08. malu

76 12 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti hari-hari sebelumnya, aku terbangun karena ponselku yang berbunyi tanda pesan masuk bergantian. Tentu saja itu Faris. Setelah menceritakan semuanya pada temanku, aku memutuskan untuk tidak lagi menahan perasaanku yang akan keluar.

Ku pikir Faris pun demikian. Walaupun, hanya teman-temanku saja yang mengetahui kedekatan kami, setidaknya bebanku atau bisa dibilang kami berdua, sedikit berkurang.

"Ris, salah bangku," protes Keano saat mendapati kursinya yang diambil alih oleh Faris.

"Pindah belakang, No," ucap Faris seenaknya. "Bosen duduk belakang."

Apa maksudnya? pikirku panik. Aku menoleh ke belakang dengan ngeri, berharap Faris tidak benar-benar melakukan apa yang aku dengar barusan.

Dari tempatku sekarang, aku bisa melihat dengan jelas Faris yang tengah tertidur berpangku tangan di atas mejanya.

Samping kiri juga kanan, aku bisa melihat dengan ekor mataku, Kania dan Syila yang sedang menahan tawa mereka agar tidak bersuara. Wajahku memerah, aku tersipu bukan main, rasanya seperti tertangkap basah sedang mengintip orang tengah mandi di pinggir sungai dekat desa yang sebelumnya pernah aku kunjungi.

///

bagian selanjutnya dalam cerita:
resah

B E R K I S A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang