Bagian 23. Merajut Kisah Baru

19 5 0
                                    

Selamat membaca. 🙂🙏

-- Percayakan takdir pada pemiliknya.--

         Gedung pertemuan di kampus Zahira pagi ini sangat ramai. Sebabnya tak lain karena di sana sedang diadakan acara wisuda.

         Ratusan kendaraan roda dua dan empat berjajar rapi di tempat parkir. Anggota keluarga wisudawan dan wisudawati yang tidak ikut masuk ke dalam gedung tampak menunggu di halaman.

         Puluhan penjual bunga, bingkisan, makanan, dan minuman sejak pagi sudah menggelar barang dagangan mereka di hampir setiap sudut halaman gedung. Begitu pun dengan para penyedia jasa foto. Masing-masing dari mereka mencoba menampilkan photo both yang semenarik mungkin. Demi menarik minat para pengunjung.

         Menjelang tengah hari, acara pun selesai. Satu per satu para wisudawan dan wisudawati keluar dari dalam gedung. Senyum bahagia tampak terpancar jelas dari wajah-wajah mereka.

         "Masyaallah rame banget ya, La. Gue jadi pengen cepat-cepat wisuda," celetuk Zahira.

         Gadis itu tak berhenti menatap sekeliling. Halaman gedung pertemuan kampus saat ini mulai dipenuhi kakak tingkat mereka yang mengenakan jubah wisuda.

         Para sarjana muda itu tampak sibuk mengabadikan momen kelulusan mereka. Berfoto dengan sesama teman seangkatan. Atau dengan rombongan adik tingkat yang sengaja datang untuk mengucapkan selamat.

         Zahira dan Laras sendiri datang ke sana untuk mengantarkan bingkisan dan memberi ucapan selamat kepada ketua himpunan jurusan mereka. Namun, beberapa waktu lalu Zahira mendapat pesan jika kakak tingkat mereka itu sedang makan siang dengan beberapa dosen. Keduanya pun memutuskan untuk pulang.

         "Yakin mau cepat lulus? Ntar pas udah lulus malah pengen balik kuliah lagi."

        Zahira tertawa kecil. Secara tidak langsung ia membenarkan apa yang diungkapkan oleh Laras.

        Zahira dan Laras terus melangkah menjauhi gedung. Hingga tanpa sengaja mata Zahira menangkap dua sosok yang amat sangat dikenalnya. Dua orang itu tampak berdiri bersisian untuk mengambil foto bersama.

       "La, kita makan dulu yuk. Di deket-deket sini aja."

       "Ide bagus," Laras mengangguk cepat.

        Zahira tersenyum. Lalu, kembali fokus menatap ke arah depan.

       "Nata, Bian, Gadhing, ayo foto bareng gue sama Arka. Buat kenang-kenangan."

       Tiga cowok yang dipangggil serta merta menghambur mendekat. Seolah tak ingin kehilangan waktu sedetik pun.

       "Foto ini harus loe cetak, Al. Trus bawa ke Singapura."

        Celetukan Gadhing dijawab Alva dengan senyuman. Kepalanya pun mengangguk.

*****

          Tiga tahun setelahnya.

       Di dalam sebuah kamar bernuasa putih. Tampak seorang gadis duduk di kursi dengan wajah yang sedang dirias.

      Senada dengan warna di sekitarnya, gadis itu juga mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Jilbabnya dihiasi dengan kain panjang transparan berhiaskan manik-manik kecil. Tak lupa makhota berbentuk bunga tersemat di atas kepalanya.

       Riasan di wajahnya tidak berlebihan. Namun, hal ini justru membuatnya tampak paripurna.

      Tak berapa lama. Sahabat si pengantin masuk ke dalam kamar. Senyum bahagia juga tampak jelas di wajah itu.

      "Udah siap belum, Kak? Acara udah hampir dimulai," tanyanya pada perempuan yang sedang merias.

     "Alhamdulillah sudah, Dek. Ini tinggal pasang sarung tangan aja."

      Perias pengantin membantu Zahira bangkit dari duduknya. Gaun panjang yang dikenakan Zahira menjuntai ke lantai. Membuat gadis itu benar-benar terlihat anggun.

        Laras ia pun melangkah mendekat. Merapikan bagian belakang baju Zahira yang sedikit terlipat.

         "Masyaallah, Ra. Aku sampai pangling loh. Sahabat ku cantik banget."

        Mendengar pujian dari Laras. Zahira tersenyum. Bibirnya bergerak melafazkan kalimat hamdalah.

        Ya. Gadis yang sedang dirias itu tak lain adalah Zahira. Beberapa saat lagi ia akan segera melangsungkan pernikahan.

       "Silahkan, Dek. Temannya udah siap."

       Laras mengangguk. Dengan sigap ia pun menggandeng tangan Zahira. Mengantar sahabatnya itu untuk menuju ruang tengah.

       Jantung Zahira berdebar kencang saat melihat orang-orang yang sudah menunggu kehadirannya. Terlebih saat ia didudukkan di sebelah calon suaminya.

        Tak berapa lama kemudian, prosesi ijab kabul pun selesai. Semua yang ada di ruangan menyambut hal itu dengan penuh rasa syukur.

       "Ayo Mbak Rara salaman dulu sama Mas Arka," ujar salah satu kerabat yang ada di sana.

       Perlahan Zahira pun meraih dan mencium tangan suaminya dengan takzim. Diringi pula dengan ucapan rasa syukur dari para kerabat.

       "Alhamdulillah."

        Takdir memang sungguh indah. Meskipun, di antara keduanya tidak pernah ada hubungan apa-apa sebelumnya. Zahira dan Arka kini bersatu dalam ikatan suci.

        Satu bulan yang lalu, Arka datang menemui mamanya Zahira. Pemuda itu langsung menyampaikan maksud untuk melamar Zahira. Setelah melakukan perkenalan melalui perantara ibu masing-masing. Keduanya pun mantap untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

         Kisah baru kini siap dirajut keduanya. Suka duka akan dilalui bersama. Hingga maut memisahkan.

*****

Minggu, 21 November 2021
Pukul 21.53 WIB

Alhamdulillah.
Akhirnya tulisan ini tiba pada bagian terakhirnya.
Mohon maaf jika sebelumnya ada jeda yang begitu panjang. 🙂🙏
Terima kasih untuk yang sudah sudi mampir ke tulisan sederhana ini.
Maaf jika masih belum bagus.
Masih banyak typo atau kalimat yang kurang tepat.

Semoga ke depannya bisa lebih baik lagi.
Aamiin.
🙂🙏

Kelopak Lantana (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang