Mendadak rasa nyeri merayap naik ke perutku dan membangunkan kedua mataku. Dalam sekejap, aku menarik napas dengan cepat dan panik. Aku ingat air, air dingin, kotor dan amis yang meninggalkan bekas yang asin. Tak lama kemudian aku sadar kalau aku tidak lagi berada di dalam air; aku berbaring di sebuah ranjang empuk dengan selimut berat.
Natasha terkesiap di sampingku dan langsung mendorongku pelan. "Jangan bangun dulu. Berbaringlah," Natasha memerintah.
"Dimana Zemo?" Aku langsung bertanya. "Ada air. Kami jatuh ke sungai. Aku ingat aku menariknya keluar dari mobil."
"Kau menariknya?" Natasha mengernyit. "(Y/n), kau bahkan tidak bisa berenang."
"Apa dia selamat?" Aku kembali mencecar dengan panik. Natasha menatapku dengan tatapan tertegun, namun ia tak mengatakan apapun dan segera keluar dari kamarku. Sejurus kemudian, seorang pria berjas datang bersama Zemo. "Ia baru saja bangun dan ia langsung mencarimu," Natasha menjelaskan.
"Aku di sini." Zemo menduduki kursi di sisi ranjangku. Ia tampak tegang, namun sorot matanya yang lembut masih ada di sana, menatapku dalam-dalam seperti biasa. "Aku di sini, aku di sini, aku di sini," Zemo mengulang-ulang. "Berani-beraninya kau mencemaskanku! (Y/n), mencemaskanku adalah hal bodoh yang pernah kau lakukan."
"Aku pernah melakukan hal lebih bodoh," aku berusaha tersenyum, namun bibirku cuma mampu meringis.
Pria berjas itu segera berlari ke samping ranjangku yang ternyata adalah tiang infus. Baru aku sadar kalau lenganku dipasangi infus. "Apa yang kau lakukan?" Aku menatap pria itu dengan bingung.
"(Y/n), dia adalah Dokter Kern," ia menjelaskan dengan nada menenangkan. "Dia adalah dokter keluarga. Kau tidak perlu khawatir."
Rasa nyeri di perut itu timbul kembali, dan aku juga ingat sepotong kaca yang sebelumnya tertancap di sana. "Sakit," aku menyentuh perutku. "Dokter, apakah lukanya dalam?"
Dokter Kern saling bertatapan dengan Zemo untuk beberapa detik sebelum Dokter Kern menjawab, "Anda kehilangan banyak darah," katanya.
"Tapi aku akan sembuh?" Aku bertanya.
Dokter itu berhenti mengecek tiang infusnya. Ia kini memfokuskan pandangannya padaku. "Ada sesuatu yang perlu anda ketahui, nona. Anda akan sembuh, tapi ada beberapa komplikasi karena organ dalam anda juga ikut terluka."
"Komplikasi?" Aku mengernyit.
Kepala dokter itu mengangguk. "Saya tidak tahu jika anda berencana untuk berkeluarga di masa yang akan datang, tapi komplikasi ini berpengaruh pada rencana anda."
Tunggu... apakah ia membicarakan tentang organ reproduksiku?
"Maksudmu, aku tidak bisa punya anak?" Aku bertanya.
"Saya tidak bilang begitu, tapi resiko untuk mempunyai anak sangat tinggi. Dalam beberapa kasus seperti anda, wanita tak kuat dalam proses persalinan. Biasanya hidup salah satu dari ibu atau anak yang berhasil bertahan."
Aku tidak mengatakan apapun sementara dokter itu pamit undur diri. "Aku akan berjaga di luar," kata Natasha dan keluar ruangan. Kini hanya tersisa Zemo yang duduk di sebelahku.
Aku menunduk memandangi buku-buku jariku yang pucat. Selama beberapa saat, aku masih berusaha mencerna vonis dokter. Resiko besar dalam melahirkan. Aku belum pernah memikirkan punya anak sebelumnya, tapi...
"Berapa lama aku tertidur?" Aku bertanya.
"Enam jam setelah operasi," Zemo menjawab.
"Aku dioperasi?"
"Untuk membersihkan beberapa serpihan kaca."
Luka itu mungkin memang parah...
"Aku... aku..." aku tak mampu menatapnya. "Aku tidak tahu harus berbuat apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.