||13|| Incident

647 43 15
                                    

Sut sabar Bentar lagi
Sabar
Hahahahah
Cieee engga sabar yaaa😂

Aku tunggu rame dulu nanti baru update semuaa

Udah lama kuketik chapternya,  udah Banyak yang ku update tapi engga rame:(
Jadi aku unpublish

***

Badan Aqilla menggigil hebat, giginya beradu tanpa bisa dikendalikan. Ia berusaha meredakan getaran di tubuhnya dengan membungkus diri dalam pakaian yang dipinjamkan Aulina, adik perempuan Banta. Udara dingin malam itu menusuk tulang, dan pakaian hangat yang dikenakannya terasa seperti sebuah berkah yang tak ternilai harganya. Meski demikian, rasa syukur itu tidak bisa sepenuhnya menutupi ketidaknyamanan yang merayapi dirinya.

Aqilla mencoba untuk tetap tenang, tetapi sulit baginya untuk mengabaikan perasaan aneh yang menyelinap ke dalam pikirannya.

Bagaimana bisa hidup begitu sederhana, tapi tetap terasa hangat? pikirnya.

Sebenarnya, sejak awal ia sudah merasa terasing di tempat ini. Suasana desa yang hening, rumah-rumah kayu sederhana, dan kehidupan yang begitu berbeda dari keseharian mewahnya di kota besar membuat Aqilla merasa canggung.

Ketika mandi tadi, Aqilla benar-benar merasa tersesat. Air dingin dari sumur yang sudah disiapkan oleh ibu Banta membuatnya menggigil tak terkendali. Ia terbiasa dengan air panas yang melimpah di kamar mandinya, tapi di sini, ia harus belajar menyesuaikan diri. Melihat ibu Banta menimba air dengan cekatan, mengisi ember besar tanpa keluhan, membuat Aqilla merasa kecil. Ia tidak pernah membayangkan betapa sulitnya hidup di tempat seperti ini, jauh dari kenyamanan yang selalu ia anggap biasa.

Setelah selesai berpakaian, Aqilla duduk di atas ranjang kecil yang terasa keras di bawah tubuhnya. **Kapuk,** pikirnya. Bukan kasur empuk seperti yang biasa ia tiduri, tetapi tetap terasa nyaman di tengah kelelahan yang ia rasakan. Matanya menjelajahi ruangan yang sangat sederhana—hanya ada ranjang, lemari kayu dua pintu, dan dinding yang polos tanpa hiasan. Namun, kesederhanaan itu justru memancarkan kehangatan yang berbeda, sesuatu yang tak pernah ia temukan di rumah besar miliknya.

Di sini, di kamar sederhana Aulina, Aqilla merasakan sesuatu yang telah lama hilang dalam hidupnya—ketenangan. Meskipun segala sesuatunya jauh dari kemewahan, ada kedamaian yang perlahan menyusup ke dalam hatinya. Ia mulai menyadari betapa borosnya ia hidup selama ini, betapa banyak hal yang sebenarnya tak ia butuhkan, namun tetap ia kejar tanpa henti.

Malam itu, dengan tubuh yang masih menggigil, Aqilla merenungkan kehidupannya yang selama ini ia jalani. Ia selalu merasa tidak pernah puas, selalu ingin lebih, tetapi di sini, di desa terpencil ini, ia baru benar-benar sadar bahwa kebahagiaan sejati tidak diukur dari seberapa banyak yang dimiliki, melainkan dari seberapa dalam kita bisa bersyukur atas apa yang sudah ada. Aqilla tahu, perasaan ini tidak akan hilang begitu saja, dan mungkin, inilah awal dari perubahan yang ia butuhkan selama ini.

Ting

Aqilla membuka ponselnya saat mendengar suara, ada sebuah pesan dari Megan

Megan
Jangan makan sembarangan
Gw sibuk engga ada waktu ngurusin lo

Aqilla hanya membaca tanpa berniat membalas, Megan bukan hanya asisten bagi Aqilla tapi, lebih dari itu lelaki itu adalah Sepupunya Aqilla, Megan adalah keponakan Barra.

"Engga ada yang minta" gumam Aqilla

Aqilla melangkah keluar dari kamar dan langsung berhadapan dengan ruang tamu yang sudah digelar tikar. Di atas tikar itu, beberapa makanan sederhana telah ditata dengan rapi, dan Banta sudah duduk bersila di dekat ibunya. Suasana terasa hangat, meskipun sangat berbeda dari kehidupan mewah yang biasa ia jalani.

Kisah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang