𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗳𝗼𝘂𝗿

266 33 2
                                    

Air hujan turun tidak henti, memaksaku untuk menobrosnya hingga ke gerbang sekolah. Aku menggunakan tas dan juga jaketku untuk menutup atas kepala dari hujan.

Sebagian dari tubuhku basah, begitu juga dengan tas dan jaketku. Cih, baru saja pagi sudah disambut gini.

Berjalan dikoridor, melewati tatapan heran siswa-siswi yang sedari tadi memperhatikan aku. Sekilas aku bisa lihat sebuah senyuman terukir diwajah mereka, entah mereka hanya senang melihatku atau mungkin.. ada maksud lain dibalik senyuman itu.

Pintu kelas terbuka lebar dan begitu aku masuk, tiba-tiba seisi kelas menatap kearahku. Suara becek dari sepatu bergema selama kaki ini membawa aku menuju ke meja ku.

Aku tidak lihat Milos hari ini, apa terjadi sesuatu padanya? Bahkan, tidak ada keterangan tentang kehadirannya untuk hari ini. Tidak mungkin ia bolos atau semacamnya, Milos bukan tipe siswa yang seperti itu.

Jangankan alpha, sakit dan izin saja tidak pernah. Kalau pernah, itu bukan kabar baik untuknya. Sebab kedua orangtua nya sangat displin, tidak ada yang bisa mengalahkan didikan dari kedua orangtua itu.

Selama pembelajaran berlangsung, aku terus melirik ke bangku sebelahku yang kosong. Tempat yang biasanya diduduki oleh Milos.

Aku mulai menyadari satu hal yaitu, tanpa Milos didekatku aku bisa mendengar banyak omongan dibelakangku. Tidak kuat, namun tidak pelan juga. Satu persatu perkataan itu terdengar olehku, bagaimana bisa selama ini aku tidak mendengarnya?

'Lihat? Sekarang dia sendirian.'

'Bodoh amat! Aku sih lebih suka dia jauh-jauh dari Lonas. Cewe itu aneh banget, suka nempel-nempel didekat Lonas.'

'Aku jadi kasihan padanya..'

'Gak perlu dikasihani! Biarin saja dia sendiri disana dan apa-apaan bajunya itu? Kok pada basah?'

'Habis tercebur ke dalam got kali, hahahaha..'

'Hahaha.. lebih bagus lagi kalau jatuh ke dalam sumur, ya nggak?'

'Setuju-setuju!! Hahaha..'

Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, tidak ada gunanya lawan. Tapi, setidaknya aku harus tahu siapa yang membicarakan aku dari belakang. Karena itu, aku menoleh kearah mereka.

Dua siswi itu tertegun saat melihat kearahku, bisa ditebak mereka lah yang mengataiku. Mereka tidak berkutip setelah melihat senyuman yang aku berikan padanya.

Sekarang aku tahu siapa yang harus aku hindari, yah.. anggap saja aku sedang mengancam sebelum akhirnya mengangkat senjata.

"Apa kau tahu? Kalau senyuman bisa disalah gunakan oleh banyak manusia?"

Aku beneran lagi kesel sekarang, kenapa orang-orang begitu menyebalkan hari ini?!

"Gak tahu dan gak mau tahu!!" Balasku cuek, aku bahkan tidak menoleh kearahnya.

Aku bisa dengar siapapun itu terkekeh lalu berkata, "hehehe.. senyummu manis, walau didalamnya pahit. Kau tersenyum sambil mengutuk orang-orang disekitarmu, tapi kau tidak bisa membunuh orang itu hanya karena kau sudah tersenyum padanya."

Telinga aku gatal, suara pria ini terdengar tidak asing bagiku. Namun aku tidak peduli, mood aku sedang tidak baik saat ini.

"Bagaimana kalau aku bantu?"

"Hah??" Reflek aku menoleh kearahnya.

"K-kok?!" Aku menganga tidak percaya, ternyata aku bicara sendiri. Tidak ada seorangpun disebelahku.

◦ ۪۪̥፧𝗕𝗹𝗮𝗰𝗸𝗺𝗮𝗶𝗹₍ꦼ🐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang