Kukunjungi Stark bersama dengan Dr Banner dan Steve sore ini. Kami mendapat kabar kalau ia baru saja siuman.
"Lukisannya sudah dikembalikan?! Hei, pestanya jadi kurang seru," Stark malah bersungut-sungut. "Kok bisa?"
"Sebuah paket datang ke MOMA tanpa alamat pengembalian," aku berbohong. Walaupun aku yang mengirim barang itu diam-diam, tapi jika aku bilang kalau Zemo mengembalikannya ke kamarku karena ia tak mau melihatku dekat-dekat (Y/n)... itu bisa memperumit situasi.
"Bagaimana soal bajingan yang menembakku di Madripoor?" Stark bertanya. "Sialan, aku sedang minum wiski saat tiba-tiba aku diseret ke atap."
Steve menjelaskan hal itu pada Stark pelan-pelan, tentang pengejaran yang Sam lakukan, pencarian orang hingga menemukan Zemo dan latar belakangnya. Penjelasan Steve membuat Stark tercenung selama beberapa saat.
"Aku masih menyesali misi itu, kalau kalian mau tahu," kata Stark. "Waktu itu aku berpikir kalau aku melakukan hal yang benar, dan beberapa tujuan harus dibayar dengan korban yang sebenarnya tak diperlukan. Zemo menuntutku dan ia kalah."
"Tapi ia adalah seorang Baron, dia pasti punya semacam... kekuatan tak terbatas," Dr Banner menyela, "mengapa putusan itu dimenangkan olehmu?"
"Karena juri menganggapnya sebagai kecelakaan," Stark menjawab dengan murung. "Mereka menyimpulkan kalau istri dan anaknya 'berada di waktu dan tempat yang salah'. Sebagai pembelaanku, aku menyuruh pengacaraku untuk melebih-lebihkan laporan misinya; aku melayani negara, patriot Amerika, bla bla bla."
"Tapi, apakah itu benar?" Dr Banner kembali bertanya.
Stark menghela napasnya. Panjang. "Istrinya jatuh tepat di sebelah kaki kananku. Anak laki-laki itu masih ada di pelukannya. Dia berteriak. Salah satu musuhku mendengarnya dan menembak mereka berdua untuk membuatnya diam."
"Itu benar-benar kacau, Stark. Aku ikut menyesal kau harus menyaksikannya," Steve berkomentar.
Stark melanjutkan, "Zemo melakukan hal yang menurutnya paling dekat dengan keadilan. Karena ia gagal mendapatkannya secara legal, maka ia cari alternatif lain."
"Seperti membuatmu sakit jantung, misalnya," aku melirik infus yang menempel di dadanya.
"Intinya adalah, aku memahami motifnya sebagai seorang suami yang menyayangi istrinya," kata Stark. "Kau tak perlu menikah untuk memahami tujuannya, Strange. Beberapa orang berani mati demi cinta. Beberapa orang berani membunuh demi cinta. Dua skenario itu memang tidak rasional, tapi ada ribuan orang di dunia yang menjalaninya."
"Jadi, kau akan membiarkannya begitu saja?" Aku memastikan.
Stark mengangkat bahu. "Aku lebih suka menganggap kalau aku dan Zemo sudah impas."
Aku mengangguk memahami maksudnya. Karena Stark masih menyesali apa yang terjadi dalam misi itu, kurasa ia membiarkan Zemo sebagai bentuk penebusan dosa. Sekuat apapun aku menginginkan alasan untuk mengejar Zemo, tidak ada lagi yang tersisa sekarang. Lukisan itu sudah kembali ke tempatnya yang semula dan kemungkinan besar Stark akan mundur dari penyelidikan ini.
"Ada satu hal lagi yang menggangguku, Stark," aku bertanya. "Dari mana kau mendapatkan tiket ke konvensi seni itu?"
Steve dan Dr Banner menatapku bingung, lalu bergantian menatap Stark.
"Aku tidak tahu!" Stark mulai menjelaskan dengan nada panik yang dibuat-buat, "aku punya teman yang punya sahabat dan dia punya kenalan yang—"
"Ah, sudahlah. Kau takkan menceritakannya juga," Dr Banner mengibaskan tangannya.
"Jangan tersinggung, Stark. Aku senang melihatmu masih hidup, tapi aku harus ke tempat lain," Steve tiba-tiba beranjak duluan.
Setelah berpamitan, Stark mengernyit menatap pintu kamar. "Ada apa dengannya? Aku jadi cemburu kalau Steve memprioritaskan orang lain," Stark merajuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.