19. terus-terus?

260 49 4
                                    

Kesimpulannya apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesimpulannya apa?

"Lo goblok banget."

Itulah yang bisa Jeno sampaikan sehabis mendengar curhatan—maksa—Jeviar perkara hasil confess-nya ke Kirana waktu di dalam bianglala.

Jeno masih heran, bisa-bisanya Jeviar berlagak macam bocah SMP newbie yang baru mengenal cinta. Padahal aslinya, mah, sebelas duabelas sama dedengkot aligator penghuni rawa. Cuma, ya, kayaknya target Jeviar kali ini sakti mantraguna sekali. Sukses banget bikin ini anak uring-uringan nggak jelas, sampai Jeviar bela-belain melipir ke rumah Jeno cuma buat curhat colongan.

Kenapa?

Jadi waktu itu, sehabis Jeviar ngomong, "No. That's what I am here for you." Kirana sempat kena mental. Anaknya kayak nggak percaya, terus denial gitu. Kan, sepet banget Jeviar sudah memantapkan hati sebagai cowok sejati, eh, endingnya malah didiemin. Takutnya, yah, ini Kirana malah ngerasa nggak nyaman, terus pelan-pelan ... ngejauh. Kalau betulan kejadian, Jeviar malu, sih, sama muka sendiri.

Kirana sempat yang kayak, " ... what kind of 'what I am here for you'?"

"Ya, gitu." Jeviar udah deg-degan setengah mampus. "Gue mau mengakui sesuatu. Tadi ... gue sempat bilang kalau ada satu hal yang gue nggak perlu iri sama Raki, and that's the fact that he is your brother."

Tangan sama kaki Kirana tiba-tiba kerasa dingin.

"I mean, I am free to like you as much as a boy like his girl."

Bentar, Kirana mikir dulu. Apa itu boy? Apa itu girl? "Hah—"

"Gue suka sama lo, Kiki."

"Wait—what?!" Kirana kelihatan panik, tapi kupingnya merah. "Oke, Kak Jeviar—hng, ngaku Kakak lagi ikutan april fool, buat nge-prank—

Jeviar geleng-geleng. "Kiki, ini bulan desember. Orang gila mana yang ngerayain april mop di akhir tahun begini?"

"Iya, juga—tapi, tetep aja! Kakak lagi bercanda, ya? Ngaku, nggak? Bercandaannya nggak lucu banget tau!"

"Emang muka gue kelihatan lagi bercanda?"

"Hng, enggak, sih. Cuma—masa iya, kayak ... kok, bisa?!" Kirana kayak masih syok. Perasaan Jeviar cuma confess dikit, tapi reaksi ini anak sudah kayak baru didakwa sebagai maling.

Jeviar malah ketawa. "Ya, bisa. Kenapa mesti nggak bisa?"

Habis itu, Kirana mendadak senyap, silent, diam tanpa kata. Pas ditanya, jawabannya cuma dua, angguk dan geleng. Jeviar berasa lagi ngomong sama peraga pantonim. Bahkan pas Kirana sudah mau masuk ke rumahnya, dia cuma bilang makasih tanpa basa-basi, apalagi nawarin Jeviar masuk. Terus apa cuma perasaan Jeviar aja, kali, ya, Kirana jadi lelet banget balas pesannya—kebanyakan nggak dibalas juga, sih.

Jeviar bingung, dan diam-diam agak menyesali keputusannya buat confess. Tapi, dia, kan, bukan tipe orang yang mau di-friendzone atau abangzone-in, dan kayaknya Kirana ini anaknya nggak bakal tahu—atau bisa jadi malah pura-pura nggak tahu—kalau nggak dibilangin. Jeviar sudah mikirin reaksinya Kirana bakal begini, sih. Cuma namanya yang di pikiran sama yang betulan kejadian, kan, beda rasanya, ya.

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang