True Feelings but Fake Relationships | Sungchan [✓]

64. End Game

"Guys, gua duluan ya. Makasih banyak buat waktu waktu terbaik yang udah kita lalui. Jangan lupa kalo kalian selalu bisa dateng ke gua kapanpun lagi susah!" Kak Yeri sampai di depan pintu dengan beberapa koper dan barangnya. Hari ini bener-bener datang juga ternyata. Gua selalu wondering kapan gua nggak tinggal lagi di kostan ini dan hidup gua bakalan gimana kelanjutannya, dan sekarang, satu persatu dari angan-angan gua mulai kejadian.

"Hati-hati, Yer." Kak Koeun melambaikan tangan.

Kak Yeri menghela napas, terus senyum sambil nepuk pundak Kak Koeun. "Iya. And semoga lo bahagia terus ya sama Mark."

"Amin, makasih, Yeri."

"Santaiii. Di dunia ada milyaran cowok. Aneh banget kalau kita suka sama cowok yang sama. Ya kan! Yaudah, ini nggak ada yang mau bareng sama gua?"

"Enggak, nanti Mark jemput."

"Arin sama Sarah gimana?"

"Gua masih mau disini sampe besok, Yer. Sekalian berangkat. Lu jangan khawatir."

"Kalo aku abis ini pulang sendiri kak. Mungkin aku hubungin Papa aku."

"Oke, kalau gitu duluan ya guys. See you next time." Kak Yeri meluk kita satu-satu setelah itu dia beneran pergi menuju mobilnya.

Selanjutnya yang pergi adalah Kak Koeun. Kak Mark nyapa sebentar sambil bantuin Kak Koeun beresin barangnya terus langsung pergi nggak pakai duduk duduk dulu.

Disini cuman nyisa gua sama Kak Arin aja. Gua duduk di ruang makan nemenin Kak Koeun makan sereal.

"Koeun bener-bener definisi cinderella di dunia nyata ya. Di tinggalin orang tuanya dari masi kecil. Hidup sama tantenya dan di sia-sia, eh sampai kota ketemu pangeran kaya. Kok ada beneran ya kisah yang kayak gitu."

Gua cuman senyum nanggepin Kak Arin.

"Gimana, kenapa belom telfon papa lu juga?"

"Oke, aku telfon sekarang aja kali ya kak. Jam segini Papa biasanya nggak sibuk."

"Sibuk pun pasti lu tetep di jemput sama Papa lu."

Tanpa ragu, gua buka kontak dan nyari nomor Papa gua. Tapi bukannya berhenti di huruf P, jari gua ngescroll sampai huruf S.

Kenapa dia nggak pernah kepoin gua lagi ya?

Apa gua beneran nggak penting buat dia?

Harusnya dia mikir nggak sih, dia tinggal di rumah gua. Masa iya keenakan deket sama cewek lain?

Apa ngerepotin dia aja ya mendingan? Iya juga sih, kalau di pikir-pikir dia cuman numpang. Gak bayar, harusnya dia mau lah gua suruh-suruh. Di dunia ini nggak ada yang gratis.

"Aku telfon dulu kak." Gua berdiri, masuk ke kamar sambil menekan icon panggilan.

Sungchan jawabnya agak lama. Apa dia masih kerja ya? Ah, bodo, harus di repotin pokoknya!

Panggilan pertama nggak diangkat. Gua telfon lagi untuk yang kedua kalinya. Kali ini diangkatnya cepet.

"Halo? Maaf maaf, tadi HPnya, gua geletakin."

"Jemput gua di kostan, ya. Udah gua shareloc."

"Buset nggak salam dulu. Baru ngediemin gua empat hari juga."

"Jadi mau jemput apa enggak? Kalau enggak kendaraan umum banyak kok."

"Iya iya. Lu tuh gini dong, ada HP dipake buat ngehubungin gua. Dipake buat nyuruh gua jemput atau nganter kemana gitu. Jangan diem aja, terus naik kendaraan umum mulu."