Di Bawah Naungan Pohon Mangga (Part 2)

574 14 96
                                    


Aku duduk bersandar di kursi ruang tamu milik kak Sitta. Ah, nyaman sekali. Mataku melirik kue di atas meja yang sepertinya sudah tidak sabar ingin kumakan. Jika kue-kue itu bisa bicara, mungkin mereka akan berebut untuk mengatakan,

Ayo, tunggu apa lagi? Cepat makan aku, aku manis loh. Lihat, betapa lezatnya aku. Kamu pasti tidak mampu menahan godaan coklat dan kream ini.

Atau mungkin saja, beberapa di antara mereka menolak untuk kumakan dengan menyembunyikan kue yang berukuran kecil di balik tubuhnya.

Tolong jangan makan kami, kami baru saja keluar dari Oven dan terpanggang cukup lama di dalam sana, kami menjerit kepanasan, tapi tidak seorang pun yang peduli. Setidaknya beri kami air atau kipas untuk meringankan beban kami. Sekarang kamu seenaknya saja ingin memakan kami, di mana hati nuranimu?

Sekarang kue-kue itu berangkulan, saling menguatkan satu sama lain dengan menghapus sisa air matanya, aku terenyuh menyaksikan betapa menyedihkan kehidupan mereka. Memang benar kata kue-kue itu saat mempertanyakan di mana hati nuraniku? Apakah sudah mati?

"Kenapa diliatin aja kuenya?" Kata kak Sitta membuyarkan imajinasiku seraya membawa nampan berisi beberapa gelas teh.

"Hehe, iya kak. Mau makan, tapi belum dipersilahkan." Jawabku cengengesan. Tentu saja aku tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Biasanya juga langsung dimakan." Celetuk kak Zahfa, bibirnya tersenyum simpul, mengira aku sedang jaga image di depan bang James, kak Hana dan kak Krisna, tamu-tamu kak Sitta pagi ini.

"Apa sih, kak." Aku menyikut lengan kak Zahfa, mungkin cukup keras hingga majalah di tangannya meluncur bebas ke lantai, dengan gerakan cepat aku mengambil majalah itu dan mengembalikannya ke tempat semula.

"Nggak usah grogi gitu dong." Bisik kak Zahfa di telingaku.

"Apa? Siapa yang grogi coba?" Aku menatap kak Hana dan kak Krisna bergantian. Pasangan muda yang tidak terlalu muda itu memang terlihat sangat serasi. Ganteng dan cantik. Kapan ya, aku bisa seperti mereka? Hatiku sudah terlalu lama sendiri, sama sekali tak ada asupan nutrisi cinta yang menyejukkan sanubari. Eaaaa.

Karena bosan dengan pembicaraan mereka yang sepertinya akan sangat lama, aku ingin menggunakan otakku sejenak untuk berpikir, tentang seseorang yang duduk tepat di samping kak Sitta. Yup, bang James Josep. Pantas saja, aku merasa tidak asing saat kak Zahfa pertama kali menyebut namanya.

Kalau tidak salah, sekitar delapan bulan lalu, aku pernah membaca sebuah novel yang merupakan karya pertamanya di Wattpad, berjudul 'Tiga Hantu Polisi Tampan', menceritakan tiga polisi muda yang mati dan menjadi hantu. Akibat situasi dan kondisi yang tidak biasa, mereka berubah menjadi hantu yang tidak sempurna. Mereka harus berusaha keras agar dapat menjadi hantu yang memiliki kekuatan seperti hantu pada umumnya.

Asal kalian tahu saja, alur ceritanya keren, tidak mudah ditebak dan pastinya tidak membosankan.

"Julia tinggal di kompleks ini juga?"

Aku kaget setengah mati. Bang James, orang yang sejak tadi kubicarakan bertanya padaku, apa dia tahu kalau aku sedang membicarakannya?

"I-iya rumahku di samping rumah kak Zahfa."

"Samping rumahnya Genta juga." Timpal kak Hana.

"Oh, yang ada pohon mangganya itu?"

"Iya." Jawabku sedikit heran. Kok dia tau? Jangan bilang dia sudah sering ke sini.

"Kemarin sore aku liat ada cewek main gundu di bawah pohon mangga itu, itu kamu ya, Jul?" Tanya bang James lagi.

"Haha. I-iya, buat olahraga aja kok, nggak ada maksud lain, siapa bilang aku main gundu cuma buat ngecengin si Genta. Haha, nggak lah." Oops keceplosan, aku membekap mulutku sendiri, kebiasaanku satu ini memang sangat sulit kuhindari. Terdengar suara tawa tertahan di sekitarku, aku malu sekali. Bukan hanya itu, kak Krisna yang selalu terlihat cool pun tidak bisa menahan tawanya dan hampir saja menyemburkan teh yang ia minum. Situasi macam apa ini? Siapa pun, TOLONG AKU.

Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang