9

641 76 1
                                    

Anyonghaeyo~~~ (nada haechan)

Typo, bilang ya~~

_______________________

Jeno berlajan menuju ruang kerja ayahnya. Raut wajah yang kini termihat memerah, dengan kedua tangan ia genggam erat. Sudah bisa ditebak bahwa saat ini Jeno tengah marah.

Brak..

Suara pintu yang tiba-tiba dibuka dengan keras mengagetkan tiga orang pria yang berada dalam ruangan tersebut.

Ketiga orang tersebut adalah Jehyun, Jaemin dan Edrick. Mereka bertiga tengah membahas sesuatu perihal kerajaan.

"Jeno? Ada apa? Bukannya sekarang kau sedang minum teh bersama Giselle?" Tanya Jaemin.

Jeno tidak menjawab pertanyaan dari Jaemin dan berjalan menuju ayahnya.

"Katakan padaku, siapa yang mengusulkan tentang waktu pertunangan?!" Tanya Jeno langsung pada intinya.

"Ya siapa lagi, tentu saja ayah." Balas Jeahyun dengan tenang.

"Aku bahkan belum menyetujuinya dan ayah dengan seenaknya menentukan waktu pertunangan?!" Suara Jeno perlahan mulai meninggi.

Jaehyun menghela nafas, kemudian menjawab.
"Ayah tidak butuh persetujuanmu. Cukup kau ikuti semua yang ayah perintahkan!"

"Bahkan dengan siapa aku akan menikah? Tidak. Sudah cukup aku mengikuti semua perintah ayah. Aku tidak ingin bertunangan apalagi menikah dengan orang yang tidak aku cintai!"

"Apa kau bilang? Tidak ingin menikah dengan orang yang tidak kau cintai? Ck. Berhenti bersikap bodoh Jeno."

"Ikuti perintahku. Jika tidak-"

"Jika tidak apa? Ayah akan menghukumku, begitu? Kalau begitu, lakukan. Hukum aku. Itu lebih baik daripada harus menikah demi kepentingan politik."

"Benarkah? Kau mau mendapatkan hukuman dariku? Tapi bukankah perjodohan ini baik? Aku sudah mencarikanmu calon istri yang sempurna untukmu. Dia cantik, berpendidikan dan tentu saja dari kalangan tinggi." Jaehyun sedikit menunda perkataannya.
"Ayah sudah memutuskannya. Dan kamu tidak ada hak untuk menolak." Lanjutny.

"Behenti ikut campur tentang hidupku, ayah. Biarkan aku mencari calon istriku sendiri."

Mendengar hal itu membuat Jaehyun terkekeh.

"Kau mengatakan itu seolah sudah mendapatkannya saja."

"Ya. Aku sudah mendapatkannya."

Jawaban dari Jeno sukses membuat ketiga orang yang ada diruangan itu terkejut. Bahkan sekarang Jaemin tengah ternganga. Kaget mendengarnya.

"Apa?! Siapa dia?! Tinggalkan perempuan itu. Kau harus tetap menikah dengan Giselle!"

"Cukup, ayah. Untuk kali ini, aku tidak akan mengikuti perintah ayah!"

Usai mengatakan itu, Jeno pergi keluar dari ruangan kerja Jaehun dengan sangat marah.

Raut wajah marahnya menakuti siapa saja yang melihatnya. Bahkan saat ini, para pekerja istana yang selalu memberikan salam kepada Jeno malah menunduk takut. Seolah tidak berani memberikan salam.

"Ck. Dasar anak itu. Apa susahnya menuruti perintah?!" Jaehyun.

"Sekarang kau boleh pergi!" Ucap Jaehyun kepada Jaemin.

"Saya permisi, Yang Mulia." Ucap Jaemin sambil membungkuk 45° kepada Jaehyun dan tidak lupa memberikan senyum tipis kepada ayahnya.

"Tolong kau cari tahu siapa wanita yang saat ini dekat dengan Jeno. Aku ingin secepatnya." Perintah Jaehyun kepada Edrick.

"Baik, Yang Mulia." Ucap Edrick kemudian membungkuk dan pergi keluar ruangan.

"Bagaimapun juga, pernikahan ini harus dilaksanakan." Guman Jaehyun.

Jaehyun adalah tipe orang yang tidak ingin jika perintahnya tidak dilakukan. Ia akan menggunakan cara apapun agar keinginannya bisa terpenuhi.

.
.
.

Brak

Suara bantingan pintu kembali terdengar. Pelakunya sama yaitu Jeno. Hanya saja korbanya adalah pintu kamarnya sendiri.

Jeno berjalan menuju ruang ganti yang terletak di pojok kanan kamarnya. Ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia gunakan ketika pergi keluar istana.

"Jeno.. Jeno.."

Saat sedang bergangi pakaian, tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari luar ruang ganti

Ceklek

Jeno kemudian keluar ruangan dan melihat Jaemin yang berdiri di depan ranjang sambil melipat kedua tangannya.

"Ada apa?" Tanya Jeno dingin.

"Apa maksudmu tadi?" Bukannya menjawab peryanyaan Jeno, Jemin malah balik bertanya. Hal ini membuat Jeno bingung dan menaikkan sebelah alisnya.

"Apa?" Tanya Jeno.

"Ck. Yang kau bicarakan dengan ayahmu tadi. Pantas saja kau menolak dijodohkan, ternyata sudah menemukan calon sendiri rupanya."

Jeno berdecak dan kemudian berjalan ke arah mantel yang ia gantung di pojok kamar. Jeno hendak memakai mantel itu sampai pertanyaan dari Jaemin menghentikan niatnya.

"Kau mau kemana? Keluar istana lagi?" Tanya Jaemin.

"Begitu rindunya kau kepada kekasihmu sampai harus setiap hari bertemu?" Lanjut Jaemin.

"Ck. Berhenti omong kosong." Balas Jeno.

"Hahaha.. Jeno.. Jeno.. sepertinya menggodamu sudah menjadi kebiasaan baru untukku."

"Oh ya, mengenai perjodohanmu. Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Jaemin.

"Aku akan mengurusnya." Balas Jeno kemudian lanjut melakukan aktifitasnya yang tertunda tadi gara-gara Jaemin.

"Mengurusnya? Dengan apa?"

"Jangan bilang kau akan menikah dengan kekasihmu itu?!" Jaemin mulai dengan pikiran anehnya.

"Hmm. Sepertinya itu ide yang menarik."

Ah, sial. Jangan sampai Jeno terhasut dengan pikiran aneh Jaemin.

"Tidak. Jangan. Jika sampai kau melakukannya, akan aku penggal kepalamu." Ancam Jaemin.

"Haha.. coba saja kalau kau bisa." Ucap Jeno sambil melangkah keluar kamar.

Saat ini hanya Jaemin yang berada di kamar Jeno. Jaemin berdiri membelakangi pintu kamar yang dibiarkan Jeno dengan keadaan terbuka.

"Fyuh.. semoga saja dia tidak melakukannya." Gumam Jaemin.

"Melakukan apa?" Tanya seorang perempuan yang berdiri tepat dibelakang Jaemin.

"Oh, Astaga!"

.
.

Bersambung~~


Aku mulai buntu

THE EXODIYUS || Jeno - KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang