𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗲𝗶𝗴𝗵𝘁

253 36 0
                                    

Hari Jumat, tidak banyak pelajaran yang masuk kedalam otakku hari ini. Kekurangan tidur dan kecapekan, jadi aku tidak konsentrasi saat guru-guru menjelaskan materi pembelajaran.

Aku perlu uang lebih, makanya aku tidak ambil cuti kerja kemarin. Yang biasanya, disetiap hari Rabu dan Kamis aku libur. Yah, mau bagaimana lagi? Setidaknya, ada tambahan pemasukan untuk bulan ini.

Aku bisa mati kalau begini terus, pagi pergi ke sekolah, pulangnya langsung kerja dan malamnya aku harus mendengarkan ocehan Ben yang tidak ada sudah-sudahnya. Dia mungkin bukan manusia, tapi aku manusia dan aku butuh istirahat yang cukup!

Belum lagi, perkerjaan rumah dan beberapa hal penting yang aku harus lakukan. Itu semua jadi berantakkan sejak kedatangan Ben.

Bagaimana caranya untuk meminta Ben berhenti menggangguku? Seandainya, ia paham dengan kondisiku pasti ia akan meluangkan waktunya untuk membantuku daripada hanya mengoceh.

Tapi, sayang.. Ben terlalu kekanak-kanakkan. Ia tidak memperhatikan sekitarnya, kurasa aku perlu mengatakan ini secara langsung padanya nanti. Semoga aku tidak mati setelah membicarakan ini padanya..

Cuaca agak mendung hari ini, aku sedikit ragu untuk pulang dengan cuaca seperti sekarang. Aku tidak mau sakit lagi, pokoknya tidak mau. Banyak urusan yang harus aku kerjakan dalam seharian ini, selain pergi kerja aku juga ada perkerjaan rumah yang harus aku selesaikan.

Sambil berdoa agar tidak hujan, aku berjalan pulang menuju kosanku. Berharap hujan tidak turun selama aku masih diperjalanan dan doaku terkabul, aku sampai dikosan sebelum akhirnya hujan lebat.

Awan menghitam, berkumpul lalu menurunkan butiran air hujan. Beberapa menit kemudian, guntur menggemparkan tanah. Kilat dan petir ikut serta untuk meramaikan langit yang mulai gelap itu.

Cahaya matahari terhalang awan hitam sehingga terlihat hari sudah malam. Padahal, ini masih pukul 04:00 sore.

Semangat aku untuk pergi kerja langsung menurun, dicampur dengan rasa mager, aku lebih memilih menetap dikosan saja.

Tiba-tiba lampu padam, semuanya jadi gelap setelah petir menyambar tadi. Aku terkejut dan hampir saja jantungku keluar dari tempatnya.

Tanganku terus meraba disekelilingku, mencari barang yang mungkin bisa aku gunakan. Untuk sesaat, aku menyesal karena lupa menyiapkan lilin dan korek api. Mau tidak mau, aku berjalan ditengah kegelapan sambil mencari barang yang aku perlukan.

Setelah aku berdiri disamping kamar mandi, ada hawa dingin yang berasal dari sana. Perasaan aku mulai tidak enak, ditambah lagi suara kilat yang tidak henti-hentinya. Sedikit membantuku untuk melihat ketika kilatan itu menghiasi langit.

Tok.. tok.. tok..

Ditengah hujan deras, sekilas aku dengar suara pintu yang diketok. Aku mungkin salah dengar, tapi aku rasa tidak ada namanya salah dengar kalau berulang kali.

Tok.. tok.. tok..

Seseorang mengetok pintuku dari luar, siapa? Hawa dingin yang berasal dari kamar mandi langsung menyambar tubuhku, sensasi dingin bercampur dengan keringat begitu nyata untuk menyakinkanku kalau ini bukan imajinasi.

Tok.. tok.. tok..

Sesuatu dalam diriku menolak untuk mendekat ke pintu, walau aku tidak tahu siapa dibalik pintu itu tapi tubuhku menolak kehadirannya.

Tok.. tok.. tok..

Suara itu semakin jelas, seseorang berusaha masuk kedalam kosanku. Aku terus berpikir positif, bisa jadi itu Milos? Tapi, ia akan langsung berteriak memanggilku kalau begitu. Atau..

◦ ۪۪̥፧𝗕𝗹𝗮𝗰𝗸𝗺𝗮𝗶𝗹₍ꦼ🐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang