Dua puluh dua

824 43 5
                                    

Mimpi indah itu seakan nyata untukku. Tapi, tidak untuk hatiku yang masih merasakan kegundahan yang teramat.

Apalagi saat sendiri seperti ini, kesendirian dan kesedihan ku semakin terasa. Aku yang tidak mau terlalu larut dalam kesedihan, segera menyeka air mata dan beranjak dari tempat tidur.

"Sebaiknya aku sholat ashar dulu," batinku saat melihat jarum jam yang sudah menunjukan pukul empat sore.

Akupun bergegas mengambil air wudhu dan memakai mukena setelahnya.

Tidak banyak pintaku, aku hanya ingin Kak Irham segera memberikan kabar atas penantian ini. Ku panjatkan semua doa-doa, kucurahkan semua yang sedari tadi mengganjal dalam hatiku pada sang maha kuasa. Air mata menjadi saksi bisu akan doa ku saat ini.

"Aamiin ...!"

Terdengar suara samar  yang meng-Aamiinkan doa ku saat mengusap seluruh permukaan wajah. Aku masih diam saat itu. Antara percaya dan tidak dengan apa yang kudengar. Pasalnya suara itu seperti suara orang yang saat ini sedang kurindukan.

Sebelum akhirnya aku menoleh ke arah asal suara tersebut yang tak jauh dari tempat aku berada.

Akupun menarik kedua sudut bibirku dan tersenyum. "Kak Irham!" seruku membangunkan tubuh dan berlari ke arahnya yang sedang membuka kedua tangannya lebar.

Aku memeluk suamiku erat begitupun dengan ka Irham yang membalas pelukannya. Rasa rindu, cemas itu benar-benar terbayar saat kehadiran dirinya. Bahkan yang tadinya ingin sekali marah saat bertemu dengannya hilang begitu saja. Aku tidak bisa marah saat melihat wajahnya yang sejuk itu menurutku.

Cukup lama aku mendekap suamiku. Mencium bau tubuhnya seperti yang aku inginkan.

"Sayang, suaminya belum mandi tau, lama banget peluknya!" sarkasnya yang membuatku semakin mempererat pelukan.

"Biarin aja. Abisnya suami, Anisa nyebelin banget." jawabku sedikit ketus.

Ka Irham melepaskan pelukannya dan menatap wajahku dengan bibir di monyongkan. "Kok nyebelin, emang Kakak salah apa sama istri tercinta?"

"Banyak banget!"

"Masa sih!" serunya yang malah mengecup pipi kanan dan kiri lalu bibirku yang masih di monyongkan.

"Tuh, kan! Dasar nyebelin ngambil kesempatan dalam kesempitan!" aku yang langsung mencubit pinggang Ka Irham.

"Aw ...! Sakit tau, Sayang!" sakit yang tak aku gubris.

Aku yang masih sedikit kesal memilih duduk di tepi ranjang, begitu juga Kak Irham yang mengikuti pergerakanku.

"Dari pagi Anisa telepon dan kirim pesan sama Kak Irham, tapi kenapa Kakak malah enggak ngerespon satupun pesan dari Anisa? Bahkan Anisa sampai berpikir, apa mungkin karena Anisa punya salah sama Kakak dan buat Kak Irham enggan untuk membalas atau meresponnya. Tapi, meskipun begitu, seharusnya dibicarakan baik-baik, bukan malah dicuekin begini."

Aku yang bicara panjang lebar.

Ka Irham menghela napas panjang sebelum akhirnya meraih kedua tangan dan menjawab pertanyaanku. "Untuk hal itu, maaf. Kak Irham gak tau sama sekali kalau istri Kakak telepon atau kirim pesan berulang kali. Handphone Kakak hilang, De," jawabnya sedikit memelas dan membuatku terkejut dan membulatkan kedua mata.

Saat aku hendak menjawab ucapan Kak Irham, dia kembali melanjutkan ucapannya. "Pagi itu Kakak gak banyak berpikir, apalagi buat ganti hape, yang kakak inget itu kalau hari ini istri sedang sidang, makannya pagi-pagi sekali Kakak pesan penerbangan buat balik ke sini."

"Terus kalau berangkat pagi, kenapa jam segini baru sampe?" tanyaku heran.

"Nah itu dia. Niatnya kakak itu kasih kejutan, eh ternyata malah ada pekerjaan mendesak dan gak bisa ditinggalin. Makannya kakak ambil penerbangan siangnya, hehe ..."Ka Irham berlagak manis tanpa rasa ada bersalah sedikitpun.

Akupun menarik sudut bibirku dengan tangan menyilang.

"Kok masih cemberut aja, Kakak punya sesuatu buat istri Kakak yang paling cantik ini. Tunggu sebentar!" Kak Irham yang langsung ke luar dari kamar.

Entah kejutan seperti apa yang akan dia berikan. Apapun itu, aku pasti akan menyukainya.

Sembari menunggu kembalinya Kak Irham, akupun memilih melepaskan mukena yang sedari tadi aku pakai dan menggantinya dengan kerudung instan. Selang beberapa saat Kak Irham kembali dengan sebuah buket mawar putih yang menutupi sebagian tubuhnya.

 Selang beberapa saat Kak Irham kembali dengan sebuah buket mawar putih yang menutupi sebagian tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tara ....!" serunya yang membuat aku mendekat ke arahnya dan mengambil buket bunga tersebut perlahan.

"Masya Allah ini besar banget! Wangi."

"Sukak gak, sama kejutannya?" tanya Kak Irham yang membuat aku mengangguk dan menangis haru.

"Anisa suka banget, Kak."

Tak kusangka Kak Irham sosok suami yang bisa romantis seperti di film dan novel. Kuletakan kembali buket bunga pemberian ka irham di atas kasur. Kupeluk erat kembali tubuh suaminya. Begitu juga Kak irham membalas pelukan ku dan mencium kening.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang