[42] TAMAT

270 20 2
                                    

Gelap

Dalam dunia tidurnya, semua begitu gelap. Menyakitkan dan begitu menyesakkan

Di sebuah ruang UGD, seorang wanita yang sudah tertidur tiga hari kini perlahan membuka matanya. Sejak tembakan kala itu, sejak peluru menembus perutnya, sejak operasi dilakukan. Ia baru sadar setelah tiga hari kemudian.

Bunyi mesin defibilator memenuhi ruangan. Matanya menyipit. Rasa sakit di perut terasa begitu dia bergerak. Ia menatap susah payah sekitarnya, alat-alat rumah sakit yang tampak, membuatnya ditarik pada kejadian waktu itu.

Air matanya lolos.

“Argean …”

Suaranya teredam alat bantu pernafasan. Matanya menatap sendu langit rumah sakit.

“Argean …”

“Shaela?”

Menoleh, air matanya kian lolos melihat sosok di sebelahnya. Argean kah itu? Tangan yang diinfus itu berusaha menggapai wajah Argean. “Argean …” Suara itu begitu lemah.

“Shaela ini Argian.”

Tatapannya berubah kecewa. Shaela menarik lagi tangannya. “Argean?” tanyanya susah payah.

Argian menggeleng.

“Argean … mana Argean,” tangisnya.

“Aku panggil Dokter dulu.”

Dia hanya ingin Argean. Hanya Argean.

***

Kondisi Shaela membaik. Alat bantu pernafasannya kini sudah dibuka. Dokter tersenyum di samping Argean. Menatapnya yang terbaring dan sepenuhnya hanya melamun.

Argean, di mana Argean.

Alhamdulillah kondisi Buk Shaela sudah membaik.”

“Bayi ibuk selamat. Beruntung peluru itu tidak mengenai kandungan Ibuk.”

Kandungan? Bayi?

Shaela menoleh. Menatap  tak paham Dokter. “Bayi?”

“Iya, Kandungan ibuk yang berusia tiga minggu.”

“Saya hamil?” Air matanya lolos. Dokter menatap bingung, beralih menatap Argian yang mengangguk. Setelah Dokter pamit, Argian mendekat ke Brankar Shaela.

“Sha?”

Shaela tercekat. Netranya menatap Argian. Laki-laji itu menghela nafas pelan, tak beralih menatapnya.

“Aku … hamil?"

Argian mengangguk. “Kamu tidak tahu?”

“Aku … aku nggak tahu.” Tatapannya turun pada perutnya yang datar. Shaela meraba perut itu. Anaknya, Anak Argean. Ini bayi Argean.

“Argean …” Pandangan Shaela kembali pada Argian yang kini menuduk. Ia tidak melihat Argean. Apa Argean belum sadar?

“Argean … mana Argean? Kenapa aku tidak melihatnya? Argian … mana Argean?”

“Shaela …” Argian menggeleng. Perasaan dia tidak enak.

“Aku tanya Argean. Mana Argean? Mana Argean?!”

“Argean …” Menggantung.

“MANA ARGEAN KU?!” teriaknya tak sabar.

“Argean tidak tertolong.”

Deg!

“Argean meninggal.”

Innalilahi

Skenario Pernikahan CEO Licik (Salah Akad) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang