Selamat membaca. 🙂
-- Tangis dan tawa, suka dan duka, akan datang silih berganti di kehidupan kita. Bukan tanpa sebab. Tetapi, mengajarkan sesuatu kepada kita supaya bisa menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan. --
Zahira dan Bagas langsung mencari tiket pesawat ketika mendengar papa mereka sudah dibebaskan. Keduanya nekat terbang dengan pesawat siang itu juga.
“Papa,” seru Zahira kencang.
Baru saja turun dari dalam mobil, Zahira dan Bagas berlari ke arah papa yang menyambut di depan teras rumah lama mereka. Keduanya segera menghambur ke dalam pelukan laki-laki itu.
“Papa, Zahira kangen.”
Zahira tidak bisa menutupi rasa harunya. Air matanya luruh.
“Sudah jangan menangis. Alhamdulillah, sekarang kita sudah bisa sama-sama lagi.”
“Bagas juga kangen sama Papa.”
“Iya, Nak. Papa juga kangen sama kalian berdua. Terima kasih ya, Nak. Doa-doa kalian lah yang membuat Papa bisa kembali bebas.”
Tangis dua kakak beradik itu semakin pecah. Papa mengeratkan pelukannya. Sementara, mama yang berdiri di sebelahnya pun ikut meneteskan air mata.
*****
Pukul sembilan malam, Zahira dan keluarganya baru pulang ke rumah. Sejak pagi tadi mereka pergi mengunjungi satu per satu rumah saudara Papa dan Mama. Ziarah ke makam kedua orang tua papa dan mama. Serta, yang terakhir mereka juga mengunjungi rumah tante Ratna.
Papa memiliki dua kakak laki-laki. Sedangkan, mama memiliki satu kakak laki-laki, satu kakak perempuan, dan satu adik laki-laki.
Mereka semua tinggal di kota ini. Namun, saat papa terkena kasus kemarin, semuanya menjauh. Tak seorang pun yang peduli dengan keluarga mereka.
Meski begitu, tak ada dendam di hati kedua orang tua Zahira. Mereka tetap masih mau menjalin tali silaturahmi dengan saudara-saudaranya.
Dengan tante Ranta sendiri papa Zahira cukup kenal baik. Selain karena wanita itu bersahabat dengan mama. Om Wawan, suami tante Ratna juga merupakan teman kuliah Papa.
Hubungan dua keluarga ini sangat dekat. Bahkan, papa dan mama Zahira malah merasa jika tante Ratna itu adik kandung mereka. Sangking baik dan tulusnya tante Ratna.
“Kakak langsung istirahat ya. Besok bangun pagi-pagi. Bantuin Mama masak.”
“Masak apa, Ma?”
“Besok itu Mama mau bikin bubur kacang hijau, roti isi, sama nasi goreng.”
“Banyak banget, Ma. Kita mau kedatangan tamu?”
“Nggak ada tamu siapa-siapa. Papamu yang minta.”
“Kayaknya Papa kangen sama masakan Mama deh. Sampe minta dibikinin segitu banyaknya makanan.”
Mama tersenyum.
“Sepertinya begitu.”
*****
“Kak, tolong bikinin teh manis buat Papa. Habis itu tolong potongin sosis ya. Sebentar lagi Mama mau nyiapin bumbu buat nasi goreng,” pinta mama.
Mamanya masih berkutat dengan panci berisi bubur kacang hijau yang hampir matang. Jadi tidak mungkin ditingalkan begitu saja.
“Iya, Ma. Sekalian Rara bikin empat gelas aja. Mama juga mau kan?”
Mama mengiyakan tawaran Zahira dengan anggukan.
Dengan cekatan Zahira meracik teh manis untuk mereka sarapan nanti. Gadis itu sudah hafal takaran gula masing-masing dari mereka. Papa dan Bagas dengan tiga sendok kecil. Sedangkan, dia sendiri dan mama cukup dua sendok saja.
Tak berapa lama semua makanan sudah terhidang di atas meja. Membuat perut Zahira seketika menjadi keroncongan.
Krukkk….
Mama seketika tertawa kecil mendengar hal itu. Sementara, Zahira hanya bisa tersipu malu.
“Panggil Papa sama Bagas sana. Kita sarapan sama-sama.”
“Iya, Ma.”
Zahira segera berjalan menuju halaman depan. Di mana Papa dan Bagas berada. Keduanya sedang merapikan tanaman pucuk merah.
“Pa, sarapan dulu. Makanannya udah siap.”
Papa mengangguk. Lalu, menghentikan pekerjaanya. Berjalan masuk ke dalam rumah bersama Bagas dan juga Zahira.
Sepanjang sarapan, dalam hati Zahira tak henti-hentinya mengucap syukur. Kembalinya papa membuat dirinya dan Bagas bisa kembali merasakan kebersamaan mereka berempat yang sempat hilang.
“Papa hari ini rencananya mau kemana? Kita jalan-jalan yuk, Pa. Kangen jalan sama-sama,” ujar Zahira setelah mereka selesai makan.
“Nggak kemana-mana. Papa mau di rumah aja.”
“Ayo lah, Pa. kita jalan-jalan. Nggak usah yang jauh-jauh deh. Ke taman deket pasar itu juga boleh, Pa.”
“Iya, Pa. Bagas juga kepengen deh jalan-jalan. kangen sama suasana di sini.”
Di sebelahnya Zahira tersenyum senang. Berharap Papanya akan berubah pikiran setelah mendengar ucapan Bagas.
“Kakak, Adek. Jalan-jalannya besok aja. Papa kalian mungkin masih capek. Kan kita masih punya waktu satu minggu di sini,” mama akhirnya ikut bersuara.
“Tapi, Ma.”
Zahira ingin protes, tapi tidak jadi.
“Masih ada besok kok. Udah biarin Papa kalian istirahat dulu hari ini.”"Maafin Papa ya. Kalau ada waktu, besok kita jalan-jalan."
Mendengar ucapan mama dan papa. Mau tidak mau, akhirnya Zahira dan Bagas menurut.
“Papa mau ke kamar dulu. Tiba-tiba kepala Papa pusing. Papa mau istirahat.”
Mama, Zahira, dan Bagas heran melihat papa yang berjalan sedikit sempoyongan. Dengan tangan yang memegangi kepala.
"Papa ken...,"
Brak….
Belum selesai kalimat mama, tubuh papa lebih dulu ambruk ke lantai. Diam. Sama sekali tidak ada gerakan atau suara lagi.
Mama langsung berteriak histeris. Demikian pula Zahira dan Bagas. Menghampiri tubuh diam itu. Mencoba membangunkannya.
*****
Minggu, 19 September 2021
Pukul 08.35 WIBAlhamdulillah, hari ini laptopnya lancar. 🤭
Sebenernya ceritanya ini udah aku tulis sampe bab 21. Tapi, biasa lah. Sebelum publish pasti nemu aja typo yang bikin nggak enak dilihat dan dibaca. 🤭
O iya. Kemarin aku janji bakal nampilin visualisasi orang tua dan adiknya Zahira. Tapi, mohon maaf ya. Aku ingar janji. 😢🙏
Soalnya pas cari di pinterest. Aku nggak nemu foto yang pas. Takutnya malah kayak terlalu maksa.
Semoga tidak menghilangkan rasa cerita ini ya. 🙏🙂
Nggak bosen-bosennya aku ucapkan terima kasih buat teman-teman, adik, kakak, yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca karya sederhana ini. 🙏🙂

KAMU SEDANG MEMBACA
Kelopak Lantana (Selesai)
General FictionTentang Zahira yang harus merasakan luka berkali-kali di dalam hidupnya. Dibenci, dijauhi, dan dicemooh oleh banyak orang disekitarnya. Bahkan, oleh orang yang mengisi hatinya. Mampukah Zahira kembali tersenyum bahagia? Karena ketika luka itu belum...