Aku dan Steve menyempatkan diri untuk menjenguk Stark sebelum berangkat bersama regu kami. Steve baru saja selesai berbincang dengan dokter yang menangani Stark. Aku hanya menungguinya di depan kamar, sambil memandangi Stark yang masih terbaring lemas di ranjang. "Bagaimana kondisinya?" Tanyaku.
"Belum siuman," Steve menjawab murung. "Semalam ia sempat sesak napas dan kondisinya anjlok lagi."
Aku menoleh pada Pepper yang duduk menunggui Stark di sampingnya. "Ayo. Fury sudah menunggu," Steve mengajak.
Dalam perjalanan, aku masih memikirkan Stark. Terlepas dari luka tembak Stark, aku memikirkan motivasi Zemo. Aku tidak membenarkan penembakan orang, tapi motifnya sudah cukup kuat untuk memanipulasi pikiran dan membenarkan tindakannya.
"Stark akan baik-baik saja," Steve berkata. "Apa yang kau pikirkan?"
"Apa yang akan kulakukan jika anggota keluargaku ada yang tertembak seperti itu?"
"Seperti Stark?"
"Seperti Zemo," aku mengoreksi. "Keluarga mereka yang malang kebetulan berada di waktu dan tempat yang salah. Zemo bahkan bukan target yang diincar Stark waktu itu."
Steve mengangkat bahu, pandangan matanya terfokus ke jalan. "Membunuh Stark takkan menghidupkan keluarganya lagi," akhirnya Steve menjawab.
"Aku tahu. Tapi Zemo tetap menembak Stark."
"Strange, aku dan Zemo adalah pria yang berbeda. Dia membiarkan duka dan dendam mengonsumsi dan menjustifikasi perbuatannya."
Aku berusaha menyingkirkan pikiran itu dari benakku sampai akhirnya tiba waktunya operasi pengepungan dimulai. Aku dan Steve datang dengan mobil yang juga membawa selusin Secret Service. Kami parkir beberapa meter lebih jauh dari The Ritz.
"Kijang Dua, ganti," suara Fury bergema di walkie-talkie yang sedang dipegang Steve. "Kijang Satu, kalian semua boleh keluar dari mobil dan langsung ke teras."
"Dimengerti, Kijang Satu," Steve menjawab Fury, lalu memerintah seluruh tim. "Lakukan sesuai perintah."
Sambil keluar dari mobil, aku mendengar suara Agen Sam dari walkie-talkie. "Kijang Tiga sudah mendarat di atap!" Ia melapor.
"Kijang Tiga tunggu aba-aba dariku," kata Fury.
Sambil berlari-lari menyusul para Secret Service, aku berkata, "Steve, kau cukup cocok untuk ini."
"Terima kasih, tapi aku tidak mau. Aku tidak bisa mengatasi stresnya," Steve menjawab.
Fury menunggu kami semua siap di posisi yang sudah ditentukan. “Kijang Dua dan Kijang Tiga, aku akan membuat panggilan telepon, ganti,” Kata Fury.
“Tunggu!” Steve menahannya. “Semua bersiap di pintu keluar!”
Tidak ada yang bersuara sementara kami memusatkan perhatian ke pintu keluar yang mendadak dipenuhi oleh orang-orang yang keluar dengan tenang. “Kijang Satu, kau lihat ini?”
“Jelas dari atas sini, Kijang Dua. Ganti,” Fury menjawab.
Mereka semua berpakaian rapi dan… normal, untuk ukuran orang yang baru saja keluar dari restoran. “Mereka warga sipil,” kata Steve. Beberapa orang di antara mereka tampak terkejut melihat barisan tentara di depan lobi, namun tidak ada yang mengatakan apapun.
Ini aneh.
Udara malam ini terasa makin ganjil setelah orang terakhir keluar dari pintu restoran. “Kijang Dua, apakah di antara orang-orang itu ada target kita?” Fury bertanya.
“Negatif, Kijang Satu. Mereka semua warga sipil,” kata Steve.
“Baiklah, Kijang Dua. Aku akan menelpon,” kata Fury.
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fiksi Penggemar1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.