"Dek, ayo naik."
Samar-samar, Jeviar mendengar suara seorang pemuda berseragam sama seperti dirinya, tengah menawarkan tumpangan kepada seorang gadis yang lagi duduk sambil nyedot susu kotak stroberi di kursi halte depan sekolah. Ia menghela napas pasrah ketika gadis itu beranjak, lalu menaiki boncengan pemuda itu dengan raut muka kayak orang habis menang lomba panjat pinang.
"Duh, itu bola mata kayaknya bakal mau loncat dari rongga mata lo. Biasa aja kali ngelihatinnya!"
Jeviar mendelik sinis pada Ree, cowok yang lagi bersedekap dada di sampingnya. Ree sudah memakai jaket hitam untuk menutupi seragam sekolahnya, terus pakai helm. Tanda sudah siap mau pulang, tapi melipir dulu waktu nggak sengaja lihat Jeviar berdiri di belakang gerbang dengan kepala melongok ke luar pagar kayak orang lagi ngintip orang lagi berbuat dosa.
Eh, ternyata benar. Terus, ya, gitu, sekalian aja Ree ledekin.
"Anaknya udah punya gandengan, ya, Pak?"
"Diem lo." Muka Jeviar sudah sebutek air bekas kain pel.
"Oh, ternyata gitu." Ree mengangguk-ngangguk takjim.
"Ternyata gitu apaan?"
"Lo tadi bikin sekantin cengo gara-gara lo beli susu stroberi, disamping fakta bahwa seorang Jeviar kayaknya lebih rela minum kopi bersianida daripada minum susu apalagi yang berperisa stroberi."
"Ya, emang kenapa gitu kalau gue minum susu stoberi?!"
Ree berdecak. "Terakhir kali lo minum itu habis kalah main TOD, lo muntah-muntah sambil ngedrama minta masuk IGD ke Om Jef."
Jeviar terpelatuk, " ... kapan gue begitu?!"
"Waktu kelas enam SD. Tadinya gue kira otak lo lagi lost connection makanya beli susu stroberi, eh ternyata, buat adik kelas." Ree menepuk pelan bahu Jeviar. "Lagian sejak kapan, sih, lo kalau mau deketin cewek jadi penuh effort kayak gini?"
"Heh, gue orangnya emang selalu berusaha, ya!"
"Just when you are interested and try to hit on those girls. In studying? Big no."
Jeviar memutar bola matanya. "Berarti lo nggak cukup mengenal gue dengan baik."
"Kalau gitu, artinya nggak ada orang yang kenal lo dengan baik."
"Shut up your cangkem."
"Terserah, tapi kayaknya itu adik kelas anak baik-baik."
"Atas dasar apa lo bisa bilang gitu?" Jeviar menatap Ree dengan tanya. Jangan-jangan ini orang juga naksir lagi?!
"Soalnya dia tetanggaan sama gue."
Dengan sepenuh hati Jeviar membalas, "Kampreeeeet, kenapa lo baru bilang ke gue?!"
"Buat apa juga? Buat memuluskan rencana busuk lo yang mau pdkt-in dia?" Ree memandang Jeviar dengan tatapan se-salty laut selatan. "Kiki lumayan dekat sama mama gue, terus berhubung dia anaknya nggak neko-neko meski rada lemot, dia udah gue anggap kayak adik sendiri. Jadi, kesimpulan gue bilang gitu bukan buat menjembati proses pdkt lo itu sama Kiki—super duper big no kalau itu, mah—tapi ini adalah peringatan gue buat lo, Je. Don't play her, atau lo akan berhadapan sama gue. "
"Idih lo kira gue aspal bolong lo kasih peringatan," cibir Jeviar, "Terus nggak usah sotoy gue mau mainin dia, ya!"
"Kayaknya teripang yang hidup di dasar laut juga nggak bakal percaya omongan lo, Je." Ree menyahut ketus.
"Lo ini kenapa jadi sibuk ngurus urusan orang kayak gini, sih?"
"Sejak orang yang coba lo jadikan target tembak itu itungannya masih saudara gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Impression ✔
FanfictionKetika kisah cinta seorang Jeviar, si kupu-kupu sekolah, jadi sedramatis sinetron hidayah gara-gara naksir adik kelas yang nilai kepekaannya sejeblok harga salak yang dijual kemudaan di pinggir jalan. landnana, 2021 [book one, completed] [book two...