Kirana lagi fokus menyedot teh sampai kotaknya ringsek setelah sari-sari cairan tersebut masuk ke mulutnya.
Sudah sebulan lamanya Kirana tahu bahwa kampusnya punya fasilitas bus buat antar-jemput mahasiswa. Dari awal mendengar fakta tersebut, Kirana girang bukan main. Sebabnya? Dari dulu, Kirana pengen sekolah yang ada kendaraan antar-jemput siswa. Nggak apa-apa, sih. Cuma, sedari SD dia selalu berangkat sama Raki. Jadi kalau nggak mau ditinggal, Kirana mesti bangun sangat awal kalau mau menyelamatkan diri dari omelan panjang Abangnya yang anti telat dan selalu datang pagi—bahkan paling awal.
Kan, enak, ya. Naik bus sama temen-temen, terus nggak perlu bangun awal banget, dan nggak bakal kena omel ketua OSIS yang mana saat itu adalah Abangnya. Tapi, siapa yang nyangka keinginannya itu bakal terwujud saat dia kuliah. Meski nggak berangkat sama Raki lagi—soalnya, yakali—Kirana tetap semangat naik bis tiap hari sebab nggak tahu kenapa, itu semua membuatnya merasa lebih 'hidup'.
Yah, meski tugas sudah mulai membuat Kirana merindukan jadwal tidur siang wajib yang belakangan ini sudah jarang ia lakukan.
Ada beberapa mahasiswa seperti Kirana di halte tersebut, sedang menunggu bis datang. Semuanya mulai memasang ancang-ancang saat sebuah bis merah datang dari kiri jalan, takut nggak kebagian. Ini dia bagian paling krisis dari naik bis. Masuknya mesti desak-desakkan kayak ikan pindang, tapi untung banget hari ini lebih lengang jadi Kirana bisa santai sedikit.
Semua orang meringsek maju ke depan. Tubuh Kirana yang kecil terjepit di sana-sini sebelum akhirnya dapat menaiki bis. Ia kebagian duduk di dekat pintu masuk, tangannya berpegangan erat pada besi pegangan. Ketika bis mulai berjalan pelan, siluet hitam tertangkap mata Kirana. Paham situasi, ia refleks berdiri lalu mengulurkan tangan, membiarkan orang itu meraihnya dan hap! Berhasil masuk bis.
"Thanks," ucap pemuda itu.
Kirana mengangguk. "Nope." Dia duduk, dan mulai memakan permen cherry setelah menawarkan ke orang-orang di sampingnya.
Dia menatap jalanan lewat jendela yang terbuka, dan tepat di sana—semakin dekat, and there it is, gedung department bisnis kampus Kirana. Kelihatan hijau dengan rumput yang terpotong rapi. Selanjutnya, ada sebuah café yang beberapa lalu ia kunjungi dengan Jeviar. Kirana suka sama muffin dan croissant di sana, dari baunya saja udah bikin dia ngiler.
Di dalam tas, ponsel Kirana bergetar. Ada beberapa pesan masuk, tapi yang terbaru dari Jeviar.
Kak Je : masih di bihun?
Kak Je : gw tunggu di halte, ya
Fyi, bihun itu sebutan buat bis antar jemput mahasiswa kampus Kirana. Layaknya legenda, nama itu sudah ada dari angakatan sebelum-sebelumnya hingga alasan kenapa bis ini dinamakan bihun jadi samar bin miring. Kalau ditanya, pasti jawabannya mentok-mentok begini, "Emang begitu dari sananya." Tapi, nggak ada yang mengorek lebih lanjut. Sebab, yah, siapa yang mau pusing mikirin nama bis coba.
Kirana kemudian dengan cepat membalas.
Kirana : Iya, hehe
Kirana : makasih udah ditungguin ^□^
Balasannya datang secepat kilat.
Kak Je : makasihin gw kalau udah sampai di sini
Kak Je : ^♡^
Kak Je : Sorry, salah pencey
Kak Je : *pencet
Kak Je : ^□^
Kirana cuma ketawa dalam hati. Nggak membalas lebih lanjut soalnya pusing kalau nunduk lihat ponsel di dalam bis. Ia mendongak, kembali menatap sekeliling dan kemudian matanya bersirobok dengan orang yang juga kebagian di samping pintu. Orang yang tadi Kirana bantuin naik. Dia mengangguk sopan, terus lanjut menatap keluar jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Impression ✔
FanfictionKetika kisah cinta seorang Jeviar, si kupu-kupu sekolah, jadi sedramatis sinetron hidayah gara-gara naksir adik kelas yang nilai kepekaannya sejeblok harga salak yang dijual kemudaan di pinggir jalan. landnana, 2021 [book one, completed] [book two...