Aku baru selesai minta izin pada Natasha untuk menyelesaikan giliran kerjaku jam dua belas siang pas. "Anak-anak kucing dan anjingku tak berhenti bersin pagi ini. Aku harus membawa mereka ke dokter," kataku menjelaskan. "Lakukan apa yang kau mau asal jangan membawanya kembali ke sini," kata Natasha sebelum aku pergi.
Langit siang yang cerah menyambutku ketika aku keluar dari restoran. Tidak ada orang yang tidak punya tujuan di trotoar — semuanya punya suatu tempat yang dituju, agenda yang perlu dikerjakan, atau orang yang perlu ditemui. Aku sering berpikir; di antara lautan manusia yang melewatiku setiap hari, siapa di antara mereka yang akan bersilang jalan denganku? Siapa di antara mereka yang akan menjadi temanku, atau cuma orang asing yang berlalu?
"Aku tidak menyangka kau akan mangkir kerja. Kau terlihat seperti karyawan teladan."
Aku menoleh dan menemukan sumber suara itu; Zemo tahu-tahu berusaha berjalan menyusulku. "Langkahmu lumayan cepat," ia berkomentar.
"Aku tidak begitu suka dengan penguntit," aku terus berjalan.
Akhirnya Zemo menemukan cara untuk bisa menyesuaikan langkahku. "Nona Romanoff tidak memberiku nomor teleponmu, jadi aku datang ke restoran tapi kau sudah tidak ada," Zemo menjelaskan. "Aku minta maaf, seharusnya aku minta janji untuk bertemu denganmu."
"Baiklah, Zemo. Katakan apa yang kau mau."
"Waktumu."
Aku berhenti berjalan, dan begitu juga dengan Zemo. Pria ini tahu apa yang ia inginkan, tidak sepertiku yang kadang sulit mengutarakannya. "Jika kau bersedia memberikannya untukku, tentu saja," ia menambahkan.
"Mengapa kau melakukan ini?" Aku bertanya dan melangkah lebih dekat padanya. "Singkirkan bayanganmu tentang aku, dan kau akan melihat kalau aku bukan wanita yang gemar melakukan kekerasan atau kejahatan setiap hari. Aku cukup menyukai kehidupan normalku, dan kehidupanku tak terlalu menarik."
Aku meninggalkannya ketika ia menyusulku di depan. "Mungkin itu yang kuinginkan," Zemo mencegatku, "aku minta waktu untuk memahami kamu."
Aku hendak membantahnya, namun sesuatu di dalam sorot matanya yang yakin mengurungkan niatku. Namun untuk alasan yang tak kuketahui mengapa, aku tersenyum mendengarnya. Rasanya menyenangkan jika kau punya seseorang untuk membagi hidupmu. "Baiklah," aku memberi gestur untuk tetap berjalan.
Tak lama kemudian kami tiba di gedung apartemenku. Aku menyuruhnya menunggu di luar sementara aku cepat-cepat mengambil kotak berisi hewan mungil itu dan kembali turun. "Aku akan membawa mereka ke dokter hewan," aku memperlihatkan hewan-hewan itu pada Zemo.
"Apa sebaiknya kita tidak memakai mobilku?" Zemo menunjuk BMW yang parkir di depan apartemen. Oeznik duduk di belakang kemudi.
"Aku mau saja, tapi kita bisa mendapat.... privasi lebih banyak sambil jalan kaki," kataku dan melirik ujung jalan. "Lagipula kliniknya cuma di ujung sana."
"Tunggu sebentar." Zemo mengetuk jendela dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Sokovia. Sejurus kemudian Oeznik memberikan kursinya pada Zemo dan membukakan pintu untukku. "Cuma di ujung jalan, 'kan?" Kata Zemo.
Aku bisa merasakan kalau pria ini mencoba membuatku terkesan. "Dari mana bangsawan sepertimu punya waktu untuk belajar mengemudi?" Aku bertanya selagi kami mulai berkendara. "Sebelum mewarisi gelar dari ayahku, aku bergabung dengan militer," Zemo menjelaskan.
"Tapi aku kurang yakin kalau tank adalah mobil pertama yang kau kendarai," aku mencoba mengajaknya bercanda. "Pasti ada mobil-mobil kecil yang jadi mainanmu dulu."
Zemo tersenyum kecil, mungkin ia terkenang dengan masa lalu. "Mustang tua. Aku mengajak pacar pertamaku berkencan di ulangtahunku yang ke enam belas dengan mobil itu," kata pria itu. "Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan di umur enam belas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.