Bagian 2. Mencoba Bertahan

39 23 4
                                    

Selamat membaca....🙂

-- Tangkai daun memang tidak sekokoh batang. Namun, daun tidak mudah jatuh meski ditiup oleh angin kencang. --

          Ruang kelas mendadak sepi setiap kali waktu istirahat tiba. Kantin menjadi salah satu tempat favorit para siswa untuk menghabiskan waktu mereka. Sebagian lagi memilih duduk-duduk di bangku panjang yang ada di bagian depan luar kelas.

          Krukkk….

         Zahira memegangi perutnya. Terasa sakit. Gadis itu meringis. Lalu, meneguk air minum dari botol yang dibawanya dari rumah untuk menahan lapar. Ia tak punya keberanian pergi membeli makanan ke kantin.

          Setelah meneguk hampir setengah botol air, Zahira berhenti. Kemudian, kembali membenamkan wajahnya ke atas meja. Menyalahkan dirinya sendiri yang lupa membawa bekal.

        “Ra.”
   
        Sebuah suara panggilan membuat Zahira kembali mengangkat wajahnya. Ia sedikit terkejut dengan sosok yang kini berdiri di hadapannya.

        “Kak Arka?”

         Suara Zahira terdengar serak. Efek bangun dari tidur dan juga rasa terkejutnya.

        “Nih makan dulu. Loe jangan sampai sakit. Kasihan mama sama adik loe. Mereka butuh loe.”

        Arka meletakkan sebuah kotak makanan dan sebotol air mineral di atas meja Zahira. Pemuda itu memberi kode agar Zahira segera makan. 

        “Buruan makan. Ntar keburu bel loh.”

        Zahira masih belum mengiyakan tawaran Arka. Gadis itu masih terdiam.

        “Loe kenapa, Ra? Loe nggak suka liat Kakak di sini?”

         Zahira menggeleng.

        “Trus?”

         Zahira menghela nafas. Ragu dengan kata-kata yang ingin ia ucapakan.

        “Kakak nggak malu deket-deket sama Rara?”

          Kali ini giliran Arka yang menggeleng.

          “Kenapa Kakak harus malu? Emangnya loe salah apa? Udah, loe nggak usah mikirin macam-mcam. Sekarang mendingan loe makan dulu. Muka loe pucet banget tau. Serem liatnya.”

         Arka tersenyum. Lalu, mengeser kotak makanan tadi agar lebih dekat ke Zahira.  Berharap gadis itu segera mau makan.

         “Makasih ya, Kak.”

         Bola mata Zahira berkabut. Sembari menahan tangis gadis itu membuka makanan yang ternyata berisi siomay kesukaannya.

        “Sama-sama, Ra. Loe makan aja yang tenang. Kakak balik ke kelas dulu ya.”

         “Makasih, Kak.”

         Arka mengangguk.

         Zahira terus mengikuti gerak punggung Arka yang menjauh. Dan baru berhenti saat bayangan Arka hilang di balik pintu.

           Sepeninggal Arka, gadis itu segera melahap siomay di depannya. Dan dalam sekejap Zahira sudah menghabiskan setengah makanannya.

         Zahira benar-benar sangat lapar. Mati-matian ia melawan rasa laparnya itu ketika ada Arka tadi. Tentu ia malu dan sedikit canggung dengan Arka.

         Sambil menghabiskan makanannya, Zahira tersenyum kecut. Entah bagaimana nasibnya jika Arka tadi tidak datang. Mungkin sebentar lagi ia sudah jatuh pingsan gara-gara kelaparan.

*****

         Bruk….

          Buku pelajaran tebal dalam dekapan Zahira berhamburan di lantai. Ia baru saja kembali dari perpustakaan untuk meminjam beberapa buku. Namun, karena terlalu menunduk tanpa sengaja ia menabrak seorang siswa laki-laki.

        Zahira membeku di tempatnya. Walau pun tidak melihat secara langsung wajah orang yang barusan ditabraknya. Tetapi, hanya dari wangi parfumnya saja ia tahu betul siapa orang itu.

         “Maaf, Kak,” cicit Zahira pelan.

         Lalu, tanpa menunggu lama gadis itu berlutut untuk mengambil buku-buku miliknya. Wajahnya tetap tertunduk. Ia belum dan sama sekali tidak siap melihat wajah itu.

          “Lain kali kalau jalan tuh lihat-lihat. Untung loe nabrak gue. Kalau orang lain, bisa-bisa loe dapet banyak sumpah serapah.”

         Selesai bicara, cowok itu pun berlalu begitu saja dari hadapan Zahira.  Tak ada uluran tangan untuk sekedar membantu memungut buku yang jatuh di dekat kakinya tadi.

          Sembari memungut buku terakhir, Zahira tersenyum. Bukan karena merasa senang bisa kembali bertemu dengan cowok tadi. Namun, tersenyum miris dengan kisah mereka berdua. 

          “Ternyata mereka berdua udah putus ya? Kasian banget nasibnya.”

          “Alva mana mau deket sama anak maling. Kalian tahu kan sama istilah buah jauh nggak jauh dari pohonnya.”

          Zahira memejamkan kedua matanya kuat-kuat. Ia mencoba menulikan pendengarannya. Hanya dengan itu ia bisa bertahan di sekolah ini.

         “Bangun, Ra. Seragam loe bisa kotor kalau begitu terus.”

          Suara yang juga dikenalnya kembali Zahira dengar. Ia sedikit mengangkat wajahnya. Melihat ke arah orang yang menegurnya barusan sambil tersenyum.

          “Udah selesai kok, Kak. Tadi lagi nyusun buku aja biar gampang bawanya.”

       Zahira berdiri. Lalu, menepuk-nepuk bagian rok sekolahnya yang kotor terkena debu lantai koridor. Karena rok panjangnya kotor mulai dari daerah lutut hingga mata kaki.

          “Rara ke kelas dulu ya, Kak. Bentar lagi bel masuk.”

        “Barengan aja. Kakak juga mau balik ke kelas.”

        Zahira ingin sekali menolak. Tetapi, ia tak punya pilihan. Arah kelasnya dan Arka memang sama.

         Kasak-kusuk kembali terdengar. Zahira dan Arka yang berjalan berdampingan cukup memancing perhatian banyak siswa. Tak terkecuali Alva dan dua temannya, Bian dan Gadhing.

*****

Minggu, 5 September 2021
Pukul 11.30 WIB

Alhamdulillah, bisa lanjut ke bab dua.
Semoga suka ya dengan cerita ini.

Jangan lupa follow, bintang, dan komentarnya. 🙂
Terima kasih. 🙏🙂

Kenalan sama tokoh baru yuk.....

Kenalan sama tokoh baru yuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arkatama


Sumber foto : Pinterest

Kelopak Lantana (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang