SUNGCHAN meremat handphone miliknya sendiri saat ia baca pesan yang tersemat di sana dengan nama pengirim yang sangat dibencinya. Dimana pesan itu dari sang kakak dan ia paham apa arti kata "i win" yang dikirimkan padanya. Ia tahu kini Mark sedang bersama kekasihnya, amarahnya kian meluap saat pesan itu sampai padanya, tak cukup dengan Haechan yang bawa Mark pergi tanpa pedulikan dirinya, padahal dialah yang harus ditolong oleh sang laki-laki manis. Bukan sang kakak.
"Kau ingin bermain-main denganku? Lihat saja, siapa yang akan menang dan tertawa keras. Pecundang!"
Sungchan duduk di pinggiran lapangan yang teduh. Wajahnya masih terasa berdenyut, ia tak ingin pergi ke ruang kesehatan. Yang dipikirkannya sekarang adalah bagaimana caranya untuk memberikan pelajaran bagi Mark tentunya, ia membuka kembali layar handphone miliknya. Mencari satu nama untuk dihubunginya.
Ia menyeringai kala lihat nama itu tertera pada layar handphone nya. Ibu jarinya telan tombol berwarna hijau di sana untuk melakukan sebuah panggilan. Handphone itu ia tempelkan pada telinganya dengan mata menatap tajam ke arah para mahasiswa yang berjalan berlalu lalang. Matanya nyalang, kesal dan ingin membunuh seseorang
"Kenapa lama sekali kau angkat!" teriaknya pada seseorang diseberang sana, ia gigit kuku-kuku jarinya menahan kesal.
"Ada apa lagi? Aku tidak ingin berurusan lagi denganmu! Enyahlah."
Sungchan berdecak kesal, matanya terpejam dengan gigitan pada kuku-kukunya semakin kuat bahkan hampir tarik kulitnya sendiri.
"Kau bilang apa?! Bangsat! Oww___kau ingin main-main denganku? Haruskah aku berikan dia kucing mati pada kamar asramanya? Atau aku kirimkan saja surat kematian padanya? Kurasa itu akan bagus, lagipula aku tahu dia tinggal di lantai berapa."
"Bajingan!"
"Bukankah kau sendiri yang sanggup melakukannya? Ayolah."
"Itu karena aku terpaksa keparat! Bukankah aku sudah selesai saat Haechan sudah menjadi kekasihmu! Kenapa kau incar aku lagi? Dasar gila!" teriak seseorang diseberang sana, Sungchan dapat dengar suara nafasnya yang memburu menahan kesal. Tapi itu membuat dia teramat senang.
"Kau tak lihat situasi sekarang? Aku tidak peduli. Kau harus membantuku, jika tidak. Pisau kecil ku sepertinya ingin bermain-main lagi."
Hening tak ada suara, seseorang yang tengah menelpon dengan Sungchan tak menjawab. Mungkin di seberang sana dirinya tengah membeku mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Sungchan, tapi. Laki-laki tinggi itu malah terkekeh, dengan rasa kemenangan pada genggamannya. Tidak akan ada yang dapat membantah darinya.
"Hyung kenapa lama sekali, kau ingin pulang atau tidak?!" teriak seseorang lainnya dari kejauhan.
Sungchan yang dengar itu langsung tertawa lepas dengan tangan kiri pegang perutnya.
"Lihatlah____hyung. Kesayanganmu sudah memanggilmu, tidak baik jika kau membuatnya menunggu."
"Sialan! Dimana? Dan kirimi aku pesan jika kau sudah tentukan."
"Bagus."
Sungchan jauhkan handphone miliknya. Mematikan sambungan telepon yang baru saja ia lakukan, ia menyibak rambutnya ke belakang rasakan pipinya yang terasa perih dan panas. Untuk sesaat ia ingin menikmati angin di tepi lapangan. Dia tak hanya diam, di dalam kepalanya kini tengah menyusun permainan apa yang bagus untuk diterima sang kakak. Ia akan berikan pelajaran yang benar-benar membuatnya kalut.
Ting~
Satu buah pesan masuk ke dalam handphone nya. Dan itu kembali membuat tawanya pecah. Pesan itu dikirimkan oleh kedua orang tuanya yang katakan bahwa mereka tak bisa pulang hingga akhir bulan karena masih banyak kendala yang harus diperhatikan dan dibereskan oleh kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[11] Flower Crown
Fanfiction[COMPLETED] [Obsession] [Mystery] Haechan yang terjebak antara dua obsesi namja, Dia mahasiswa baru dari desa jeju, hanya berniat datang ke Seoul untuk belajar. Siapa sangka dipertemukan oleh dua namja yang tertarik dan menginginkannya. Bxb⚠️ masih...