Aku baru saja mau memutar rekaman kamera pengawas terakhir ketika Dr Banner menelponku. “Bagaimana akhir pekanmu, Strange?” ia bertanya dengan nada riang.“Doktor, sekarang jam dua pagi.”
“Lalu apa yang salah dengan itu?”
“Bukannya kau seharusnya berada di Maine akhir pekan ini?”
“Tidak ketika hasil labolatorium jepit rambut itu keluar. Lagipula aku membatalkan liburanku ke Maine kemarin malam.” kata Dr Banner.
“Sayang sekali, semua liburan itu demi jepit rambut. Apa yang kau temukan?”
Ada jeda sebentar – kurasa Dr Banner merogoh sesuatu dari dalam kantung plastik. “Seperti hasil tim NYPD, jepit rambut itu steril – tidak ada sidik jari atau jejak DNA apapun. Tapi kurasa aku tahu mengapa tukang sapu menemukannya tersangkut di pintu.”
“Aku mendengarkan, Doktor.”
“Alat ini punya sensor pada sidik jari. Cara kerjanya cukup bersih. Kau tahu kalau kecoak selalu membersihkan diri sendiri setelah mereka terkena kontak dengan manusia? Kurang lebih jepit rambut ini punya perilaku seperti itu.”
“Maksudmu, alat itu bisa membilas diri sendiri.”
“Tanpa cairan apapun. Alat ini benar-benar canggih, Strange. Setelah melewati beberapa pemindaian, aku menemukan fungsi yang lebih canggih lagi. Kurasa alat ini bisa melentur.”
“Tapi itu terbuat dari logam.”
“Itu bagian menariknya. Kurasa alat ini punya kemampuan untuk mencongkel kunci dari dalam tanpa menyebabkan banyak keributan. Aku belum tahu cara kerjanya karena butuh pembedahan lebih lanjut tanpa merusak bagian internal atau eksternalnya. Tapi itu tebakanku sejauh ini.”
“Itu… temuan bagus, Doktor. Sungguh.”
“Ayolah, itu memang tugasku,” Dr Banner terdengar tersanjung. “Tapi bagaimana dengan rekaman kamera pengawas itu?”
“Aku senang kau bertanya. Ada sesuatu yang menarik di rekaman ke sembilan puluh sembilan.”
“Astaga, Strange. Kau melewati akhir pekan yang lebih buruk dariku.”
“Aku setuju. Tapi aku melihat tersangka potensial kita di sana.”
Aku bisa membayangkan kerutan dahi Dr Banner ketika ia mendengar hal ini. “Okay, hal itu jelas menarik.”
“Seorang perempuan datang ke museum empat hari sebelum tanggal ulang tahun Stark, tepat tengah hari. Jepit rambut yang sedang kau bedah, menempel di kepalanya saat itu.”
“Apakah kau mendapatkan wajahnya?”
“Sayangnya, belum. Dia pandai menghindari kamera, Yang kulihat hanya bagian punggung dan beberapa sisi wajah yang tak terlalu jelas.”
“Strange, tunggu sebentar,” Dr Banner menyela. Kedengarannya ia baru saja meletakkan telepon ke atas meja dan meninggalkannya sebentar. Aku mendengar suara ribut-ribut yang samar untuk beberapa saat.
“Dr Banner? Ada—"
“Stark, dia… dia… Stark tertembak di Madripoor. Kondisinya sangat kritis.”
***
“Sangat kritis” bukanlah kondisi yang mampu menggambarkan Stark sekarang. Ketika pesawat yang membawanya dari Madripoor mendarat, ia sudah memasuki kondisi koma. Beberapa dokter baru saja berhasil menstabilkan Stark dan mereka menghambur keluar IGD. Atau setidaknya begitulah yang aku dengar.
Dr Banner muncul dari balik lorong bersama dengan istri Stark, Pepper Potts. Aku menghampiri Dr Banner sementara Pepper pergi mengikuti seorang dokter yang berjalan tergesa-gesa. “Ada perkembangan baru?” aku bertanya.
“Stark akan baik-baik saja, walaupun aku yakin dia akan butuh waktu lama untuk pulih.”
Aku menatap pintu dimana Pepper dan Dr Banner keluar tadi. “Apa yang terjadi di Madripoor?” aku mendesah.
“Sekarang, Steve sedang menanyai dua orang agen yang ikut dengan Stark. Tapi menurutku jawabannya jelas. Seseorang mengenali Stark di sana.”
“Apakah mungkin…”
Dr Banner menaikkan alis. “Mungkin apa?”
“Entahlah, Doktor. Aku mulai berpikir kalau seseorang tahu Stark sedang menginvestigasi pencurian lukisan itu.”
“Dan menembaknya di dada dua kali? Tony beruntung peluru itu tidak melubangi paru-parunya,” Dr Banner mengernyit.
"Entahlah, Doktor. Ini cuma teoriku saja. Tapi kurasa baik adanya kalau kita mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.