Warung 19

50 3 0
                                    


"Rileks aja, nggak usah tegang."

Lena menoleh pada sumber suara yang mengajaknya berbicara, kemudian ia tersenyum lemah dan mengangguk.
Mobil berhenti di depan sebuah rumah besar berlantai dua. Mereka akhirnya telah sampai di tempat tujuan. Sejenak Lena memerhatikan rumah mewah tersebut lalu dalam benaknya terlintas kata yang mempertanyakan kepantasannya berada di sini.

Apakah bisa seorang Lena dengan hidupnya yang sederhana ini layak berada di sekitar kaum elit seperti keluarga Diyo? Memikirkan hal itu, Lena seketika merasa down dan tak ada lagi semangat seperti sejak awal.

Tanpa harus berpikir panjang lagi, Diyo membuka pintu rumahnya sambil menggandeng tangan Lena.

"Mah, Mama. Tamu istimewa kita udah dateng nih. Auw!" keluh Diyo merasakan sebuah cubitan di pinggangnya.

"Makanya, nggak usah berlebihan," tegur Lena plus hadiah pukulan di lengan Diyo.

"Eh, kalian udah pada nyampe. Nah, mari silakan masuk, kita langsung mulai aja acara makan malamnya. Ayo, Nak, sini. Jangan sungkan-sungkan. Ya ampun, cantiknya." Mama Diyo berjalan menghampiri Lena dan meraih tangan perempuan itu agar mengikutinya ke ruang makan.

Lena yang masih canggung hanya bisa mesem-mesem mendapatkan perlakuan baik oleh si tuan rumah. Pokoknya jauh dari kesan angkuh seperti apa yang ia duga sebelumnya.

"Wah, tamu kita rupanya sudah datang. Ayo silakan duduk." Giliran Papa Diyo yang menyapa Lena. Pria paruh baya itu ternyata sedang menunggu di meja makan.

"Iya, Om," kata Lena cengengesan lalu duduk bersamaan dengan Mama Diyo.

"Kamu mau lauk apa, biar Tante ambilin."

"Ah, nggak usah repot-repot, Tante, nanti saya ambil sendiri."

"Nggak pa-pa, nggak ngerepotin kok, lagian kamu 'kan tamu di rumah ini. Jadi, sudah seharusnya Tante memperlakukan kamu dengan baik."

"Duh, saya jadi nggak enak nih. Sekali lagi makasih, Tante."

"Sama-sama."Mama Diyo kembali menyerahkan pirirng Lena yang sudah diisi nasi dan berbagai lauk.

"Mah, Diyo juga," kata Diyo sambil mengangsurkan piringnya yang masih kosong.

"Iya boleh."

"Ngomong-ngomong, sekarang sedang sibuk apa?" tanya Papa Diyo dan tentu saja pertanyaan tersebut ditujukan kepada Lena. Mendengar ucapan Papa Diyo, Lena nyaris tersedak makanan di dalam mulutnya.

"Mmm ...."

"Pah, Lena itu tiap hari bantuin mamanya jagain warung," jelas Diyo tanpa diminta. Terang saja Lena yang duduk di samping Diyo segera menyikut lelaki itu. Namun Diyo tetap santai seperti tak terjadi apa-apa.

"Ohya? Wah, kalau gitu Om salut banget sama kamu. Masih muda, tapi sudah ada semangat untuk bekerja."

"Itu sih Tante banget. Dulu waktu seusia kamu, Tante juga sering bantuin ibu Tante jagain toko, jadi pada saat itu, pas sehabis pulang kuliah, Tante langsung jaga toko sampai malam, kalau kebetulan lagi ada tugas dari kampus, biasanya Tante ngusahain buat ngerjain tugas itu pada malam harinya sampai harus begadang, tapi kalau tugasnya berkelompok, yah mau nggak mau, Tante menyerahkan sepenenuhnya sama ibu Tante," timpal Mama Diyo panjang lebar.

"Tante emang hebat."

"Ah, bisa aja kamu."

"Menurut cerita Diyo, dulu kalian satu sekolah waktu SD, bahkan sekelas lagi, berarti kalian ini seumuran 'kan?"

"Iya, Om, benar."

"Berarti seharusnya kamu juga udah duduk di bangku kuliah dong? Nah, kalau boleh Om tau, kamu kuliah di mana? Apa satu kampus lagi sama Diyo atau udah beda Universitas?" tanya Papa Diyo. Lagi-lagi pertanyaan yang diberikan oleh pria paruh baya itu begitu sulit untuk Lena jawab.

Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang