—
"Aku pergi dulu ya," ucapku pada seorang Wanita yang sibuk di ruang kerjanya.
Ia menoleh dan menatapku heran. "Jam segini?"
"Sebentar aja kok," jawabku sedikit terdengar acuh karena sedang memasang kaus kaki.
"Ke mana, Ta?" tanya Ibunya, "udah malem."
"Ke rumah Kania, Ma."
Setelah selesai menjawab, aku benar-benar tak mendapat pertanyaan lainnya. Seperti memang tugasnya untuk percaya pada Kania, dia membiarkanku pergi ke sana kapan pun ku mau.
"Mama tidur duluan aja kalau aku kemaleman, aku bawa kunci." Aku benar-benar menghilang setelah itu.
Di depan, sudah ada Rina yang membawa sepeda motor untuk menjemputku. Senyum lebar terukir jelas di wajahku, aku naik ke atas sepeda motornya dan berpegang erat di bahunya. Dia sedikit terkejut, namun dia sudah terbiasa dan bisa membuat sepeda motornya kembali sejajar.
"Lama banget, Kak." Rina protes, dia mengomentari lama waktunya yang digunakan untuk menungguku di luar. Aku meringis, memamerkan gigiku sedikit dan meminta bantuan kecil padanya. "Rin, lewat rumah Faris ya nanti."
Tentu saja gadis itu protes. Tapi, walau begitu dia tetap menurutiku. Semalaman itu aku sama sekali tak bertukar kabar. Malahan, aku asik sendiri sampai lupa kalau aku punya seseorang yang setidaknya menunggu kabarku. Pikirku begitu.
Dari pukul 8 malam sampai 10 malam ku habiskan bermain bersama dengan teman-temanku. Mama menelpon, katanya dia sudah mengantuk, dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Ya ... walaupun aku membawa kunci rumah sendiri, Ibu tidak akan pernah tidur, kalau anaknya belum absen wajah di rumah, dia bisa-bisa akan begadang semalaman.
///
bagian selanjutnya dalam cerita:
cemburu
KAMU SEDANG MEMBACA
B E R K I S A H
Short Story[✔️] Kamu akan mendengar cerita ini ketika kita duduk berdua di balkon rumah bersama. sesuatu yang pernah menjadi bagian dari cerita hidupku saat remaja, ku tuliskan berlembar-lembar dalam buku jurnalku. - Faris menjadi satu alasan kenapa bulan Feb...