AIR sungai sudah mulai tenang saat Mark menyembulkan kepalanya dari dalam air. Ia menatap ke pinggiran sungai, masih dilihatnya hamparan ilalang yang tumbuh. Dengan hati-hati ia menelusuri arus sungai. Berenang mengikutinya dengan sesekali menghadap ke atas di tepian sungai, ia takut jika Sungchan masih membuntutinya. Mark berenang hingga bahunya terasa sedikit keram. Menepi karena ia sudah kelelahan.
Wajahnya masih terasa berdenyut, ditambah lagi dengan lutut terluka, dan bahu yang sama parahnya akibat ia melompat dari atas mobil. Berlari menghindari adiknya sendiri yang ingin membunuhnya. Langit sudah malam dengan gelap di sekelilingnya, tidak ada pencahayaan yang memadai. Hanya ada cahaya lampu temaram di jalanan yang ada. Jalan yang Mark tak ketahui dimana.
Ia menyentuh pipinya yang terasa membengkak. Sungguh siap dia harus memiliki adik berjiwa psikopat seperti Sungchan. Haruskah ia memberi tahu kedua orangtuanya? Tapi itu akan menjadi masalah besar, keduanya pasti akan sedih. Terutama sang papa yang memiliki hati teramat lemah lembut. Mark jadi kebingungan, darimana Sungchan mendapatkan sifat seperti itu? Dia berfikir lalu menghela nafas panjang. Pikirannya berkecamuk, ditambah dengan tempat yang ia tak tahu dimana. Lalu Haechan?
Ia mencoba untuk memaksakan tubuhnya berdiri. Berjalan menaiki tanjakan yang tak terlalu tinggi untuk kembali ke jalan raya. Jalan raya yang tidak terlalu besar, Mark kira dia sedang berada di pinggir kota. Malam semakin dingin dengan embun yang membelah bibir tipisnya. Matanya bergerilya, menelisik keadaan sekitar.
"Ya tuhan, diamana aku? Sungchan keparat. Aku harus segera kembali. Lalu jalan mana yang harus aku pilih?" Ia menatap ke kiri, ke sebuah jalan yang memiliki belokan. Sedangkan di sebelah kanannya sebuah jalan lurus.
Ia berfikir sejenak, memprediksi diamana sekiranya ada pemukiman di sini. Tak perlu pemukiman ramai, hanya satu dua mungkin untuk dia bertanya dimana dia berada. Pada akhirnya Mark memilih jalan ke kanan, jalan yang menurutnya sedikit aman. Ada beberapa lampu jalan berpendar jingga yang menerangi. Setidaknya itu sedikit lebih aman daripada jalan berkelok. Dengan langkah yang tertatih-tatih Mark melangkah pelan.
Tubuhnya terasa berat akibat baju dan celana yang dia kenakan basah dan mengandung air. Ditambah dengan cuaca yang semakin terasa dingin, pikirannya menuju sang kekasih. Tentunya setelah rencananya gagal, Sungchan akan melakukan rencana lainnya. Yang pastinya itu akan mengarah ke Haechan, tidak ada orang lain yang dapat ia monopoli dengan mudah.
Masih tidak ada pemukiman yang terlihat, tapi Mark tetap menyeret kakinya yang tanpa alas. Dingin aspal yang hitam langsung terasa, jika dibiarkan seperti ini. Mungkin saja dirinya akan terkena hipotermia, suhu tubuhnya semakin buruk karena basah seluruhnya.
Wajahnya yang berkedut, kepalanya yang sakit menambahkan sensasi yang luar biasa. Pandangannya mulai kabur dengan cahaya remang yang masih terlihat kabur. Kendaraan pun tak ada yang lewat satu pun. Mark menghadap ke belakang, menatap siapapun yang datang. Entah itu orang asing yang baik hati, seorang perampok. Atau bahkan adiknya yang berhasil menyusul. Nafasnya mulai tersendat dengan persediaan oksigen yang mungkin sudah menipis di paru-parunya.
Tanpa Mark sadari dirinya sudah dalam kondisi berlutut. Memegangi kepalanya yang berdenyut, ia ingin bertahan. Tapi, sepertinya tubuhnya tak bisa menolak akan luka dan perasaan nyeri yang mendera. Mark memaksakan otaknya untuk tetap bertahan hingga ia dapat menemukan bantuan.
Tapi.
Sekali lagi tubuhnya menolak, hingga ia tidak merasakan nyeri itu. Pandangannya kian menggelap dengan tubuh yang terjatuh di atas aspal. Dalam kesadarannya yang tersisa satu persen. Ia berharap akan ada orang baik yang menolongnya.
Semoga saja.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
[11] Flower Crown
Fanfiction[COMPLETED] [Obsession] [Mystery] Haechan yang terjebak antara dua obsesi namja, Dia mahasiswa baru dari desa jeju, hanya berniat datang ke Seoul untuk belajar. Siapa sangka dipertemukan oleh dua namja yang tertarik dan menginginkannya. Bxb⚠️ masih...