Seorang putra mahkota yang dijodohkan dengan wanita yang tidak ia cintai.
Putra Mahkota tersebut bernama Jeno Beldiq Cyndryn. Jeno merupakan satu-satunya calon penerus tahta kerajaan Alphanus. Jeno dijodohkan oleh seorang wanita keturunan Duke, namu...
Acara yang diadakan kerajaan telah selesai. Giselle dengan segera membersihkan badannya dan mengganti gaun mewahnya dengan gaun yang biasa digunakan untuk tidur.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Kayak gitu gaun tidurnya, tp lebih panjang) (Eh, tp beneran gaun tidur gak sih sebutannya?) (anggap itu Giselle)
Setelah menyelesaikan kegiatannya, Giselle berjalan kearah kasur. Kegiatannya hari ini cukup membuat badannya lelah. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Giselle pergi menuju kamar ayahnya. Ia ingin menemui ayahnya karena besok pagi, ayahnya akan kembali ke kediamannya meninggalkan Giselle yang harus tetap berada di istana.
Tok Tok
"Masuk!" Perintah Edward.
Pintu perlahan terbuka, memperlihatkan Giselle yang berjalan dengan raut wajah sedih.
"Ada apa Giselle?" Tanya Edward kemudian mengajak Giselle untuk duduk di sofa yang terletak di pojok kamar.
Giselle yang sedari tadi menunduk perlahan mengangkat wajahnya dan menatap sang ayah.
"Bisakah ayah mengundur waktu untuk tidak pulang besok?"
Edward terkekeh mendengar pertanyaan dari anak perempuannya itu, membuat Giselle kesal.
"Aku serius ayah. Jangan dulu pulang."
"Tidak sayang, ayah harus segera pulang. Ada banyak pekerjaan yang tidak bisa ayah selesaikan disini. Jadi mau tidak mau, ayah harus pulang dan meneyelsaikannya di rumah."
"Tapi apakah tidak bisa di undur? Ayah boleh pulang, tapi jangan besok.."
"Lusa. Ayah pulang lusa? Bagaimana?" Bujuk Giselle.
Giselle belum siap berjauhan dengan ayahnya. Sejak kecil, ia selalu dekat dengan ayahnya. Ibunya telah meninggal saat melahirkan Giselle.
Giselle memiliki seorang kakak perempuan. Kakaknya sudah menikah dan tinggal di kastil yang berbeda dengannya. Dan tentu saja, suaminya-kakak ipar Giselle- merupakan seorang dari golongan atas. Jarak usia Giselle dengan kakaknya cukup jauh, sepuluh tahun. Kakaknya menikah sejak Giselle berusia sepuluh tahun.
Jadi itulah mengapa Giselle lebih dekat dengan ayahnya.
Ok, kembali ke keadaan Giselle sekarang.
Edward menggeleng pelan. "Tidak bisa, sayang."
"Tapi ini terlalu cepat, Ayah. Jika ayah pergi, aku akan berbicara dengan siapa disini? Aku tidak dekat dengan siapapun di istana sebesar ini."
"Kau harus mulai berteman dengan seseorang disini Giselle. Winter, dia akan menjadi saudara iparmu nanti. Dan kau harus mulai akrab dengannya."
"Jeno. Ayah bahkan tidak pernah melihatmu berbicara dengan Jeno. Dekati dia, dia calon suami mu. Setidaknya kau dekat dengan Jeno."
Giselle ini bisa dibilang sosok yang tertutup dan susah bergaul. Bahkan ketika memasuki sekolah di akademi kerajaan, Giselle tidak memiliki teman. Bukan tidak ada yang mau berteman dengannya namun dia lebih menutup diri. Kalau istilah kerennya sih introfert🙂
Sedangkan saat Giselle tinggal di istana ini, ia hanya disibukkan dengan membaca buku dan sesekali berjalan-jalan di taman istana seorang diri. Winter pernah mengajaknya untuk sekedar minum teh bersama, tapi acara minum teh itu penuh dengan keheningan.
Giselle menghembuskan nafasnya "Baiklah ayah."
"Besok, ajaklah Jeno untuk minum teh atau berjalan-jalan. Kalian harus dekat karena sebentar lagi kalian akan menikah."
"Iya, Ayah."
"Ya sudah. Pergi kekamarmu sekarang. Istrahatlah."
Giselle mengangguk. "Tapi, ayah benar-benar akan pulang besok?" Tanya Giselle dengan tatapan memohon agar ayahnya tidak jadi pulang besok.
"Ya tentu saja. Lagipula ayah akan kembali lagi kesini sebelum hari pernikahanmu."
"Benarkah? Ayah tidak berbohongkan?" Tanya Giselle sambil tersenyum senang.
"Tentu saja. Apa kata orang nanti, jika ayah tidak datang dipernikahan putrinya sendiri."
Mendengar itu Giselle sangat senang.
"Janji?" Giselle mengarahkan jari kelingkingnya ke hadapan Edward, dan dibalas dengan Edward dengan jari kelingking juga.
"Janji." Ucap Edward.
"Baiklah. Aku pegang janji ayah. Tapi jika ayah mengingkarinya, aku akan marah besar."
Edward terkekeh akan ucapan dari anaknya. Kemudian tangan kanannya menepuk kepala Giselle dengan pelan.
"Ini sudah malam. Istrahatlah."
Giselle mengangguk kemudian mengucapkan selamat malam kepada ayahnya dan pergi menuju kamarnya.
Edward terus memperhatikan langkah Giselle hingga langkah kecil itu menghilang dibalik pintu yang perlahan tertutup.
Edward menghembuskan nafas pelan. 'Dia sudah dewasa.' Gumamnya.
Tbc...
Giselle Keyna Hamilton
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.