Kami baru saja menerima paspor baru (palsu) yang akan kami gunakan untuk pergi ke Madripoor hari Sabtu. Wow. Dua hari lagi aku akan menginjakkan kaki ke sebuah pulau serupa Sin City. Akhirnya, akhir pekan penuh dosa!
“Ini baru saja datang dari Wanda,” kata Natasha sambil mengeluarkan sebuah amplop cokelat dan menuang semua isinya ke atas meja. Ada tiga buah paspor, lisensi mengemudi dan tiket pesawat.
“Cuma tiga?” Bucky mengernyit.
Natasha mengangguk. Kami pun bergantian mencermati hasil kerja pasangan Wanda-Vision yang benar-benar tak tercela. “Kau terlihat sepuluh tahun lebih muda di foto ini… Dan Cooper?” aku berkomentar saat mengamati paspor milik Loki. "Kau sendiri tak terlihat seperti bagian belakang truk sampah, Clea Faltine,” Loki membalas sambil menyeringai. Aku menatap Natasha dengan tatapan oh-yang-benar-saja paling bagus yang pernah kubuat. “Nat, lain kali aku yang buat nama samarannya, okay?”
“Lho, aku tidak diajak?!” Bucky segera memprotes.
“Maaf, Buck. Aku butuh sous chef-ku,” Natasha tersenyum jahil. “Lagipula, aku juga butuh kau untuk membungkus Starry Night malam ini juga. Prosedur biasa.”
Kali ini aku yang mengernyit bingung. “Tunggu, kita akan membawa lukisannya juga? Kau tahu lukisannya tak akan lolos petugas bea cukai.”
Natasha mengangguk dua kali. “Kita akan membawanya ke Konvensi Seniman Internasional. Ada beberapa calon pembeli potensialku yang mau melihat barangnya langsung.”
“Dan satu di antara calon pembeli kita sangat serius.”
“(Y/n), kau sadar ‘kan kalau Konvensi itu omong kosong. Tidak ada Konvensi. Itu adalah tempat dimana semua pencuri pamer isi celana mereka dan menawarkannya ke pelanggan yang mampu beli. Nah, kalau tidak ada yang mampu beli, acara itu sama saja dengan kontes kecantikan,” Natasha menerangkan.
“Baik… dan kau yakin calon pembelimu – seratus persen yakin – mengantre di lubang neraka itu?” Bucky bertanya.
Natasha pun mengeluarkan isi amplop lain dan menjejerkannya di atas meja. Cuma beberapa berkas dan selembar foto pria bertopeng. “Nat, siapa pria ganteng ini dan kenapa tiba-tiba aku mau menikahinya?” tanyaku sambil meraih foto itu untuk mengamatinya lebih cermat.
“Kau menjengkelkan, (Y/n). Kau gampang jatuh hati,” Natasha memutar kedua bola matanya. “Jangan mengejeknya dulu. Topeng itu memang tidak seganteng Chris Evans, tapi dia yang mengirim pesawat jet pribadinya untuk mengangkut kita bertiga ke Madripoor.”
“Baik sekali dia,” Bucky mengangkat bahu.
“Cuma untuk mengangkut kita bertiga ke Madripoor.”
“Nat, kau serius?” aku mengernyit menatap bosku. “Nat, itu cuma perjalanan satu arah. Kita tidak akan bisa membawa lukisannya kembali lagi ke sini, kecuali…”
Oh. Oleh karena itu Natasha membuatkan paspor.
“Nat, apa ada sesuatu yang belum kau ceritakan pada kami?” Bucky bertanya. Kurasa ia juga mulai memahami semuanya.
Jika pria bertopeng itu hanya menyediakan perjalanan ke Madripoor, berarti ia dan Natasha sudah menyepakati harga untuk lukisan itu. Sudah ada kesepakatan yang diatur.
“Aku tidak percaya kau melakukan ini,” kataku. “Kita selalu menyepakati sesuatu bersama-sama, sebagai tim, dari awal perencanaan perampokan hingga menjual hasilnya. Aku tidak mengerti, Nat. Berapa banyak yang ia tawarkan?”
Akhirnya, Natasha bersuara. “Cukup banyak hingga aku mulai meragukan kalau ia akan bertransaksi jujur. Dengar. Aku minta maaf karena tidak menyebutkan detail transaksi ini kepada kalian. Tapi ini sebuah rencana yang telah lama kususun, dan tidak ada kemungkinan kalau rencanaku akan gagal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
inside and out :// marvel au
Fanfiction1 pria. 1 wanita. 1 gedung apartemen yang sama. 2 sisi cerita yang berbeda.