Pagi yang cerah telah kini menyambut semua insan di dunia. Kini seorang perempuan yang memakai jas berwarna putih telah siap menyambut harinya di rumah sakit. Tak pernah bosan ia jalani. Sebagi profesi seorang dokter ia harus rela waktu istirahatnya untuk berusaha menyelamatkan nyawa orang, tetapi nyawa adalah garis takdir yang mengatur hanyalah Allah SWT.
Dahinya berkerut melihat daftar nama yang ada di kertas, Ibrahim. Seorang anak laki-laki yang kerap memanggilnya Bunda. Ada rasa kasihan ia melihatnya. Di usia yang masih dini dia harus menahan sakitnya, bahkan saat ini orang tuanya pun sedang mencari donor ginjal yang cocok untuk putra semata wayangnya.
"Apa kamu serius, Al?" tanya om Surya dengan kaget.
"Iya, Om," jawabnya.
"Apa Mama mu sudah setuju?" Almira pun mengangguk.
"Baiklah, kalau gitu pihak rumah sakit akan segera menghubungi keluarganya."
Almira pun mengangguk lalu melakukan perkejaanya kembali. Saat berjalan di kordinator rumah sakit tiba-tiba ada yang menabrak dirinya.
"Astaghfirullah, Afwan. Saya tidak sengaja," ucapnya orang itu.
"Aisyah?"
"Almira. Afwan saya gak sengaja," katanya. "Kamu tidak apa-apa? Apakah ada yang luka?"
Almira pun menggelengkan kepalanya. "Alhamdulillah, tidak kok."
"Kamu sakit?" tanya Almira yang melihat Aisyah membawa sebuah amplop berwarna putih berisi hasil lab.
Aisyah pun mengangguk. "Iya, Al. Apakah nanti sore kita bisa bertemu di coffe kemarin?"
"Boleh, Syah. Oh iya, kita belum tukaran nomor handphone," kata Almira dengan tersenyum.
Mereka pun saling bertukar nomor lalu Aisya pamit untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan Almira melanjutkan tugasnya.
Tepat pukul empat sore, Almira selesai menjalani tugasnya hari ini. Ia pun bergegas menuju coffe, tetapi sebelum itu ia mengabari Mamanya terlebih dahulu bahwa ia akan pulang terlambat.
Sesampai di coffe, Almira melihat Aisyah yang telah menunggunya. Ia pun segera menghampirinya.
"Terima kasih sudah datang, Al," ucap Aisyah kepada Almira.
Almira pun tersenyum. "Sama-sama, Syah. "
Mereka pun bercerita panjang lebar hingga Almira terkejut ketika Aisyah mengatakan bahwa dia pernah menikah. Akan tetapi, pernikahan yang mereka jalani telah gagal, bahkan mereka telah memiliki seorang anak.
"Dan saat ini aku mengidap penyakit Kanker stadium empat, Al." Betapa terkejutnya Almira mendengarnya. Ia pun sampai meneteskan air matanya. Apalagi, Aisyah adalah seorang anak yatim piatu sejak kecil dan hanya hidup sebatang kara saat ini.
"Apa kamu tahu anak kamu dimana saat ini?" tanya Almira.
"Ada di suatu tempat, Al," jawab Aisyah. "Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu, Al."
Almira pun mengangguk paham. "Kalau kamu butuh apa-apa. Kamu bisa menghubungiku, Syah."
Tidak terasa mereka menghabiskan waktu selama dua jam. Almira pun pamit karena hari sudah petang.
Saat di perjalanan pulang, Almira mampir membeli martabak spesial untuk Mamanya terlebih dahulu. Almira pun teringat kejadian awal bertemunya dengan es batu bermuka tembok. Ia pun sadar mengapa ia harus mengingat kejadian konyol itu.
Martabak pun sudah jadi. Almira membayarnya lalu segera pulang. Sesampai di rumah ia melihat Mamanya sedang menonton televisi sendiri. Ia pun menghampirinya. "Assalamualaikum, Mama. Almira bawain martabak spesial buat Mama."
"Waalaikumsalam, Sayang. Wih, enak dong. Makasih anak mama yang paling cantik," ucap Mamanya lalu memeluk putrinya. "Em, bau kecut. Sana mandi!"
"Wangi kok, Mak," elaknya. "Iya deh. Al mandi dulu, Ma."
Almira pun berlari menuju kamar hingga membuat Mamanya bergeleng kepala melihat tingkahnya. "Astaghfirullahalazim, anak gadis gak pernah berubah."
Selesai mandi, Almira turun kebawah untuk menemani Mamanya melihat film. Almira pun melihat Mamanya sedang menangis entah mengapa sebabnya.
"Mama kenapa menangis?"
"Hiks ...itu kasihan Nana dihiyanati sama Dewa yang selingkuh sama Alya," kata Mama.
Almira pun menghembuskan nafas kesal. Ternyata Mamanya sedang melihat film Buku Harian Seorang Istri.
"Besok kalau cari suami yang setia ya, Al," ujar Mamanya. "Biar di seleksi sama Abangmu."
"Astaghfirullah, Ma. Emang mau jadi DPR kok diseleksi," celtuk Almira
"Ya kan, Mama dan Abangmu sayang kamu, Nak," ucap Mamanya. "Kalau Zidan sih udah oke-oke aja."
"Mama! Kok Zidan sih, Al sama dia cuma sahabat," kesal Almira.
Mamanya pun tertawa puas setelah merecoki anaknya. "Sahabat kan bisa nikah, Al."
"Mama kok gitu, sih. Jahat banget deh sama Almira, " ucap Almira yang pura-pura ngambek. "Kan Almira calonya Zikir Daulay."
"Siapa itu Zikri? Beneran calon kamu, Al?" tanya Mamanya.
" Iya, Ma. Kalau Allah berkehendak ...hahaha."
"Mama tanya beneran, Al," ujar Mamanya dengan sebal.
"Ya Allah, Mah. Jangan ngambek entar cepet tua loh," ucap Almira dengan terkekeh.
Semoga kelak kamu mendapatkan pendamping yang selalu menjagamu, Nak.
***
Yogyakarta,08 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta Almira (Completed)
Narrativa generaleStart : 01 September 2021 finished: 30 September 2021 Peringkat Cerita Paling Mengesankan #gus 14 (23-03-2022) #perjodohan 12 (24-03-2022) #spiritual 1 (30-03-2022) #nikahmuda 1 (30-03-2022) #baper 7 (31-03-2022) #muslimah 4 (02-04-2022) #cinta...