and he's adapting

141 28 5
                                    

Seperti yang kujanjikan, aku membuatkan susu untuk kucing (Y/n) dan menemaninya berbelanja bulanan setelahnya. Sambil menyusuri trotoar, aku dan (Y/n) membicarakan bagaimana temannya Natasha bisa bertemu dengan Chris (sungguh, Steve?? Chris Rogers nama samaran yang lebih jelek dari Benjamin Crawford!). “Guru sains di tempat kami datang bulan. Chris yang kebetulan sedang berada di supermarket dimintai tolong olehnya untuk membeli pembalut. Seperti yang kau kira, Chris tidak berpengalaman soal itu, jadi ia cuma bolak-balik di lorong pembalut selama sepuluh menit,” aku menjelaskan. Dan guru sains itu adalah... Hope van Dyne.

“Biar kutebak sisanya. Temanku Natasha yang juga kebetulan sedang beli pembalut merasa jengkel karena ada pria pirang yang mondar-mandir, jadi ia memutuskan untuk membantunya,” (Y/n) melanjutkan.

Aku tertawa dan menggeleng.

“Bukan?”

“Temanmu  mengira Chris adalah… penguntit,” kataku. “Jadi ia langsung memelintir lengan Chris dan  bertanya kenapa ia bolak-balik di lorong pembalut.”

Hal itu membuat (Y/n) tertawa. “Apakah temanmu mudah kesal seperti itu?” tanyaku penasaran.

(Y/n) menggelengkan kepalanya. “Natasha punya… refleks yang bagus. Ia tahu cara menangani pria-pria mesum yang senang menguntit perempuan. Jangan tersinggung, tapi temanmu memang bertingkah seperti pria mesum dari sudut pandang wanita.”

“Akan kusampaikan padanya untuk tidak bolak-balik di lorong pembalut seandainya ia pergi ke supermarket.”

Sesampainya di supermarket, aku mengambilkan keranjang dorong untuk (Y/n). “Nah, sekarang apa yang kita cari?” aku bertanya.

“Oh, entahlah. Cuma beberapa barang dan mungkin beberapa ekor burung merpati.”

“(Y/n), di sini burung merpati tidak dijual.”

“Aku tahu, Ben.”

Aku tidak tahu apakah gadis itu serius dengan burung merpati atau tidak, tapi ia mulai memasukkan barang-barang seperti topi hitam bundar, stocking hitam jala dan beberapa bungkus balon. “Kecuali kau punya profesi lain yang belum kuketahui, aku merasa kalau ini bukan belanja bulanan,” aku berkomentar.

“Memang bukan. Seorang pelangganku ingin mengadakan pesta ulang tahun akhir pekan ini di restoran,” (Y/n) menjelaskan sambil memasukkan dua gulung kertas kado bergambar Shrek. “Aku akan jadi pesulapnya.”

“Aku tidak tahu kalau restoranmu bisa mengadakan hal-hal semacam itu.”

“Memang tidak, tapi dia juga temanku, jadi aku melakukan apa yang harusnya dilakukan; membantunya.”

Aku mengamati perempuan itu sementara ia serius memilih merk cokelat mana yang akan ia masukkan ke keranjang, dan mengernyit ketika ia mau menambahkan air horn. “Kau kelihatannya merancang pesta yang besar,” aku kembali berkomentar.

“Tentu. Mau mengetesnya?” (Y/n) menodongkan air horn itu ke depan hidungku.

Aku tertawa dan melihat ke sekeliling. “Kau tak mungkin serius—"

HOOOONK! (Y/n) memencet air horn itu sambil tertawa.

“Hentikan itu. Semua orang melihat,” kataku sambil melirik beberapa pengunjung yang terlompat kaget saat mendengar suaranya. Seorang remaja laki-laki menggerutu sambil lewat, “Kalau mau pacaran, jangan norak! Berisik!”

“Memangnya kenapa?” (Y/n) menantangku dan membunyikan air horn itu lagi sambil tertawa. Sekarang beberapa pegawai supermarket mulai menoleh ke arah kami.

“Stop,” kataku sambil tertawa. Seharusnya aku tidak tertawa karena hal ini kekanakan dan konyol, tapi aku tidak tahan.

“Bagaimana anak-anak hari ini? Kok pulang cepat?” ia bertanya sambil melempar air horn itu ke dalam keranjang.

“Ujian tengah semester,” kataku cepat. “Aku hanya mengawasi mereka, lalu pulang.”

Kami tak bicara selama beberapa saat hingga (Y/n) tiba-tiba bertanya, “Apa kau selalu ingin bekerja seperti itu? Menjadi guru, maksudku.”

Aku bingung kemana pertanyaan ini akan mengarah, jadi aku mengiyakannya saja. “Kau beruntung,” katanya dengan nada melamun.

“Apa maksudmu?”

“Maksudku, kau tahu dari awal kalau kau ingin menjadi guru. Kau tidak mungkin berurusan dengan anak-anak jerawatan jika kau tidak punya… semangat mengajar.”

“Memangnya bagaimana denganmu? Kau ingin memilih karir lain?”

“Iya, tapi aku tidak tahu mau jadi apa.”

“Terdengar seperti sebuah krisis eksistensial bagiku.”

“Oh, astaga,” perempuan itu memutar bola matanya.

Mendadak ada pesan singkat yang masuk, membuat ponselku bergetar di dalam saku celana. Aku membukanya.

HOPE VAN DYNE
Aku harap kalian sedang istirahat makan siang? Aku punya penemuan baru. Dan Nick Fury ingin bertemu dengan kalian.

DR BANNER
OTW

STEVE ROGERS
Aku jalan ke sana sekarang.

“Maaf, (Y/n), tapi aku harus pergi,” kataku meminta maaf. “Aku harus mencegah Chris mondar-mandir di lorong pembalut wanita."

“Memangnya ada pembalut pria?” (Y/n) tertawa sambil mendorong lenganku dengan main-main. “Hati-hati di jalan, Ben.”

***

Aku, Dr Banner dan Steve bergegas ke labolatorium dan menemukan Hope van Dyne tersenyum lebar. “Syukurlah kalian cepat datang, karena aku tak sabar membagi berita bagus ini dengan kalian semua,” kata Hope.

“Apa kali ini jepit rambut itu mengeluarkan suara denging statis yang mengusir rekan-rekan kerjamu lagi?” Dr Banner bertanya.

Hope mengangguk. “Tapi bukan itu yang ingin kutunjukkan pada kalian semua. Coba lihat analisa komputerku,” Hope menunjuk layar komputernya. Hal pertama yang menangkap perhatianku adalah panel bertuliskan 20% yang berkedip merah dengan panik. “Aku memang tidak bisa membedahnya karena beberapa sistem keamanan yang tak tertembus, tapi kurasa aku menemukan celah. Kalian lihat angka presentase itu? Itu adalah baterai. Benda ini bertenaga baterai, tuan-tuan sekalian.

“Dan dilihat dari angkanya, sebentar lagi benda itu akan kehabisan baterai,” aku berkomentar.

“Sepuluh poin untuk Gryffindor!” Hope menjentikkan jarinya. “Yang perlu kulakukan hanyalah menghabiskan baterainya dan kita akan mulai dari sana. Mungkin aku akan tersetrum beberapa kali, tapi hal itu akan menghabiskan isi baterainya.”

Dr Banner terlihat lega dan ia menepuk pundak Hope beberapa kali. “Kerja bagus, Hope. Progress yang bagus,” ia berkata.

“Aku akan mengabari kalian untuk perkembangan berikutnya,” kata Hope. “Itu saja yang bisa kubagi hari ini. Kalian pergilah ke lantai tiga. Nick Fury sudah menunggu.”

Atmosfirnya berubah jadi intens di antara kami bertiga, karena tidak ada yang bicara selama kami turun ke lantai tiga. Seperti kata Hope, Nick Fury menunggu di ruang rapat dengan tangan kosong. “Tuan-tuan, maaf menyela makan siang kalian,” kata Fury dan memberi gestur untuk menyilakan kami duduk. “Aku baru saja mendapat informasi dari agen intel di S.H.I.E.L.D tentang informasi keberadaan Zemo.”

Kami duduk sambil mendengarnya melanjutkan, “Ini adalah kesempatan kita untuk menangkapnya atas apa yang ia lakukan pada Stark, dan juga bentuk kejahatan-kejahatan lainnya. Kita juga sudah memegang bukti, jadi operasi ini harus berjalan tanpa celah.”

“Dimengerti,” Steve menjawab dengan tegas.

“Ada reservasi untuk akhir pekan ini di The Ritz yang dibuat atas nama anonim, walau sumberku yakin kalau penyewanya adalah Zemo sendiri,” Kata Fury.

Penyewa?” Dr Banner mengernyit.

“Zemo memesan seluruh restoran untuk dirinya sendiri khusus untuk hari Sabtu ini,” Fury mulai mengambil kertas kosong. “Kalian bertiga akan ditemani regu Secret Service. Steve, kau yang memimpin. Akan kujelaskan bagaimana kita akan menangkapnya.”

inside and out :// marvel auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang