𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗲𝗹𝗲𝘃𝗲𝗻

238 27 8
                                    

Tangan aku tidak berhenti menulis, sekarang aku tinggal mengerjakan tugas Matematika. Jariku bergerak setiap aku menghitung, berharap apa yang aku hitung ini sudah benar.

Aku mengelap keringat yang menetes, hari ini cukup panas dari sebelumnya. Baju lengan panjang ini membuatku gerah, akhirnya aku memutuskan untuk membukanya. Hanya tertinggal tanktop crop hitam dengan celana pendek, kemudian aku ikat rambutku sambil merapikan penampilanku yang sederhana.

Duduk diatas kasur, tidak ada pendingin ruangan didalam kosanku. Jadi yang bisa aku harapkan cuma angin yang masuk dari pintu.

Tiba-tiba aku merasa merinding untuk beberapa saat, seperti ada sesuatu yang datang. Perasaan ini rasanya sangat familiar, kurasa aku pernah mengalaminya.

"Ehem!"

Reflek aku menoleh ke belakang, "Ben?!"

"A-aku.. baru sampai tadi..," ia tergagap dan ia juga tidak mau menatap lawan bicaranya.

Pipiku langsung memanas, aku tidak habis pikir kenapa Ben bisa datang disaat aku berpakaian seperti ini?! Tanktop crop dan celana pendek yang terbalut ditubuhku, aku bisa memahaminya tentang ini.

"Ah, tunggu sebentar!" Kataku sambil menutup bagian yang terbuka.

Ben hanya mengangguk sambil menoleh kearah lain, ia tidak bisa menyembunyikan telinga runcingnya yang sudah memerah itu dariku. Aku tersenyum, menyadari Ben merona didekatku. Tingkahnya lucu juga, ia tampak ragu-ragu untuk melihatku sebari menggaruk tekuk lehernya. Tanpa sadar, aku terus memperhatikannya hingga ia menegurku.

"Kau mau aku makan, yah? Cepat pakai baju sana!!" Ben menutup sebagian wajahnya, berusaha untuk menyembunyikan muka tomatnya dariku.

"I-iya! Kau jangan ngitip!!" Aku membuka lemari baju, mencari pakaian yang layak untuk aku kenakan. Sedangkan Ben, berdiri disudut kosan sambil menutup wajahnya. Kalau dilihat, ia seperti anak kecil yang sedang bermain peta umpet.

"Sudah belum?!" Tanyanya, sama persis seperti dipermainan peta umpet. Dimana yang jaga akan berhitung sampai menunggu yang lainnya bersembunyi.

"Belum! Tunggu!!" Jawabku seakan aku sedang mencari tempat sembunyi selama Ben berhitung.

Lucu juga, walau tidak ada yang akan bersembunyi atau memainkan peta umpet tapi aku tetap merasakan suasana ini saat dulu masih kecil.

Aku terkekeh, mengingat masa kecilku dikampung halaman. Permainan ini yang paling sering aku mainkan bersama teman-temanku waktu kecil. Aku berhitung, kemudian mereka bersembunyi lalu aku akan mencari mereka sebelum mereka menang.

Baju sweater (F/C) yang aku pakai dan celana kain hitam panjang. Aku tidak mikir dulu tadi, seharusnya aku tidak pakai baju ini soalnya panas banget.

"(Y/N), kau masih disana?" Aku jadi lupa dengan Ben, ia masih diposisi sama seperti sebelumnya.

"Iya, sudah! Kau bisa melihatku sekarang."

Ben menoleh ke belakang, ia tersenyum sebari mendekat kearahku. Kelihatannya, ia sama panasnya dengan aku sekarang. Bagaimana tidak? Pakaiannya sama tebalnya dengan punyaku.

"Maaf, Ben. Aku tidak punya pendingin ruangan," kataku.

Ben menunjukkan kedua telapak tangannya sambil bergeleng, tanda ia tidak mempermasalahkan hal itu. Wajahnya begitu menggemaskan ketika ia gugup, aku rasa Ben tahu betul cara untuk menahan dogaan.

"Oh, iya! Aku sampai lupa!" Ben mengeluarkan sesuatu dari kocek celananya.

"Ini buat kau..," ia menyondorkan aku sebuah hp, tangannya bergetar selama ia memegang hp itu dan pipinya mulai memerah. Ben juga tidak berani menatap mataku.

◦ ۪۪̥፧𝗕𝗹𝗮𝗰𝗸𝗺𝗮𝗶𝗹₍ꦼ🐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang