||15|| My Bad

33 1 0
                                    

Hehehe
Maap yaaa udah bikin kalian nunggu lama

Kesel kan
Hahahha

Udah pastilah:)
Terimakasih udah mau nunggu:)

***

Bianca duduk terpaku di kursi ruang tunggu rumah sakit, tubuhnya terasa lemas seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter mengguncang seluruh dunianya. "Kami mohon maaf, janin di dalam kandungan pasien tidak bisa kami selamatkan," ucap sang dokter, suaranya terdengar jauh dan bergaung di telinga Bianca.

Air mata Bianca mengalir deras, seperti tak terbendung. Ia mencoba memahami situasi yang baru saja menimpanya.

Bagaimana mungkin Aqilla hamil, dan ia sama sekali tidak mengetahuinya?

Bianca merasa seperti dihantam oleh kenyataan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Pikirannya dipenuhi pertanyaan, dan setiap pertanyaan hanya menambah beban di hatinya.

Ketika ia melihat Megan berbicara dengan seorang pria asing di sudut ruangan, Bianca berusaha memusatkan perhatian pada percakapan mereka untuk mengalihkan pikirannya.

Siapa pria itu?

Pakaian lusuhnya terlihat kontras dengan ketampanan wajahnya.

Bianca merasa pernah melihat pria itu sebelumnya, tetapi di mana? Rasa penasaran bercampur dengan kebingungan.

"Meg," panggil Bianca dengan suara pelan, mencoba menarik perhatian sahabatnya.

Megan menoleh dengan cepat. "Apa?"

"Orang tua Aqilla sudah dihubungi?" tanya Bianca dengan nada lemah.

Megan mengangguk. "Mereka dalam perjalanan ke sini," jawabnya singkat, tapi cukup untuk menenangkan sedikit kekhawatiran Bianca.

Namun, Bianca masih belum bisa melepaskan pandangannya dari pria asing yang disebut Megan sebagai Banta. Ada sesuatu yang aneh tentangnya, sesuatu yang membuat Bianca merasa tidak nyaman, tapi ia tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata. "Sejak kapan?" tanya Bianca, ingin tahu lebih banyak.

"Sebelum kita berangkat ke Aceh," jawab Megan, suaranya datar.

Bianca terkekeh, tetapi tak ada kebahagiaan dalam tawa itu. "Aku tidak sepenting itu, ya, bagi Aqilla?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Rasa sakit di hatinya semakin dalam. Aqilla, sahabat yang selalu ia temani, yang selalu ia coba bantu, bahkan tidak mempercayainya dengan rahasia sebesar ini. Apa lagi yang disembunyikan Aqilla darinya? Apa yang terjadi di antara mereka sehingga Bianca merasa begitu terasing?

Dengan hati yang masih terluka, Bianca berdiri. "Aku masuk dulu," katanya, berpamitan kepada Megan. Ia berjalan perlahan menuju kamar rawat Aqilla. Setiap langkahnya terasa berat, seperti menapaki tanah yang longsor.

Ketika ia membuka pintu, Bianca merasakan jantungnya mencelos. Di hadapannya, Aqilla terbaring dengan selang oksigen yang menutupi hidungnya, tubuhnya yang lemah diselimuti berbagai alat medis. Pemandangan itu terlalu menyakitkan untuk dilihat. Bianca merasakan air matanya kembali mengalir. Apa yang sebenarnya terjadi pada Aqilla? Mengapa ia harus menjalani semua ini sendirian?

Bianca duduk di sisi tempat tidur Aqilla, menggenggam tangan sahabatnya yang dingin. "Aku di sini, Aqilla," bisiknya, walaupun ia tahu Aqilla tidak bisa mendengarnya. Bianca hanya bisa berharap, berharap agar semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Tetapi ia tahu, kenyataan tak pernah seindah itu.

Kisah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang