habis ini kita naik bianglala, gue baru ingat ada taman bermain sekitar sini yang baru aja buka, mau coba?"
Lena sedikit kecewa. "Tapi gue takut ketinggian."
"Kalau Bom-bom Car, komedi putar?"
Wajah Lena berseri. Rendra tahu itu merupakan tanda persetujuan."Oke, ayo cabut."
"Buru-buru amat. Bayar dulu kali sotonya."
"Oiya ...." Rendra nyengir menatap si Abang penjual soto, "berapa bang semuanya?" tanya Rendra mengeluarkan dompet.
"Dua puluh satu ribu, Dek!" Rendra segera menyerahkan selembar uang dua puluh ribu dan selembar uang sepuluh ribuan.
"Kembaliannya Abang simpan aja. Makasih ya, Bang," ucap Rendra sekaligus berpamitan.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Kumpulan Cerpen
Short StoryHanya kumpulan cerpen. Follow sebelum baca. *** peringatan....!! Di dalamnya ada pertumpahan darah juga, bagi yang di bawah umur, tolong bijaklah dalam memilih bacaan. Bacaan ini hanya diperuntukkan bagi pembaca 17+ Terima kasih atas pengertiannya.