𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗲𝗶𝗴𝗵𝘁𝗲𝗲𝗻

170 26 6
                                    

Kali ini ujian akan dilakukan hanya dalam waktu 1 jam. Tentu saja, karena ini adalah ujian Matematika. Deretan murid terus menundungkan wajah mereka didepan kertas jawaban, berharap bisa mengerjakannya.

Guru pengawas berjalan menelusuri deretan, memperhatikan para muridnya dari dekat. Memastikan mereka tidak menyotek.

Bagus juga, dengan begini aku bisa lancar mencari jawabanku tanpa harus terganggu dengan panggilan mereka.

Entahlah, mereka tidak pernah bicara padaku. Tapi, disaat inilah mereka memanggil namaku. Menginginkan jawaban dariku, kemudian dilupakan setelah ujian selesai.

Pada awalnya, aku mengira mereka akan berbicara padaku setelah ujian. Kenyataannya mereka hanya menggunakan aku dan bila sudah tidak berguna, maka aku akan dijauhkan lagi.

Salah aku ada dimana? Aku tidak mengerti kenapa aku diperlakukan demikian. Apa aku orang jahat? Tidak, aku cuma pendiam. Bukan berarti aku tidak membutuhkan seorang teman.

Kali ini, aku menutup telingaku. Mereka memanggilku, membisikkan namaku pelan dan berharap aku akan menoleh kearahnya. Hanya saja, aku tidak mau melakukannya lagi. Sudah cukup, yang pertama akan menjadi terakhir kalinya aku membantu mereka.

"Waktu habis, silahkan tinggalkan kertas jawaban kalian diatas meja. Ibu akan mengambilnya!" Para murid langsung ribut ditempat duduk masing-masing, sadar kalau mereka belum menyelesaikan ujiannya.

"Diam!! Tidak ada yang nulis lagi! Kalau ibu nampak ada yang nulis, tidak ibu terima kertasnya!!" Mereka terdiam, dengan terpaksa mereka menurunkan pena tanpa bisa berkata-kata lagi.

Sedangkan aku? Sudah sedari tadi aku siap, tinggal menunggu ibu guru mengambil kertas jawabanku.

Haa.. tidak masalah, ini bukan apa-apanya. Aku masih bisa mengerjakannya, meskipun ada beberapa soal yang aku sendiri tidak tahu jawabannya.

Rasanya lega sekali, diakhir ujian ini aku akan bertemu dengan Ben. Ia bilang ingin menunjukkan sesuatu padaku, hmm.. aku cukup curiga sebenarnya.

Tiba-tiba hp aku berdering, ternyata nenek yang meneleponku. Kami berbincang riah, aku memberitahunya bahwa ini hari terakhir aku ujian kenaikan kelas. Dia tampak senang mendengarku bisa mengerjakan semua soal dengan mudah.

"(Y/N), apa kamu bisa kemari? Nenek mau menunjukkan sesuatu padamu..," katanya.

Aku terdiam sejenak, malam ini aku ada janji dengan Ben. Apa yang harus aku lakukan?

"(Y/N)? Halo—"

"Iya nek! (Y/N) akan kesana setelah pulang nanti!"

Seperti biasa, jam pulang dipercepatkan bila diadakan ujian. Mungkin aku bisa sempat ke rumah nenek sepulang sekolah nanti lalu pulang sebelum malam. Yah, masih ada waktu!

•❂✲❂•

Author POV
Tepat ditengah hari, (Y/N) keluar dari kosan dan menuju ke salah satu pemberhentian bus. Kampung halamannya ada diluar kota, tapi masih satu tanah.

Perjalanan terasa panjang, (Y/N) melamun sambil memandang jendela bus. Memeluk tas bawaannya lalu menguap tanpa henti.

Ketika sudah sampai, (Y/N) harus berjalan kaki lagi untuk bisa sampai dirumah neneknya. Jalan yang ia tempuh begitu familiar. Ia sangat mengenal jalan setapak ini. Tidak lama lagi, ia akan segera sampai ke rumah neneknya.

Dari kejauhan, (Y/N) bisa lihat rumah tua yang masih kokoh. Terdapat banyak pohon mangga disamping rumah itu dan ada beberapa bunga tersusun rapi didalam pot.

◦ ۪۪̥፧𝗕𝗹𝗮𝗰𝗸𝗺𝗮𝗶𝗹₍ꦼ🐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang