16. menjenguk

43 11 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah seharian kemarin aku di luar rumah, tubuhku tidak lagi sanggup untuk beraktivitas. Hari ini, kuputuskan untuk tidak pergi ke sekolah dan mematikan ponselku sampai membuat Faris kalang kabut mencariku ke mana-mana.

Alahasil, katanya, dia akan mampir ke rumah.

Sehari itu aku memang sudah berniat untuk istirahat. Ponselku mati, aku pun juga ikut 'mati' karena dayaku sudah habis kemarin. Saat jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul lima sore, kubuka mataku dan terkejut mendapati seseorang duduk di bangku dekat tempat tidurku.

"Faris?!" seruku. "Ngapain kamu di sini?!"

Faris juga ikut kaget. Posisinya tadi membelakangiku. Walau begitu juga aku tahu dia Faris. Memang sudah berapa lama aku kenal dia?

"Kan tadi udah bilang, Ta," jawabnya. "Gimana? Enakkan? Masih demam?" Tangannya tiba-tiba menyentuh keningku yang aku rasa makin hangat karena pergerakannya barusan.

Bisa kutahu kalau wajahku sekarang merah seperti tomat.

"Udah gak demam tuh," balasnya sendiri. "Tapi, kok wajah kamu merah sih."

Kupalingkan wajahku ke arah lain dan menarik selimut hingga bawah mataku. Faris benar-benar sudah gila. Bukannya sembuh, malah yang ada penyakitku bisa bertambah kalau begini, ujarku dalam hati karena tak mungkin aku merutuki niat baiknya berkunjung.

"Mama udah di bawah belum sih, Ris?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

Faris menggeleng. "Aku belum ketemu sih, cuma tadi aku ketemu kakak kamu waktu dia mau berangkat ke kampus, katanya."

"Oh kamu dibukain pintu sama dia?" Laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban.

Tubuhku merosot. Aku semakin malu saat mengetahui kalau aku hanya berdua saja di rumah dengan Faris.

Tiba-tiba ia menggerakan lagi tubuhnya. Sekarang, bisa kulihat Faris tengah sibuk membongkar isi tasnya seperti mau mengeluarkan sesuatu.

"Nih," ucapnya setelah memberikan sepucuk kertas bertuliskan nama sekolah kami kepadaku. "Itu surat dari sekolah buat kamu, tadi aku dititipin sama Kania, aku bilang soalnya ke dia kalau mau jenguk kamu."

Kubuka pelan-pelan kertas itu dan membacanya cepat. Aku menghela napas panjang saat mengetahui apa isi suratnya.

Tiba-tiba tangan Faris kembali bergerilya, kali ini ia memegang pucuk kepalaku sambil mengusapnya. "Kalau enggak bisa, enggak usah maksain, Ta."

Oh ya Tuhan, acara menjenguk macam apa ini sampai membuat kondisi pasiennya makin parah???

Aku tersenyum menyambut perkataan Faris barusan. Dia memang ada benarnya. Sepertinya aku besok tidak akan ikut kalau Faris menambah penyakitku.

///

bagian selanjutnya dalam cerita:
kegiatan tengah semester

B E R K I S A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang