13. satu hari bersama brata

57 12 4
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharian ini aku hanya berbaring di atas tempat tidurku. Kemarin, Faris benar-benar tidak menghubungiku. Ku pikir dia memang sedang sibuk, tapi nyatanya aku melihat sendiri dengan mata kepalaku kalau dia sedang bermain bersama teman-temannya.

Rasanya aku ingin sekali bertanya, jika disuruh memilih antara aku atau temannya, mana yang menjadi prioritasnya. Ntah sejak kapan aku mulai diperbudak oleh perasaanku sendiri seperti sekarang.

"Akhhhh...." Aku teriak tertahan. Tentu saja itu ku lakukan karena takut dimarahi Mama. Hari ini dia tidak bekerja, katanya bos di kantornya memberi istirahat sehari sebelum besok dia harus pergi lagi ke luar kota.

"Dek!" Suara Mama membangunkanku yang sebetulnya tidak tidur sama sekali. Aku beranjak dari tempat tidur, berjalan ke arah pintu, dan tanganku mendorongnya pelan.

"Ada apa, Ma?!" teriakku dari lantai dua. Mama balas berteriak, "Ini ada Brata di bawah!"

"Ngapain?!" balasku lagi.

Kali ini tak ada jawaban, malahan aku mulai mendengar suara hentakan kaki dari tanggaku. Aku mendumal. Brata memang suka seenaknya sendiri. Mana ada dia beritahuku lebih dulu kalau mau ke sini. Lagi pula, jika aku tau, sudah ku usir dia dari rumah.

"Surpise!" Dia memamerkan senyuman lebarnya sambil tangannya direntangkan. "Senyum dong, Dek. Mas Brata jauh loh dateng ke sini."

"Gak ada yang nyuruh." Aku tidak menyambutnya, ku biarkan saja pintuku terbuka sedikit, dan dia melangkahkan kakinya sendiri masuk ke dalam kamar.

Ah... pasti kalian bertanya-tanya kenapa dia ku panggil seperti itu. Ceritanya panjang, tapi yang jelas dia bukan saudaraku apalagi keluargaku. Dia hanya teman di sekolah, teman dekat lebih tepatnya.

"Mas bawain ayam," katanya. Aku menoleh dan mendapati di tangannya ada sekotak bertuliskan merek ayam kesukaanku. Wajahku berseri sedikit dan buru-buru memindahkan makanan itu ke tanganku. "Makasih, Mas." Ini kuucapkan dengan tulus.

"Kamu kenapa sih? Instagram gak aktif, telepon gak diangkat, sms juga gak dibales." Dia protes.

Aku yang masih sibuk sendiri menjawabnya sedikit acuh, "Gak ada apa-apa."

"Faris ya?"

"Emang kelihatan banget?"

"Ya emang kamu ada cowok lagi?"

"Loh... eh tapi, Mas kok tau sih?!"

Aku gelabakan sendiri. Sementara, dia sudah senyum-senyum tak tahu malu. "Ya tahu, Dek. Apa coba yang gak aku tahu soal kamu?"

"Ya yang satu itu harusnya, Mas Brata, gak tahu!"

Dia tertawa kesenangan melihatku tak terperdaya. Aku mengacak-acak rambutku sendiri seperti orang frutasi, teriak-teriak mencacinya yang tidak tahu situasi.

"Dek, jangan teriak-teriak!" Itu suara Mama. Dia menegur tepat setelah aku menjambak rambut Brata karena menyebalkan. Orang itu masih saja tertawa, dia tak ada kasihan-kasihannya sama sekali denganku.

Hari itu ku habiskan bersama dengan Brata. Bercerita, mendengarkan, juga merencanakan misi gila buatannya.

///

bagian selanjutnya dalam cerita:
hari kasih sayang

(A/N):
ada yang tiba-tiba jadi tim brata gak?🤣

B E R K I S A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang