"Kau bercanda. Dia ikut?!" Bucky melotot sambil menunjuk Zemo dengan dagu.
"Mau tak mau," Natasha mendesah sambil memakai sabuk pengaman.
“Dia punya nama, Bucky,” kataku sambil menutup pintu mobil.
“Jangan-jangan… oh,” Bucky melirik kaca spion. “Aku turut menyesal soal wastafelmu, bung.”
“BUCKY!” aku menutup wajah dengan tangan, berusaha mengabaikan tatapan Zemo karena malu.
“Jalan!” Natasha berseru dengan gemas. “Kau mau kita semua malam mingguan di kantor polisi?!”
“Iya, iya!” Bucky menggerutu dan langsung tancap gas.
15 MENIT SEBELUMNYA
Zemo mematikan telepon itu tanpa mengatakan apapun. “Gerakan mereka cukup lambat,” Zemo berkomentar sebelum ia membanting ponsel itu ke lantai. Benda rapuh yang memang sudah usang itu langsung hancur. “Ini bukan kali pertama ponselku disadap,” ia menambahkan.
“Sekarang, apa?” Natasha menaikkan alis.
“Ada orang-orangku di basemen,” kata Zemo. “Aku akan pergi ke mansionku. Kalian boleh ikut, jika kalian butuh tumpangan.”
Bucky bilang ada banyak tentara dan helikopter intai di atas – tempat ini memang sudah dikepung. Tapi besar kesempatan juga kalau basemen itu sudah dipenuhi oleh orang-orang penelpon tadi. Kemungkinan besar para polisi itu juga sudah memasang barikade dalam radius beberapa blok. “Jangan,” aku berkata. “Kita harus menganggap para polisi sudah mengepung basemen.”
“Kau punya rencana yang lebih baik?” Zemo bertanya.
Natasha menunduk dan diam-diam tersenyum kecil sambil mengetik di ponselnya. “Terima kasih pada pria ganteng di luar, semua kamera pengawas sudah dia matikan,” kata Natasha. Kurasa ia juga punya pemikiran yang sama denganku. “Suruh orang-orangmu di basemen untuk mematikan lampu. Sakelarnya pasti ada di pos satpam, jadi temukan pos itu dengan cepat,” kataku. “Dalam aba-abaku, mereka harus menyetir mobilmu secepat dan sejauh mungkin dari sini. Itu akan memancing semua polisi untuk mengejar mobilnya. Sementara itu, kita akan menyelinap lewat belakang. Supir kami menunggu tak jauh dari sini.”
Zemo menoleh pada Oeznik. “Lakukan sesuai rencana nona (Y/l/n). Itu perintah,” kata Zemo.
Pria tua itu mengangguk cepat, lalu segera pergi. Mungkin langsung ke basemen. Kami bertiga segera minggat dan lari ke pintu yang mengarah ke dapur. Natasha berlari paling depan, diikuti olehku dan Zemo. Tidak ada orang yang ada di sana. “Kemana semua orang?” tanyaku ketika kami memasuki bagian restoran belakang. “Evakuasi,” Zemo menebak ketika kami mengendap-endap di ruang khusus karyawan. “Mereka mengancam akan mengebom tempat ini, ingat?”
Kami keluar dari ruang khusus karyawan dan mulai menyusuri lorong ketika kami mendengar suara pria yang sedang bicara lewat walkie-talkie. Arah suara itu dari tangga yang ada di ujung lorong. Natasha yang berdiri beberapa meter di depan kami langsung mendorong sebuah pintu di sebelahnya dan bersembunyi. Zemo tampaknya mendengar hal itu juga, karena ia langsung menarikku memasuki sebuah pintu. Ia berusaha mengatupkan pintu itu sepelan mungkin.
Ternyata ia menarikku ke dalam kamar mandi. Setelah menjauhi pintu depan, aku berbisik padanya, “Hei, menurutmu ini toilet perempuan atau laki-laki?”
Tatapan Zemo yang tadinya waspada jadi melunak. Sebelum ia sempat mengatakan apapun, kami mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.