Hay
KISAH KITA
UDAH BISA DIBACAYuk absen dulu jam berapa kalian baca Kisah kita?
Pembaca kisah kita ngilang ya
jangan lama-lama ya klo ngilang
***
Megan menarik napas dalam, mencoba meredakan rasa penasaran yang masih mengganjal. "Kalo kasusnya kayak elo gimana?" tanyanya sambil melirik Banta yang tampak tenang, seolah tidak ada yang bisa mengganggu pikirannya. Setelah merasa sedikit lebih tenang dan tidak lagi meratapi nasib burung peliharaannya, Megan kembali melanjutkan, "Maksud gue, si Qilla udah keguguran. Dia masih tetap kena hukum? Kan belom banyak yang tahu."
Banta hanya mengedikkan bahunya, sebuah gerakan yang tidak memberikan jawaban pasti.
Megan, yang sudah terlanjur penasaran, merasa gemas dengan sikap Banta yang tampak acuh. "Jawab dulu, astaga!" tuntutnya, semakin gemas dengan lelaki di depannya.
"Santai banget gue liatnya, kerjaan lo apaan sih?" Banta menghela napas, sedikit malas meladeni kecerewetan Megan.
"Petani," jawabnya singkat, berharap jawaban itu bisa menghentikan pertanyaan Megan. Namun, sepertinya harapannya sia-sia.
"Trus kalo misal nih, elo bedua ketahuan dan Qilla udah keguguran gimana?" Megan mendesak lebih jauh, masih belum puas dengan jawaban Banta.
Dalam hati, Banta mengumpat, merasa kesal dengan pertanyaan Megan yang menurutnya sudah jelas.
"Sama," jawabnya akhirnya, mencoba menjelaskan dengan sesingkat mungkin.Megan menatap Banta, merasa bingung dan tidak puas dengan jawaban itu.
"Bakal dicambuk atau dirajam?" tanyanya lagi, mencoba menggali lebih dalam, meskipun mungkin tidak siap dengan jawabannya.
Banta mendengus pelan, kesal dengan pembahasan yang terus berlarut-larut ini. "Hmm," jawabnya sambil menghela napas berat, "Dan kamu tidak usah berkoak. Tidak akan ada yang tahu kalau tidak ada yang bicara."
Megan terdiam, mencerna kata-kata Banta. Jawaban itu mengingatkannya bahwa di tempat ini, rahasia bisa menjadi hal yang paling penting untuk dijaga. Sebuah kebenaran yang menyakitkan, di mana hukuman bisa datang bukan hanya karena perbuatan, tapi karena ada yang tahu dan membocorkannya. Megan mulai mengerti bahwa dalam dunia ini, keamanan sering kali datang dari keheningan, dari menjaga rahasia rapat-rapat. Dan itu membuatnya semakin sadar betapa berbeda dunia yang kini ia masuki.
Megan menghela napas panjang, matanya menerawang ke langit yang mulai meredup. Dalam hatinya, ia berdoa agar tidak ada media yang mengetahui tentang kecelakaan Deandra Baw. Pikiran itu terus menghantui Megan, seperti bayangan gelap yang tidak bisa diabaikan. Ia tahu betul bagaimana media bisa mengubah sebuah insiden menjadi skandal besar yang tak terhindarkan, dan terakhir yang ia inginkan adalah nama Deandra menjadi bahan perbincangan publik.
"Semoga aja nggak ada yang tahu," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Banta melirik sekilas ke arah Megan, namun ia tidak mengatakan apa-apa. Dia mengerti kekhawatiran Megan—dunia mereka adalah tempat di mana reputasi bisa hancur hanya dalam hitungan detik jika terpapar kepada publik yang lapar akan sensasi. Megan hanya bisa berharap bahwa semua ini akan tetap terkubur, bahwa tidak ada seorang pun yang akan membocorkan apa yang sebenarnya terjadi.
Dengan perasaan waswas, Megan tahu bahwa menjaga rahasia ini mungkin menjadi tantangan tersendiri. Namun, lebih dari segalanya, ia berharap waktu bisa menjadi sekutunya—bahwa seiring berjalannya hari, perhatian orang akan beralih ke isu lain, dan kecelakaan Deandra Baw akan dilupakan seperti angin yang berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah kita
General FictionKISAH KITA: Harta, Tahta, Suka & Duka Dua Latar Belakang yang Berbeda Meet Teuku Banta Hendrik, seorang lelaki sederhana yang setiap hari bergulat dengan tanah dan keringat. Ia hidup di desa terpencil, mengais rupiah dari bekerja di ladang orang lai...