"Astaga, Ga, ini jari lo kenapa di perban semua gini?" Alvarendra menarik kursi untuk duduk di sebelah Gata yang kini asik mengemil Indomie.
"Hehe, gue habis benerin sepatu Mama."
"Sepatu?"
Gata berdiri, berjalan ke dekat lemari pendingin untuk mengambil sepatu hitam yang tergeletak di sampingnya. Sepatu hitam itu milik Kirana.
"Sepatu Mama copot, jadi gue coba benerin. Ini gue tutor dari youtube."
Helaan napas panjang Alvarendra mengudara. Lelah dengan semua tingkah Gata.
Padahal kemarin dengan jelas, ia melihat Kirana membuang sepatu itu ke tempat sampah.
Alvarendra tahu, mengapa Gata sampai mati-matian membenarkan sepatu tersebut, karena sepatu itu adalah hadiah darinya untuk Kirana.
Dulu, ia sendiri yang membantu Gata untuk memberikannya pada Kirana. Tentu saja beralibi, jika sepatu itu adalah pemberiannya, bukan dari Gata.
Gata duduk lagi di samping Alvarendra. Kini mereka berdua berada di rumah Bayanaka. Sejak sepulang sekolah, Alvarendra masih enggan meninggalkan Gata sendirian di sini. Apalagi bersama Axel.
"Al, udah sore. Mendung juga." kata Gata sembari melirik ke luar jendela.
Kedua alis Alvarendra bergerak-gerak, seolah tahu jika Gata sedang menyindirnya. Anak itu sebenarnya meminta ia untuk segera pulang.
"Ya biarin aja. Hujan masih air ini, bukan batu."
"Ck, nggak peka! Pulang, Al, udah sore. Nanti Tante Cemara nyariin lo." Wajah Gata sudah masam. Karena sejak tadi ia selalu gagal membujuk Alvarendra.
Lagi-lagi Alvarendra hanya memberi respon yang acuh tak acuh. Cowok itu justru sibuk dengan ponselnya. Mengabaikan Gata yang sudah kepalang kesal di sana.
Langkah kaki seseorang terdengar mendekat ke arah ruang makan. Ruang yang menjadi tempat Alvarendra dan juga Gata.
Axel memutar bola mata kala tak sengaja bertatapan dengan Alvarendra. Tatapan mereka sama-sama mengeluarkan aura permusuhan yang kuat.
"Baru bangun tidur, ya, Xel?" tanya Gata begitu melihat rambut Axel yang masih bertantakan.
Axel mengalihkan pandang pada Gata, kemudian menjawab, "Buta mata lo?"
"Hehe, gue nggak buta, kok. Tapi memang agak rabun aja. Rabun jauh, tapi males pakai kaca mata."
Tangan Axel mengepal. Ucapan Gata sama sekali tidak penting untuknya. "Terus lo pikir gue peduli gitu?"
"Enggk, sih. Tapi apa salahnya lo tau?" Gata akhiri kalimatnya dengan cengiran lebar.
Alvarendra menyentuh lengan Gata, kemudian sorot matanya menatap kedua iris Gata. Alvarendra menyiratkan dari sorot itu, bahwa ia meminta Gata untuk berhenti berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| GATA
Novela JuvenilGata tuturkan semuanya malam itu, di awal bulan Desember kala angin sedang bertiup kencang. "Butuh berapa banyak uang yang bisa aku kasih untuk beli waktu kalian?" @aksara_salara #150821