"Ma," panggil Jeviar pada wanita yang kini tengah berdiri di depan stove. Lagi mengaduk sayur serta menambahkan garam sesekali.
"Hm?"
"Aku mau nanya, boleh nggak?"
"Go on, mau nanya apa?"
Jeviar berdehem. "Dulu, papa sama Mama kenalannya kayak gimana?"
Sejenak, Mama menghentikan kegiatan memasaknya hanya untuk menelengkan kepalanya pada Jeviar yang lagi mengaduk-aduk garam, entah Jeviar sadar atau tidak melakukannya. Mama dengan senyum tertahan, tapi juga bingung bertanya, "Loh, bukannya kamu udah pernah diceritain sama papa?"
Jeviar keselek. "Mama tahu?!"
Mama terkekeh, terus lanjut masak. "Ya, menurut kamu aja kalian ngegosipnya pas Mama ada."
" ... jadi waktu itu Mama pura-pura tidur?!"
"Kok, kayaknya kamu syok banget, sih, Je." Mama ketawa. "Lagian kamu udah tahu, kok, nanya lagi?"
Jeviar malah senyum sampai gigi-giginya kelihatan. "Aku pengen dengar dari sudut pandang Mama, biasanya perempuan, kan, detail gitu. Papa, mah, cerita-cerita, nggak ada isi langsung nikah."
"Bentar, deh, kamu minggir dulu. Mama mau pindahin ini ke piring," kata Mama setelah mematikan kompor dan menabur bawang goreng di atas sayur. Terus dipindahin dari pan ke atas piring.
"Jadi gimana, Ma?" Jeviar terus ngikutin Mamanya ke sana-sini meski cuma selangkah.
"Hm, waktu itu Mama sama mamanya Jeno pergi buat nonton futsal sekolah, kan, terus yang jadi lawan tandingnya itu tim futsal sekolahnya Papa kamu."
Muka Jeviar cerah banget, matanya sampai berbinar-binar gitu. "Terus, Ma?"
"Habis selesai pertandingan, tuh, Mama mau nyamperin Om Jeki buat ngasih minuman isotonik pesenannya dia sejak semingguan yang sebelum pertandingan kayaknya. Karena Om Jeki masih sibuk meratapi nasib habis kalah, jadinya Mama inisiatif turun ke lapangan buat kasih langsung. Eh, pas Mama jalan ke Om Jeki, minumannya malah diserobot Papa kamu."
"Buset, Papa nggak ada yang bawain minum, makanya gitu, ya, Ma?" Jeviar berdecak. "Terus, Ma?"
Mama ketawa. "Kayaknya yang bawain banyak, deh, Je. Tapi Papa kamu, kan, emang aneh dari sananya, jadi ya gitu. Pas minumannya udah habis, baru, deh, Mama kasih tahu kalau minumannya bukan buat dia. Terus, kamu tahu nggak Papa kamu bilang apa?"
"Papa bilang apa?"
"Dia bilang, 'maaf, ya, saya haus banget tadi habis ngalahin lawan tadi, minumannya saya ganti, deh. Tapi, kenalin dulu, nama saya Jeffrey' gitu."
Jeviar mengernyitkan dahinya, "Ternyata papa modusnya kampungan."
"Hush, Je." Mama memperingatkan anaknya. "Kalau Papa kamu nggak gitu, kamunya nggak bakal ada, Je."
Jeviar menghela napas, meski di dalam hati membenarkan.
"Kamu nggak mungkin tiba-tiba nanya gitu karena lagi naksir orang, kan, Je?"
Jeviar terbatuk, nggak sengaja ludahnya kepleset terjun ke tenggorokan dengan tak diniatkan. Mukanya sampai merah ke cuping-cuping. Lalu dengan inisiatif, Mama menuangkan segelas air putih buat Jeviar. Terus menepuk-nepuk punggung anaknya pelan.
"Duh, kok, kamu jadi gampang kaget gini, sih?"
"Mama, biasa aja dong nanyanya."
Mama yang nggak merasa bertanya yang gimana pun mengernyit. "Mama tanyanya biasa aja, kok. Kan, Mama tanya baik-baik, kamu lagi suka sama orang apa gimana, tiba-tiba nanya gitu. Tapi, kalau ingat kata-kata papamu agak nggak mungkin, sih," ringisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Impression ✔
FanfictionKetika kisah cinta seorang Jeviar, si kupu-kupu sekolah, jadi sedramatis sinetron hidayah gara-gara naksir adik kelas yang nilai kepekaannya sejeblok harga salak yang dijual kemudaan di pinggir jalan. landnana, 2021 [book one, completed] [book two...