Di Bawah Naungan Pohon Mangga (part 1)

800 14 179
                                    


Hei, pembenciku jangan benci aku nanti kamu tersiksa.
Hei, pembenciku jangan mengintaiku nanti kamu kecewa.
Aku senang-senang menikmati hidupku.
Kenapa kamu yang jadinya tersiksa, terganggu karena aku.
Ngaku-ngakunya bahagia, tapi kenyataannya.
Kamu susah, susah melihat, melihat kalau aku bahagia.
Itu DERITA LOOOO!!

Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Band Rock ternama Indonesia menemani kesendirianku di dalam kamar, suaraku pun tidak luput mengiringi lagu itu.

"Itu DERIIITA LOOOOOO!!"

"Juliaaa! Kamu ngapain di dalem, kesurupan, ya? Buka pintunya."

Astaga. Itu mama, GAWAT! Aku pun terpaksa menghentikan konser tunggalku untuk sementara waktu daripada pintu kamarku ambruk karena terus digedor-gedor oleh mama.

"Ini namanya cara menikmati hidup, Mama kan nggak jomblo jadi Mama nggak bakalan ngerti, deh."

"Menikmati hidup apa? Sapu Mama mana?"

"Dipake main gitar, Ma."

"Apa? Sini Mama mau nyapu."

"Iya..." aku berjalan menuju pintu dan segera membukanya. "Nih." Kataku sambil memberi sapu yang menjadi gitar dadakanku pagi ini.

Aku hendak menutup pintu, tetapi suara lantang mama menggagalkannya.

"Ya ampun, Juliaaa! Kenapa kamar kamu berantakan banget, sih? Ini lagi kenapa gulingnya bisa nangkring di atas lemari gitu? Beresin. Mama nggak mau tau, kalau Mama udah balik dari pasar Gembrong dan kamar kamu masih belum rapi juga jangan harap kamu dapat makan siang!"

"Iya Ma, iya." Jawabku sabar, aku tidak ingin berdebat dengan mama lebih lama lagi, sebagai anak rajin dan penurut aku segera melakukan apa yang mama perintahkan.

Pertama-tama yang kulakukan adalah mengambil guling di atas lemari lalu meletakkannya di kasur, mengganti sprei dengan yang baru dan melipat selimut yang kupakai semalam. Cihuyyy, akhirnya selesai juga tugas berat ini.

Huufft, aku lelah sekali, sekarang aku butuh sesuatu yang bisa membuat energiku kembali. Yah, pohon mangga itu. Err, maksudku pemilik pohon mangga itu. Aku mengintip dari celah jendela kamar, kulihat Genta sedang mencuci motor di halaman rumahnya. Aku terkikik, aku yakin dia pasti akan lari ketakutan jika tau aku selalu mengintipnya seperti ini.

Eiits, jangan katakan bahwa aku ini seorang penguntit, Genta itu sahabatku sejak kecil sama seperti Mika.

Aku keluar kamar, perutku rasanya keroncongan sekali dan kopi kapal selam sepertinya cocok untuk menemani sarapanku pagi ini. Hmm, sempurna.

Udara pagi yang sejuk membawaku ke teras rumah, aku duduk dan menikmati sarapan yang kubuat sendiri di dapur.

Sebuah langkah kaki terdengar dari luar pagar, di sana ada sosok Mika yang tersenyum dengan senyumnya yang khas, bisa dilihat jika Mika tersenyum maka sebelah matanya akan tertutup. Hehe, lucu sekali, bukan?

"Juliaaaa, main yuk." Seru Mika ceria.

"Nggak mau, aku lagi sibuk." Tolakku mentah-mentah.

"Kamu sibuk apa?"

"Sibuk sarapan, nggak liat?" Mataku tertuju padanya sambil menyeruput kopi kapal selamku yang tinggal seperempat gelas.

"Ya ampun, sarapan aja dibilang sibuk, emang kamu lagi sarapan apa, sih? Kayaknya enak tuh."

"Indomie rasa mantan." Jawabku malas. Mika tertawa terbahak-bahak, mungkin karena menu sarapanku terdengar tidak biasa di telinganya atau mungkin juga dia mengira aku sedang melawak.

Hanya Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang