Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore begitu dia berada satu mobil dengan Argean untuk pulang. Tidak ada pembicaraan hangat yang mengisi layaknya hubungan harmonis sebuah keluarga. Jangan pernah bayangkan kaena itu tidak akan pernah terjadi di antara keduanya.
Ujung ekor matanya melirik sekilas Argean yang begitu tenang. Ia mencibir pelan, lalu kembali beralih melihat ponselnya untuk melihat apapun. Setidaknya pengalihan agar ia bisa lupa di sebelahnya ada singa besar.
Cit!
Tubuhnya hampir saja menabrak dashboard karena ulah Argeano. Shaela mendelik kesal. Melihat sekitar, mobil berhenti di tengah jalan.
“Turun?”
Kepalanya menoleh Sembilan puluh derajat. “Apa?” Matanya melotot, menatap Argeano yang bahkan tak melihat ke arahnya. Dia tidak salah dengarkan. Bagaimana mungkin dia turunkan di jalan besar seperti ini.
“Kau tuli?”
“Aku turun di sini?”
“Telinga kau rusak?” Argeano menatap tajam. Shaela berdecak. Pedas sekali mulut CEO licik ini.
“Kenapa aku harus turun?” protesnya.
“Terserah saya. Ini mobil saya.”
“Hah.”
“Turun!” Sekali lagi suara tegas itu mengusik telinganya. Shaela membuang nafas kasar, lalu keluar. Mobil Argeano melaju kencang.
“DASAR LAKI-LAKI GILA. GUE SUMPAHIN KECELAKAAN!” teriaknya kesal .
“Hih dasar CEO Licik. Seenaknya, awas lo! Gue doain nggak pernah laku lagi. Gue Doain bangkrut.” Bibirnya mendumel kesal. Kakinya berjalan di atas trotoar bersama panas yang menyengat.
“Aduh panas.”
Tangannya naik menghalau sinar matahari, Shaela menghela nafas panjang. Melihat lalu lalang kendaraan seraya meraba samping tubuhnya. Tunggu, kenapa tidak ada tasnya. Pandangannya turun.
“Tas-“ Ia terdiam sejenak. Mendesah begitu teringat tas itu masih di mobil Argean. Akh, sialan! Kalau begini bagaimana caranya dia pulang. Gara-gara laki-laki kasar itu. Sekarang bagaimana, tidak lucu dia pulang jalan kaki.
“Buk Shaela!”
Panggilan itu membuatnya tersentak. Menoleh, mendapati Willy dengan senyum mengambangnya.
“Apa yang Anda lakukan di sini?” Shaela bergeming begitu Wily kini berdiri dihadapannya. Sebenarnya ia melihat atasannya ini turun dari Mobil Argeano dan marah-marah.
"Oo ..." Shaela terdiam sejenak. Tidak mungkin dia bilang Argeano tega menelantarkannya.
"Tadi saya lihat Anda turun dari mobil Pak Argeano."
"Ooh ya, dia ada urusan mendadak," jawabnya seraya merotasi kan mata ke arah lain.
Willy mengangguk paham. Mengulas senyum andalannya. “Mau saya antar Anda pulang?”
***
Kamar berukuran 7m x 8m di itu tampak gelap. Sang pemilik kamar sengaja mematikan lampu. Dia memeluk lututnya seraya mengigit kuku jarinya, kebiasaanya jika tengah berfikir keras. Pandangannya lurus pada jendela besar kamar yang sengaja dibuka, pikirannya tengah menerawang jauh, menembus keluar bersama angin malam.
Tidak ada lagi yang menganggu pikirannya selain bagaimana cara dia mengalahkan Argiano. Shaela mendesah. Argean keras. Jika ia lawan, dia sudah gagal duluan. Bagaimana jika dia baik-baik saja? Kepalanya menggeleng kuat. Tidak bisa, dia akan makin diinjak.
Baiklah Shaela, kembali pikirkan.
Bagaimana dengan Cinta? Sosok dirinya seolah memberikan sasaran. Shaela menyandarkan tubuhnya, bola matanya Berotasi.
“Bahwa cinta dapat mengendalikan segalanya. Termasuk pikiran manusia.”
Cinta
Benar, cinta mengendalikan segalanya. Bagaimana bisa Shaela sempit pikiran? Dulu dia mendekati Argiano, membuat laki-laki itu cinta dengan tujuan mengendalikan dan berhasil. Bukankah seharusnya ia lakukan hal yang sama untuk Argeano?
Dua sudut bibirnya tertarik. Jika melawan dan membantah akan mempersulit, mungkin dia akan berubah jadi penurut dan melakukan segala cara agar Argeano mencintainya, sangat mencintainya hingga ia bisa mengendalikan laki-laki itu.
Benar.
Ketika dia berhasil mengendalikan, rencananya akan berjalan seperti awal, walau targetnya kini berbeda. Hal mudah yang pasti bisa dia lakukan, walau Argeano keras, tapi Shaela tidak akan nyerah. Di awal akan seperti itu, lihat saja hingga akhir Argean akan terperangkap dengan cintanya.
Begitu suara mobil Argean terdengar, Shaela segera berlari ke depan cermin, menatap sejenak pantulan dirinya di cermin. Point penting, dia harus selalu terlihat menarik dihadapan Argeano.
Shaela mematut dirinya yang kini memakai celana pendek hitam sepaha dan hodie pink kesukaannya. Rambutnya yang tadi tergerai, digulungnya hingga menampakkan leher putih jenjangnya. Shaela tersenyum miring, menyemprotkan parfum lalu beranjak menuju pintu utama.
Dua senyumnya mengambang palsu, menyambut kedatangan Argean dengan ramah. “Akhirnya kamu pulang, Ar. Aku nungguin kamu dari tadi.” Shela melirik sejenak jam yang menunjukkan pukul sebelas malam. “Sini, tas kamu.”
Sebelah alis Argeano naik, dua mata elang itu menghunus tajam. Merasa heran dengan kelakukan Shaela kali ini. Tanpa bicara dia hanya memberikan tasnya, membuka jas lalu berlalu ke kamar seraya melonggarkan dasi.
“Aku sudah panaskan air untuk kamu mandi. Juga makan malam yang udah terhidang.” Shaela membuntuti di belakang. Argeano yang kemudian berhenti mendadak dan langsung berbalik menghadapnya membuatnya hampir saja menabrak.
“Kalau kamu capek, sini aku pijat. Aku jago pijat, loh.” Senyum manis yang tak pernah ia tampilkan dengan baik. Namun, ucapan Argean berikutnya membuatnya mengumpat dalam hati.
“Apa yang kau rencanakan?” Tatapan itu penuh selidik.
Sialan!
“Apa? Nggak! Aku cuman sadar aja yang kemarin aku lakukan salah. Aku akan jadi apa yang kamu mau, Termasuk jadi istri berbakti.” Kepalanya mengangguk, membenarkan setiap ucapannya. Tidak lupa menyisakan senyum tulus di sana.
Argeano berdecih. “Istri? Cih, saya nggak pernah sudi anggap kamu istri.”
Ingin memaki, ingin mencakar wajah licik itu. Apa CEO gila itu mengira dia juga sudi menganggap laki-laki itu suaminya? Mit-amir. Menganggap Argean aja sebagai manusia hidup dia ogah. Jika tidak sedang berusaha keras, Shaela akan malas melakukan ini.
Sabar. Untuk tahap awal akan menjengkelkan.
“Ya sudah kamu mandi, aku akan buatkan kopi seperti biasa.” Bibirnya tetap tersenyum . Shaela berbalik badan, hendak ke dapur. Namun, tangannya yang tiba-tiba dicegat hingga tubuhnya berhadapan begitu dekat dengan Argean membuat matanya membulat.
“Kau kira aku seperti Argian?” Tangannya dicengkram kuat, Argean tersenyum smirk. Mendekatkan wajahnya hingga terpaan nafas itu mengenai leher jenjang Shaela. “Jangan berharap banyak. Paham?” bisiknya tegas.
Bruk!
Tubuhnya didorong. Shaela meringis. Menatap dua mata elang itu yang tak pernah bersalah melakukan kekerasan padanya. Argean berbalik pergi begitu saja ke kamar setelah merapikan jasnya. Dua tangan Shela menggepal. Lihat saja, aku pasti bisa! Kau akan menarik kata-katamu Argeano
***
Shaela lupa, Argean dan Argian tentunya punya karakter beda. Poor Shaela ...
Terima kasih Sudah mampir
Cek Instagram @Sarifatulhusna_ untuk Next spoiler.Vote dulu ya sebelum itu.
Salam hangat😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Pernikahan CEO Licik (Salah Akad) ✓
Любовные романы"Kamu-" Argeano menatap tajam. Mata elangnya kini menatap penuh kemenangan Shaela yang kini meremas sisi gaun pengantinnya. Laki-laki berperawakan tegap dan tinggi itu kini mengikis jarak hingga Shaela tersudut dengan pucat. "Kamu bukan Argiano!" ge...