Selama ini Shaela berusaha kuat, Shaela berusaha berdiri dengan baik, tapi sebenarnya Shaela rapuh, Shaela tengelam dalam derita. Shaela sakit dengan hidup Shaela. Shaela nggak tahu lagi cara hidup. Shaela ingin mati Umi, Shaela ingin nyusul Oma,” lirihnya terbata-bata. Tangis pilu itu memenuhi ruangan, menyayat hati bagi siapapun yang mendengar. Halnya Umi yang ikut menetaskan air mata.
Segala rasa sakit yang dirasakannya ia utarakan. Setengah jam lebih ia terisak dan melepaskan beban di dadanya. Suara tangisnya mereda, Ia tidak tahu apa yang dilakukan wanita yang tengah memeluknya ini hingga semua rasa sakit itu ingin Ia ceritakan.
Umi melepaskan dekapannya. Mendekap pipinya dan menghapus lembut bulir yang masih berjatuhan. Mata yang memerah itu menatap Umi sendu.
“Alasan Shaela nggak sholat, Shaela marah sama Tuhan. Umi?” Suara itu bergetar tertahan. Shaela menutup matanya sejenak. “Kenapa tuhan kejam membuat Shaela seperti ini? Kenapa harus Shaela? Kenapa sesakit ini hidup?”
“Nak, tuhan tidak pernah kejam sama Hamba-Nya.”
“Dan hidup Shaela? Apa itu tidak kejam?”
Umi tersenyum pengertian. “Umi boleh tanya dulu?”
Shaela mengangguk ragu.
“Menurut Nak Shaela kenapa harus ada rasa sakit?”
Cukup lama ia memahami kalimat itu dan mencari jawaban. Tapi tidak ada satupun ya pikirkan. Kepalanya menggeleng.
“Untuk membuat kita sadar berharganya sebuah nikmat.” Jeda sejeanak. “Kenapa ada yang namanya jatuh? Supaya kita tahu cara bangkit. Kenapa harus ada cobaan? Supaya kita tidak melupakan tuhan.”
Deg!
“Kadang rasa hancur adalah cara Tuhan untuk membuat hamba-Nya sadar.”
Air matanya menerobos. Kalimat indah itu seakan menghantam hatinya.
“Shaela, Allah nggak kejam. Allah maha baik. Allah itu sayang banget sama Shaela. Allah rindu kamu, Nak. Cara Allah menyadarkan hamba-Nya itu dengan memberikan segala hal yang membuat Hamba-Nya datang.”
“Apa yang kamu alami,apa yang kamu rasakan adalah cara Allah membuat kembali mengingatnya. Allah itu rinduu banget sama Shaela. Allah cemburu, Allah sedih karena Shaela sudah terlalu jauh. Allah pengen Shaela ingat pada-Nya. Allah ingin itu dari Shaela, itulah jawabannya.”
“Tapi semua ini …”
“Coba Shaela lihat. Bukankah masalah ini yang membuat saya Shaela bertemu Umi? Bukankah kehilangan dan rasa sakit yang membuat Shaela datang ke sini? Dan bukankah-”
Shaela terisak.
“La tahzan. Rasa sakitnya akan hilang, insya Allah, ketika Shaela datang bermunajah dan kembali kepada Allah.”
“Tapi selama ini Shaela menyalahkan tuhan. Shaela nggak pernah ingat Tuhan. Apa Shela pantas untuk itu?”
“Salah satu Ayat dalam Al-quran berbunyi, “dan janganlah kamu berputus Asa dari Rahmat Allah.”
“Dahulu … ada cerita. Salah satu sahabat Rasulullah yang sebelumnya masih kafir, dia sudah banyak melakukan dosa, berzina, syirik bahkan membunuh. Tapi Shaela tau ketika Rasullah mengajaknya masuk islam, dia bilang apa?”
“Dia merasa bingung, Rasulullah pernah bilang orang yang berzina, syirik dan membunuh akan masuk neraka. Lalu turunlah ayat Allah, “Dan janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah.”
“Nak sejuah apapun kamu menjauh dari Allah, seberapa besar pun semua itu, kembalilah. Allah tidak pernah menolak hamba-Nya yang ingin kembali. Allah itu baik, Allah selalu nunggu Hamba-Nya sekalipun Hamba itu lupa, ampunan Allah besar. Jadi … jangan merasa putus asa. Karena selagi Shaela bernafas. Shaela selalu punya kesempatan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Pernikahan CEO Licik (Salah Akad) ✓
Romance"Kamu-" Argeano menatap tajam. Mata elangnya kini menatap penuh kemenangan Shaela yang kini meremas sisi gaun pengantinnya. Laki-laki berperawakan tegap dan tinggi itu kini mengikis jarak hingga Shaela tersudut dengan pucat. "Kamu bukan Argiano!" ge...