- Wali Kala
(Via Telepon)
Pak Radhika
Selamat siang. Dengan Pak Radhika, walinya Kala betul?
Iya betul. Ini siapa dan ada perlu apa?
Saya guru BK di sekolah anak Bapak. Bapak bisa ke sekolah sebentar, ada hal yang perlu kita bicarakan
Baik, saya segera ke sana
*****
- Wali Naka
(Via Telepon)
Pak Arya
Selamat siang. Dengan Pak Arya, walinya Naka betul?
Anda siapa?
Saya guru BK di sekolah anak Bapak
Bikin ulah apa lagi anak itu?
Maaf sebelumnya apa Bapak bisa hadir di sekolah sekarang? Ada hal yang perlu dibicarakan
Dalam konteks apa? Saya harus tau apa kesalahan dia
Maaf tapi masalah ini masih harus kami pastikan, dan saya harap Bapak bisa hadir sebagai wali
Saya sudah tidak ada urusan dengan anak itu. Hubungi saja ibunya yang sakit jiwa itu
*****
- Mengaku
"Saya kasih satu kesempatan untuk kalian menjelaskan yang sebenarnya," ucap guru wanita dengan kacamata bulat itu.
Naka dan Kala duduk berdampingan dengan guru yang terkenal tegas itu di hadapan mereka. Kala tak mau membuka mulut. Sejak tadi ia terus menunduk. Meski genggaman Naka tak pernah lepas, tetap saja Kala merasa takut.
Tak kunjung mendengar suara siswanya, guru itu mengubah pertanyaan. "Baik, akan ibu permudah. Jadi desas-desus itu benar adanya atau hanya rumor belaka?"
"Terakhir kali ibu ulangi, benar atau tidak kalian menjalin hubungan sesama jenis? Benar kalian pacaran?" Volume suaranya lebih meninggi, agaknya kesabaran Ibu ini mulai terkuras.
"Benar. Semuanya benar."
Kala menoleh cepat ke arah Naka. Ia tidak salah dengar bukan? Naka mengakuinya, hubungan mereka. Memang pikir Naka mengelak pun tak ada gunanya, lagi pula sampai kapan mereka bisa menyembunyikan semuanya. Dia ingin mengakui Kala-nya.
Bu Ratna—nama guru mereka—memijit kening frustasi. Kepalanya benar-benar pening menghadapi dua muridnya ini. Dulu Bu Ratna memarahi mereka karena sering menyebabkan keributan dan masalah lain seperti siswa pada umumnya, tapi kini konteksnya menjadi lebih serius.
"Kalian tahu tidak apa yang sudah kalian lakukan itu salah?"
"Kami tahu." Kembali Naka yang menjawab.
"Kalian juga tahu kan apa akibatnya? Kabar ini sudah menyebar ke mana-mana. Nama sekolah jadi jelek karena kalian. Apalagi topiknya sangat sensitif. Mau ditaruh di mana muka sekolah kita Naka, Kala?!"
"Permisi," ucap Papa Kala yang baru datang.
Kala dan Naka sama-sama terkejut. Bagaimana bisa orang tua Kala mendadak datang? Apa guru mereka memanggilnya?
Yang jadi masalah sekarang, siapa yang guru itu hubungi untuk mewakili Naka?
"I–ibu manggil wali saya juga?" tanya Naka was-was.
"Iya, tapi sepertinya ayah kamu tidak bisa hadir. Apa kamu ada wali lain? Ibu kamu mungkin?"
"Tidak, jangan! Ibu saya tidak ada di kota ini."
Terpaksa Naka harus berbohong. Ia belum siap jika ibunya tahu. Naka pasti akan mengaku, pasti, tapi tidak seperti ini caranya.
Radhika masuk usai dipersilakan. Langkah kakinya mendekati sang putra yang menunduk lebih dalam. Kala takut menatap mata papanya. Kala takut membuat pria itu kecewa. Hubungan mereka bahkan baru terjalin, apakah harus diputuskan lagi?
"Berhubung Bapak sudah ada di sini, saya akan menjelaskan apa yang sudah terjadi."
Tak bisa dipungkiri, Radhika begitu terkejut akan penjelasan wanita di hadapannya. Pria paruh baya itu menoleh, menatap putranya sendu. Ia tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Terlebih lagi pada Kala, putra sematawayangnya.
"Pilihannya kalian harus mengakhiri hubungan haram ini, atau terpaksa pihak sekolah akan mengeluarkan kalian," putus Bu Ratna.
Dari kedua pilihan tersebut, memilih salah satupun hasilnya akan sama saja. Dunia terlanjur tahu, jika Naka dan Kala memilih untuk keluar dari sekolah, akankah hubungan mereka bisa tetap bertahan?
Kala berdiri, tanpa sepatah kata pergi meninggalkan ruangan. Naka mengikuti, pun Radhika setelah memberi salam permisi.
"Kal, gue anter ya."
Cekalan tangan Naka dilepas pelan, Kala memilih untuk menyetop taksi di depan gerbang. Kala ingin cepat-cepat pergi dari sini. Dari semua tatap mata. Kala ingin sendirian.
"Gue mau sendiri dulu, sebentar."
*****
- Jalan dan Arah
Kala masuk ke kosnya, lalu cepat-cepat mengunci pintu agar papanya tak bisa ikut masuk. Iya, Radhika mengikuti taksi yang dinaiki Kala. Sebagai seorang ayah, Radhika tidak bisa membiarkan putranya begitu saja dalam situasi seperti ini.
"Kala, buka pintunya nak."
Tak ada sahutan. Kala menutup mulutnya rapat-rapat agar isaknya tak didengar orang di luar.
"Kala, papa nggak bilang papa marah sama kamu. Papa akan biarin kamu sendiri dulu sekarang, tapi ingat ya nak kamu bisa datang ke papa kapan saja. Papa nggak akan ninggalin kamu."
Dibanding rasa kecewa, justru rasa bersalah Radhika lebih besar adanya. Jika waktu bisa diputar, Radhika tak akan membiarkan putranya hidup sendirian bertahun lamanya. Di saat anak lain hidup bersama dengan orang tua yang lengkap, Kala bahkan tak tahu apa itu keluarga.
Ini bukan tentang salah didikan. Baik Radhika maupun Irene tak satupun pernah mengajarkan sesuatu pada Kala. Semua Kala dapatkan dengan sendirinya. Jika sekarang jalan yang Kala ambil salah, semua karena orang tuanya tak pernah memberi arah.
Tapi satu hal yang dilupakan, Radhika tak pernah tahu jalan apa yang diinginkan putranya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me ✔ | hyunlix lokal au
FanfictionTentang mereka yang saling menguatkan dalam ikatan terlarang. hyunlix lokal au ⚠️ - bxb - harsh word - bahasa semi baku - ini cuma fiksi. start : 25/06/2021 finish :