7. belalang sembah

488 77 5
                                    

Dulu—Jeviar nggak ingat umurnya berapa saat itu, pokoknya dia masih duduk di bangku SD kala suatu hari, ketika ia berkunjung ke rumah Ree, Jeviar mengalami kejadian yang lumayan traumatis.

Konon, tanah tempat rumahnya Ree berdiri itu bekas lahan kosong yang nggak dirawat pemiliknya. Alhasil tanah itu jadi ditumbuhi semak belukar dan pohon-pohon liar. Katanya juga, pernah ada tragedi yang bikin tanah tersebut jadi angker. Namun, sejak awal keluarganya Ree tinggal di sana, nggak pernah ada kejadian ganjil apa pun sebab rumahnya sudah didoakan sebelum ditinggali. Tapi, nggak tahu kenapa, malah Jeviar yang dapat gangguan tiap kali berkunjung ke sana.

Awalnya, orang tua Jeviar nggak ngeh kenapa dia selalu rewel bahkan sampai nangis tiap habis dari rumah Ree, bahkan pernah sampai demam juga. Hingga suatu ketika, mama memergoki Jeviar tengah bengong-bengong sambil menatap jendela, pas diajak ngomong, Jeviar malah jerit-jerit histeris terus nangis. Kata tetangga Ree yang kebetulan lewat dan kebetulan tahu yang begituan, sih, katanya Jeviar sempat menarik perhatian mereka makanya digangguin.

Puncaknya—yang nggak sanggup Jeviar ungkapkan dengan kata-kata, sampai-sampai dalam waktu yang sangat lama, mama melarangnya buat bertandang ke rumahnya Ree. Tapi setelah Jeviar SMA, mama mulai mengajaknya ke rumah Ree lagi, dan sejauh itu, nggak ada apa pun yang terjadi—hingga apa yang terjadi hari ini.

Jujur, ini yang syok bukan siapa-siapa, tapi Raki.

Ya, gimana enggak coba? Dia lagi seru main game ketika bel pintunya tiba-tiba berbunyi, apa yang Raki lihat setelahnya betulan bikin otaknya beku seketika. Ree dengan susah payah membantu Jeviar yang lemah lunglai berdiri dengan merangkul satu tangannya, berusaha menyangga berat badan Jeviar dengan tubuhnya sendiri, diikuti Kirana di belakang dua cowok itu dengan sebaskom buah mangga.

Sebab tadi, sehabis mereka tahu mbak kunti berulah lagi yang bikin Jeviar nyaris pingsan, tante Windy menyuruh Ree mengamankan Jeviar ke luar rumah. Berhubung Kirana ada di situ, dan rumahnya cuma berjarak lima belas langkah dari pagar rumahnya Ree, jadinya mereka memutuskan untuk membawa Jeviar ke sana.

Ini Raki masih belum paham apa-apa. "What do you think you—"

"Heh anjir, minggir lo kagak lihat ini gue bawa orang pingsan?!" Ree ngegas duluan.

"Gue lemes, bukan pingsan," sanggah Jeviar pelan.

"Abang, mending ke dapur terus buat teh manis anget sekarang!" Kirana geregetan lihat Abangnya planga-plongo di saat yang tidak tepat. "Ini Kak Je keburu semaput duluan, Abang!"

"Tapi ini ada apa dan kenapa dia dibawa ke sini?!" Raki menunjuk tepat di depan mata Jeviar, bikin Ree berdecak nggak sabar.

"Ceritanya panjang, tapi nanti aku ringkas, deh—Abang, biarin mereka masuk dulu!" Kirana menepuk jidatnya pas Ree oleng, nyaris ditimpa Jeviar kalau saja dia nggak menguatkan diri.

"MINGGIR LU RAKI, GUE BERAT BAWA ORANG OHOK—JE, LEHER GUE LO CEKEK!"

"Wait, what—"

Raki otomatis menyingkir dari muka pintu ketika Ree menerobos masuk, daripada dia kepenyet dua tubuh anak cowok yang kayaknya setara dengan berat seekor anak gajah. Ree menghempas yang beneran ngelempar tubuh Jeviar ke atas sofa ruang tamu, sebelum ikutan ambruk di sebelah Jeviar, sesak napas sambil mengipasi wajahnya pakai tangan.

"Gue yakin 97% berat badan lo itu amalan dosa lo selama ini, sisanya tulang belulang sama gigi lo!" Bukan Ree namanya kalau nggak salty. Tapi, Jeviar terlalu lemas buat bisa salty balik.

Raki berkacak pinggang, menatap penuh tanya pada dua manusia yang tergeletak tak berdaya di sofa. Dia akhirnya tanya ke Ree. "Jadi, ini sebetulnya ada apa?! Terus kenapa lo bisa bawa ini bocah balsem kemari?!"

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang