18. pasar malam

274 46 10
                                    

"Mama gue kayaknya nge-fans banget, ya, sama lo sama abang lo."

Kirana ketawa. "Kok, gitu?"

Jeviar mendongkrak motor terus mengaitkan kedua helm-nya di spion motor. Hari ini, sesuai kesepakatan bersama di chat tadi malam, kalau Kirana berhasil membujuk Raki biar mau belajar bareng sama Jeviar, itu cowok janji bakal membawa Kirana ke pasar malam—pas kemarin mereka pulang hujan-hujanan, mereka nggak sengaja melihat odong-odong diangkut mobil pick-up—dan, yah, di luar dugaan ternyata Raki mau.

Ini Jeviar heran Kirana pakai cara apa ngeyakinin Raki sampai itu cowok mau belajar bareng dia. Soalnya pas ditanya, Kirana cuma cengengesan terus jawab, "Ada, deh."

"Kemarin gue didongengin gimana uwu-nya kalian berdua pas masih kecil sama mama."

Kirana benerin topi baseball-nya. "Yah, jadi malu. Kakak ngantuk nggak dengerinnya?"

"Nggak, malahan mata gue jadi melek kayak habis minum kopi satu truk."

"Jadi tambah malu."

"Itu pujian, ngapain lo malu dah?" Jeviar ketawa. Kemudian, dia menatap penuh lapangan yang kini jadi penuh sesak oleh stand-stand dan atraksi permainan. "Btw, mau ke mana dulu, nih?"

"Kakak punya tujuan mau ngapain ke sini, nggak?" Kirana malah balik nanya, tapi pertanyaannya bikin Jeviar keselek. Apakah Jeviar punya tujuan bawa ini anak gadis ke sini?

"Yha," Masa Jeviar confess sekarang, sih?

"Aku pengen naik itu," Kirana menunjuk bianglala di pusat pasar. Anaknya kelihatan exited banget, matanya sampai kelap-kelip. "Kak Jeviar punya phobia ketinggian, nggak? Kalau iya, aku sendiri aja."

"Nggak, for your information gue udah rajin manjat pohon punya tetangga bareng Jeno." Jeviar berkata demikian. "So, bianglala for the begin?"

"Iya, dongggg!"

Jawabannya doang iya, pas menuju ke bianglala anaknya malah melipir ke mana-mana. Beli cotton candy aja sampai dua kali, Jeviar mau heran tapi ini Kirana. Cewek yang sama, yang sempet bikin Jeno curiga Jeviar habis kesambet setan gudang, padahal, mah, Jeviar speechless gara-gara ngelihat Kirana minum air fresh from moncong keran.

Jadi, tiap sangkar bianglala cuma bisa menampung dua orang dewasa. Pas Jeviar sama Kirana ngantri buat naik, Abang-abang di depan mereka tiba-tiba di-stop petugas begitu mau naik sama dua temannya. Kata petugasnya, sih, biar sesuai standar operasial, Abangnya sama penumpang yang lain aja. Terus dua-duanya melirik Kirana.

Petugasnya pun bertanya. "Punten, yak. Enengnya mau naik bianglala, kan, yah? Biar nggak lama ngantri bareng Aa ini mau teu?"

Yang berekasi keras tentu saja? Jeviar binti Jeffrey.

"Mana bisa gitu, Bang?!" Jeviar rasanya mau marrrraahh. "Dia datengnya sama saya, ya, naiknya bareng saya lah?!"

Dalam benak, petugasnya sudah yang kayak, "Waduh, salah langkah ini mah. Kabogohna si eneng posesip pisan."

"Oh, hampura pisan atuh kalo gitu—"

Abang-abangnya malah menyela. "Maaf, nih, tapi yang mau naik bukan kalian aja. Saya sama pengunjung yang lagi ngantri juga mau kali. Ini bisa dipercepat nggak?"

Kirana yang nggak enak sama orang yang lagi ngantri di belakang yang sudah mulai cekcok mencoba menengahi perdebetan. Dia menarik ujung jaket Jeviar, terus bilang, "Nggak apa-apa, Kak. Aku naik sekarang aja."

Jeviar melotot. "Mana bisa gitu, Kiki?!"

"Yha—"

"Nggak. Nggak bisa. Lo datang sama gue, jadi lo itu tanggung jawab gue sepenuhnya. Mana bisa gue biarin lo naik gituan sama orang nggak dikenal? Kalau lo diapa-apain gima—"

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang